Hadits tentang kejujuran

DAFTAR ISI
  Halaman
KATA PENGANTAR...................................................................................         i
DAFTAR ISI............................................................................................................ ii
BAB I : PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A.    Latar belakang......................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah.................................................................................... 1
C.     Tujuan Pembahasan................................................................................. 2
BAB II : PEMBAHASAN...................................................................................... 3
A.    Matan Hadits........................................................................................... 3
B.     Terjemahan .............................................................................................. 3
C.     Tinjauan Bahasa....................................................................................... 3
D.    Penjelasan Hadits..................................................................................... 4
E.     Analisis.................................................................................................... 8

BAB III : PENUTUP.............................................................................................. 10
A.    Kesimpulan.............................................................................................. 10
B.     Saran........................................................................................................ 10

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 11





BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kejujuran merupakan modal utama untuk menjadi manusia baik. Kejujuran adalah contoh akhlak yang mulia yang harus dimiliki oleh orang yang mau menjadi muslim yang mukmin. Sebaliknya, ketidakjujuran merupakan akhlak tercela yang menjadi ciri muslim yang munafiq.
Dalam alam global seperti sekarang ini, di mana persaingan dalam segala bidang menjadi pola hidup yang tidak dapat dihindarkan, kejujuran kemudian menjadi seperti barang antik yang sulit didapatkan. Banyak orang begitu mudahnya berbohong tanpa merasa bahwa akan ada konsekuensi tidak baik dari kebohongan yang dilakukannya. Jika membaca berita, tidak sedikit kita temukan hal-hal yang bisa membuat bingung. Kedua belah pihak yang sedang berselisih misalnya dengan mudahnya bersumpah bahwa ia jujur, padahal pasti salah satu pihak berbohong. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai-nilai kejujuran semakin menipis di tengah masyarakat.
            Tidak adanya kejujuran akan menimbulkan krisis kepercayaan yang dapat menghancurkan sendi-sendi kehidupan baik pada tingkat kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, maupun sampai pada tingkat kehidupan berbangsa dan bernegara, apabila manusia sudah meninggalkan apa yang disebut “kejujuran”. Berdarasakan uraian di atas, maka dalam makalah ini kami ingin sedikit membahas Hadits tentang kejujuran.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Matan Hadits tentang kejujuran ?
2.      Bagaimana Terjemahan Hadits tentang kejujuran ?
3.      Bagaimana Kosa Kata Hadits tentang kejujuran ?
4.      Bagaimana Penjelasan Hadits tentang kejujuran ?
5.      Bagaimana Analisis Hadits tentang kejujuran ?

C.    Tujuan Pembahasan
1.      Mengetahui dan memahami Matan Hadits tentang kejujuran
2.      Mengetahui dan memahami Terjemahan Hadits tentang kejujuran
3.      Mengetahui dan memahami Kosa Kata Hadits tentang kejujuran
4.      Mengetahui dan memahami Penjelasan Hadits tentang kejujuran
5.      Mengetahui dan memahami Analisis Hadits tentang kejujuran


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Matan Hadits
حديث عبدالله بن مسعود رضي الله عنه عن النّبيّ صلّى الله عليه وسلّم قل : إِنَّ الصِّدْقَ يَهْد إِلَى اْلبِرِّ وَإِنَّ اْلبِرَّ يَهْدِي إِلَى اْلجَنَّةِ وَ إِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ حَتَّى يَكُوْنَ صِدِّيْقًا. وَإِنَّ اْلكِذْبَ يَهْدِي إِلَى اْلفُجُوْرِ وَ إِنَّ اْلفُجُوْرِ يَهْدِي إِلَى النَّارِ. وَ إِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ خَتىَّ يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا.  (رواه البخارى)
B.     Terjemahan
Abdullah ibnu Mas’ud berkata bahwa Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya benar (jujur) itu menuntun kepada kebaikan, dan kebaikan itu menuntun ke surga, dan seseorang itu berlaku benar sehingga tercatat di sisi Allah sebagai seorang yang siddiq (yang sangat jujur dan benar). Dan dusta menuntun kepada curang, dan curang itu menuntun ke dalam neraka. Dan seorang yang dusta sehingga tercatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Bukhari).[1]
C.    Tinjauan Bahasa
الصِّدْقُ      : Dalam  ucapan berarti lawan dari bohong Dalam niat berarti ikhlas; dalam janji  berarti menepatinya; dalam kelakuan berarti tidak melakukan kejahatan; baik secara sembunyi-sembunyi maupun zahir. Kalau dalam berbagai hal shiddiq (benar) Dinamakan  الصِّدِّيْقُtetapi kalau benar dalam berbagai sifat saja dinamakan الصَّادِقُ
اَلْبِرُّ           : Sebutan yang mencakup segala kebaikan
يهدي        : Menuntun, membawa
اَلْفُجُو رُ     : Lawan (kebalikan) dari  اَلْبِرُّ
Kata kata  الصدق  yang berarti jujur, terbagi dalam 6 bagian :
1.      Jujur dalam berbicara yaitu tidak berbicara bohong
2.      Jujur dalam niat yaitu ikhlas ( menjaga ma’na kejujuran dalam bermunajat atau mendekatkan diri kepada allah),
3.      Jujur dalam bertekad (kemauan yang besar) pada hal yang baik yang telah kalian niatkan dalam artian menguatkan apa yang telah kita tekadkan
4.      Jujur dalam menepati tekad yang kuat, kategori jujur kali ini ditujukan kepada penguasa yang mengumbar janji tatkala kampanye
5.      Jujur dalam beramal, maksudnya ketika dalam keadaan tertutup atau rahasia maupun terang terangan dia berperilaku dan berkata sama
6.      Jujur dalam maqomat seperti jujur dalam khauf dan raja’.
Barang siapa yang dapat mempunyai sifat 6 tersebut maka seseorang tersebut mendapat predikat  صديق , apabila hanya sebagian yang terpenuhi dari sifat jujur tersebut maka mendapat predikat صادق 

D.    Penjelasan Hadits
Kata jujur sendiri memiliki pengertian terjadinya keselarasan dan kesesuaian antara apa yang ada di dalam hati dan yang terungkap melalui lisan maupun perbuatan, atau dengan kata lain satunya hati, kata lisan, dan perbuatan. [2]
Kebenaran dan kejujuran menjadi salah satu syarat di antara sepuluh syarat untuk mendapatkan ampunan dari Allah dan ganjaran yang besar. Dalam Al-Qur’an dan Hadits ada empat kata yang menunjukkan pengertian kebenaran dan kejujuran, yaitu:[3]
1.      Sabda-yasiddu sadadan, yang berarti benar dan jujur. Orang yang benar dan jujur itu disebut sadid. (Al-Ahzab, ayat: 70).
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَقُولُواْ قَوۡلٗا سَدِيدٗا ٧٠
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar
2.      Watsiqa-yatsiqu-wutsuqan, waatsiqatan yang berarti percaya, orang yang terpercaya itu adalah orang yang benar dan jujur.
3.      Amanu-ya’munu-amanah, yang berarti percaya, lurus, jujur dan setia.
4.      Shadaqa-yashduqu wa shidqan, yang berarti benar lawan dusta. Orang yang benar itu pasti jujur.
Dari sabda Nabi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ada kebaikan yang dapat diukir dan diciptakan melalui kedustaan, karena dari satu kata “dusta” akan dapat terlahir berbagai macam tindak kejahatan sehingga dalam suatu riwayat dikatakan, bahwa ketika Nabi kedatangan seorang kafir Quraisy yang dalam pengakuannya telah melakukan semua larangan Allah, tetapi dia tidak tahu bagaimana cara bertaubat, sedangkan ia ingin bertaubat. Maka ketika itu Nabi hanya mengajukan satu syarat untuk dipenuhinya jika dia benar-benar mau bertaubat, syarat itu adalah “jujur”. Dari sini dapat dipahami bahwa kejujuran merupakan pangkal segala kebaikan.[4]
Islam yang dibawa Muhammad SAW memiliki konsep akhlak yang sangat indah untuk diaplikasikan dalam kehidupan yang semuanya merupakan pancaran cahaya hidayah Al-Qur’an. Hal itu sebagaimana dikatakan Aisyah istri Nabi ketika ditanya tentang akhlak Rasulullah, maka dia menjawab: Akhlaknya adalah Al-Qur’an. Itu artinya bahwa apa yang dikerjakan dan ditinggalkan Nabi dalam perjalanan hidupnya senantiasa dilandasi dan berpijak kepada petunjuk Al-Qur’an, maka tidaklah mengherankan jika Allah telah memuji keagungan akhlak Nabi dengan firman-Nya:
 وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٖ ٤
Dan Sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.
Sebagai umat Muhammad yang baik pasti kita akan berusaha untuk meneladani sifat-sifatnya terlebih kejujurannya, karena itu Allah perintahkan kepada orang beriman untuk berada bersama orang-orang yang benar (jujur), dan menjauhi orang-orang kafir yang mendustakan kebenaran karena mereka itu adalah orang yang paling aniaya. Kejujuran harus ditegakkan dan dilaksanakan oleh setiap orang jika mereka menginginkan kehidupan yang damai dan sejahtera. Kejujuran akan mendatangkan kebajikan dan sebaliknya kebohongan akan mendatangkan bencana.
Orang yang jujur itu akan merasakan keuntungan dari kejujurannya. Keuntungan bagi orang yang jujur yaitu :[5]
1.      Orang yang jujur itu memiliki salah satu sifat para Nabi dan Rasul. Oleh karena itu, orang semacam itu pasti terpuji di kalangan sesama manusia dan di sisi Allah, sebagaimana terpujinya sifat jujur atau benar itu.
2.      Jujur dan menepati janji itu tanda patuh kepada Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah SAW menyuruh kita untuk berakhlak dengan semua akhlak yang terpuji.
3.      Kejujuran dan kesetiaan pada janji itu termasuk syarat untuk menikmati kebahagiaan hakiki dalam surga kelak.
Sikap jujur pada diri setiap manusia merupakan hal yang harus dikedepankan, agar tidak menimbulkan masalah-masalah di dalam kehidupan ini. Bahkan sikap ini merupakan garis pemisah, apakah seseorang bisa disebut muslim yang sesungguhnya atau tidak. Rasulullah SAW bersabda yang artinya; “Shafwan Bin Salim meriwayatkan, dia berkata, pernah ditanyakan kepada Rasulullah SAW,’Adakah seorang mukmin yang penakut’,jawab beliau,’Ada’. Lalu ditanyakan, ’Adakah seorang mukmin yang bakhil’? jawab beliau,’Ada’. Lalu ditanyakan,’Adakah seorang mukmin yang pembohong’? jawab beliau,’Tidak’.” Hadits tersebut menunjukkan jelas sekali bahwa sikap bohong bukan merupakan sikap seorang muslim.[6]
Lisan perlu dijaga karena dampak-dampak negatif yang ditimbulkan begitu besar seperti menyakiti orang lain, menyinggung perasaan, pertengkaran, dan bahkan pembunuhan. Karenanya, seseorang harus mampu menjaga dan memelihara lisannya dengan bicara yang baik dan seperlunya saja. Terkait hal ini, Rasulullah SAW mengatakan;[7]
كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
“Cukuplah seseorang dipandang berdusta bahwa ia membicarakan semua yang didengarnya.”
Banyak bicara menjadikan seseorang mudah berdusta seperti menceritakan sesuatu yang tidak pernah terjadi. Saat ia tidak mendapati bahan pembicaraan, ia dengan mudah mengutip berita orang yang pendusta dan ia tahu bahwa orang tersebut seorang pendusta. Maka ia juga termasuk kategori pembohong. Adapun macam tindakan-tindakan ketidakjujuran dalam kerangka pendidikan. Perilaku tidak jujur dalam konteks pendidikan antara lain:[8]
a.       Plagiarisme (plagiarism). Sebuah tindakan mengadopsi atau mereproduksi ide, atau kata-kata, dan pernyataan orang lain tanpa menyebutkan nara sumbernya.
b.      Plagiarisme karya sendiri (self plagiarism). Menyerahkan/mengumpulkan tugas yang sama lebih dari satu kali untuk mata pelajaran yang berbeda tanpa ijin atau tanpa memberitahu guru yang bersangkutan.
c.       Manipulasi (fabrication). Pemalsuan data, informasi atau kutipan-kutipan dalam tugas-tugas akademis apapun.
d.      Pengelabuan (deceiving). Memberikan informasi yang keliru, menipu terhadap guru berkaitan dengan tugas-tugas akademis, misalnya, memberikan alasan palsu tentang mengapa ia tidak menyerahkan tugas tepat pada waktunya, atau mengaku telah menyerahkan tugas padahal sama sekali belum menyerahkannya.
e.       Menyontek (cheating). Berbagai macam cara untuk memperoleh atau menerima bantuan dalam latihan akademis tanpa sepengetahuan guru.
f.       Sabotase (sabotage). Tindakan untuk mencegah dan menghalang-halangi orang lain sehingga mereka tidak dapat menyelesaikan tugas akademis yang mesti mereka kerjakan. Tindakan ini termasuk di dalamnya, menyobek/menggunting lembaran halaman dalam buku-buku diperpustakaan, ensiklopedi, dan lain sebagainya atau secara sengaja merusak hasil karya orang lain.
Adapun faktor pendorong pada seseorang untuk berperilaku atau bersikap jujur sebagaimana dalam hadist di atas yaitu:[9]
1)      Pertama, nurani. Sebab nurani selalu mengajak kepada nilai-niali luhur. Nurani selalu menolak kebohongan, terlebih lagi kebohongan itu membawa dampak buruk bagi diri yang bersangkutan.
2)      Kedua, agama. Ajaran agama merupakan penopang nurani dalam mempertahankan kejujuran dan menghindari kebohongan.
3)      Ketiga, harga diri. Dengan harga diri seseorang akan berhati-hati dan akan bertindak jujur.
4)      Keempat, keinginan untuk dikenal sebagai orang jujur.

E.     Analisis
Jujur dalam arti sempit adalah sesuainya ucapan lisan dengan kenyataan, dan dalam pengertian yang lebih umum adalah sesuainya lahir dan batin. Maka orang yang jujur bersama Allah SWT dan bersama manusia adalah yang sesuai lahir dan batinnya. Kejujuran itu sendiri dengan berbagai pengertiannya membutuhkan keikhlasan kepada Allah dan mengamalkan perjanjian yang diletakkan oleh Allah di pundak setiap muslim. Jujur termasuk akhlak utama yang harus dimiliki setiap mukmin.
Imam al-Ghazali membagi sikap jujur ke dalam enam jenis:[10]
1.      Kejujuran lisan, yakni jujur dalam bertutur kata.
2.      Kejujuran niat, yakni ikhlas dalam berbuat.
3.      Kejujuran dalam bertekad, yakni apapun yang dapat menguatkan tekadnya.
4.      Kejujuran dalam merealisasikan tekad yang bulat.
5.      Kejujuran dalam berbuat, yakni ada kesamaan antara apa yang diucapkan dengan yang diperbuat.
6.      Kejujuran spiritual, seperti jujur dalam mengaplikasikan konsep khauf (rasa takut akan siksa Allah) dan raja’ (mengharap rahmat Allah).
Allah berfirman dalam surat At-Taubah ayat 119 ;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَالصَّادِقِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama-sama orang yang benar.”
Firman Allah diatas, secara khusus memerintahkan umat manusia yang mukmin untuk bersama orang-orang yang benar, orang-orang yang jujur, walau sikap kejujuran itu sudah termasuk dalam pengertian taqwa. Untuk itu, marilah kita pertahankan sikap jujur ini dalam setiap langkah laku kita.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kejujuran adalah contoh akhlak yang mulia yang harus dimiliki oleh orang yang mau menjadi muslim yang mukmin. Kata jujur sendiri memiliki pengertian terjadinya keselarasan dan kesesuaian antara apa yang ada di dalam hati dan yang terungkap melalui lisan maupun perbuatan, atau dengan kata lain satunya hati, kata lisan, dan perbuatan. Sikap jujur pada diri setiap manusia merupakan hal yang harus dikedepankan, agar tidak menimbulkan masalah-masalah di dalam kehidupan ini. Orang yang jujur itu akan merasakan keuntungan dari kejujurannya.
Imam al-Ghazali membagi sikap jujur ke dalam enam jenis yaitu; kejujuran lisan yakni jujur dalam bertutur kata, kejujuran niat yakni ikhlas dalam berbuat, kejujuran dalam bertekad yakni apapun yang dapat menguatkan tekadnya, kejujuran dalam merealisasikan tekad yang bulat, kejujuran dalam berbuat yakni ada kesamaan antara apa yang diucapkan dengan yang diperbuat, dan kejujuran spiritual seperti jujur dalam mengaplikasikan konsep khauf (rasa takut akan siksa Allah) dan raja’ (mengharap rahmat Allah).
Kejujuran harus ditegakkan dan dilaksanakan oleh setiap orang jika mereka menginginkan kehidupan yang damai dan sejahtera. Kejujuran akan mendatangkan kebajikan dan sebaliknya kebohongan akan mendatangkan bencana.
B.     Saran
Dengan selesainya makalah ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang ikut andil dalam penulisan makalah ini. Tak lupa kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik yang membangun selalu kami tunggu dan kami perhatikan.


DAFTAR PUSTAKA

Abdul Fattah, Shafwat. 2004. Mungkinkah Kita Jujur?. Jakarta: Gema Insani.
Juwariyah. 2010. Hadis Tarbawi. Yogyakarta : Teras.
Muhammad, Abubakar. 1995. Hadits Tarbiyah. Surabaya : Al-Ikhlas.
lai-kejujuran-dalam-pendidikan.html. Diakses pada 25 Oktober 2015.





0 comments

SYARIAT ISLAM

KISAH NABI SULAIMAN A.S-Kisah Tauladan Para Nabi Allah KISAH NABI SULAIMAN A.S Allah s.w.t berfirman: "Dan sesungguhnya Kami...

Ikuti

Powered By Blogger

My Blog List

Translate

Subscribe via email