TASYRI' PADA MASA DINASTI UMAYYAH

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Dengan meninggalnya khalifah Ali Bin Abi Thalib dari Khulafaur Rasyidin, maka bentuk pemerintahan Islam yang dirintis Nabi Muhammad SAW berubah dari system demokrasi menjadi monarkhi (kerajaan) yaitu Daulah Bani Umayyah. Daulah Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah Bin Abi Sufyan bin Harb bin Umayyah.
Memang ada usaha dari putra ali hasan bin ali bin abi thalib untuk menggantikan ayahnya karena tidak rela melihat umat Islam saling membunuh untuk merebutkan kekuasaan, tiga bulan setelah dibaiat Hasan menyerahkan kekuasaan kepada Muawiyah dengan berapa syarat.
Muawiyah (memerintah 661-680) adalah orang yang bertangung jawab atas sistem sukses kepemimpinan dari yang bersifat demokratis dengan cara pemilihan dengan cara pemilihan kepada yang bersifat keturunan. Hal demikian ditentang oleh Husein bin Ali dan Abdullah bin Zubair yang kemudian meninggalkan madinah, pertentangan ini melahirkan perang saudara kedua. Dengan kemenangan Bani Umayyah

BAB II
PEMBAHASAN
TASYRI' PADA MASA DINASTI UMAYYAH
Periode ini dimulai ketika para khalifah Bani Umayyah memegang tampuk kekuasaan kaum muslimin setelah terbunuhnya Imam Ali bin Abi Thalib pada tahun 41 hijriah, dan berakhir pada awal abad kedua hijriah sebelum berakhirnya Dinasti Umayyah pada tahun 32 hijriah. Zaman ini dipenuhi dengan berbagai peristiwa dan perkembangan, perbedaan fiqh, dan pergolakan politik karena sejak zaman awal berdirinya dinasti ini kaum muslimin terpecah kepada tiga golongan:
a.       Syiah, yaitu orang-orang yang sangat fanatik dengan Ali bin Abi Thalib. Mereka menganggap khilafah hanya untuk Ali dan ketu-runannya sehingga urusan khilafah menurut mereka sama dengan warisan dari Nabi dan bukan dengan cara bai'at.
b.      Khawaril yaitu mereka yang kecewa dengan adanya proses tahkim
(perdamaian) pada zaman Khalifah Muawiyah lalu mereka meng-
kafirkan Ali dan Muawiyah, dan mayoritas mereka berpendapat wajib
melantik seorang khalifah taat agama, adil mutlak, tegas dan keras,
dan tidak harus dari suku Quraisy atau keturunan Arab.
c.       Jumhur kaum muslimin, yaitu kaum moderat yang memiliki sifat adil dan tidak radikal. Mereka berpendapat bahwa khalifah harus dari suku Quraisy, namun harus dipilih oleh kaum muslimin dengan cara bai'at. Perbedaan politik ini telah memberikan pengaruh yang besar te'rhadap perjalanan aliran fiqh yang berkembang pada zaman berikutnya.
Pada permulaan periode ini, perkembangan tasyri' dan fiqh masih sama dengan apa yang ada pada zaman sahabat, di mana tidak ada ulama yang secara khusus membahas tentang fiqh, seorang alim mengajarkan masyarakat Alquran, menafsirkannya, meriwayatkan sunnah, dan memberi fatwa jika ada masalah. Namun ketika sudah masuk zaman Khalifah Abdul Malik bin Marwan kita bisa menemukan sekelompok ulama yang dikhususkan untuk memberi fatwa halal dan haram, lalu setelah itu mulailah bermunculan para mujtahidin dengan kemampuan yang berbeda-beda sehingga pada akhirnya berimbas pada adanya perbedaan fiqh seperti yang pernah terjadi pada zaman sahabat.
Agar pembahasan kita tentang fase ini lebih jelas maka kami rasa perlu untuk menjelaskan beberapa perkara penting sebagai berikut.
A.     Definisi Tabi'in
Tabi'in adalah setiap muslim yang belum sempat melihat Nabi ff namun ia sempat melihat dan bertemu dengan sahabat, baik ia meriwayat­kan atau tidak darinya.
Dari penjelasan ini jelas bahwa tabiin tidak harus melihat baginda Rasulullah,  sebab jika ia melihatnya, itu artinya ia termasuk sahabat Rasulullah. Selain itu juga tidak disyaratkan harus bertemu dengan sahabat seperti yang dikuatkan oleh ulama hadis, tidak disyaratkan harus meriwayatkan hadis dari seorang sahabat, namun cukup hanya melihat dan bertemu ketika ia sudah berusia tamyiz (baligh).
Al-quran telah memberikan isyarat tentang adanya tabi'in dalam firman Allah :
Orang' orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk lslam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan or ang- orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-Simgai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulahkemenanganyangbesar. (QS. At-Taubah (9): 100)
Al-quran telah mengabadikan kedudukan dan keagungarvpara tabi'in dalam ayat di atas di mana Allah menyediakan pahala yang besar bagi mereka yang mengikuti para sahabat dengan ihsan dan inilah salah satu bentuk sanjungan dan penghormatan Allah bagi sahabat dan para tabi'in.
Terkait masalah ini, baginda Rasulullah pernah bersabda, Bahagialah bagi yang pemah melihat dan beriman kepadaku, dan bahagialah bagi yang pernah melihat siapa yang melihatku dan juga orang yang melihat siapa yang pernah melihatku, bahagialah mereka dan baiklah tempat kembalinya.
B.      Politik dan Aliran Pemikiran
Sudah kami jelaskan sebelumnya bahwa perbedaan antara kaum muslimin tentang masalah khilafah setelah wafatnya Ali bin Abi Thalib telah mengakibatkan barisan kaum muslimin terpecah menjadi tiga kelompok:
1)      Khawarij
2)      Syiah
3)      Jumhur Kaum Muslimin
Walaupun perpecahan yang terjadi di antara kelompok-kelompok di atas yang merupakan perpecahan politik, namun juga berimbas kepada aliran-aliran fiqh. Hal ini disebabkan oleh perbedaan mereka tentang sumber-sumber hukum fiqh, karena ada beberapa masalah fiqh yang berkaitan dengan keyakinan (akidah) politik dan inilah yang akan kami jelaskan dalam subbab ini walaupun hanya secara ringkas tentang masing-masing golongan di atas.
C.     Peningkatan Kreativitas Fiqh Pada Masa Bani Umayyah
Periode ini memiliki ciri khas, banyaknya ulama yang memberi fatwa selain banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh para ahli fiqh. Ruang perbedaan fiqh pun semakin meluas sebagai bukti bahwa aktivitas fiqh pada zaman ini meningkat dibanding sebelumnya seperti zaman sahabat.
Meningkatnya aktivitas fiqh pada zaman ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1.              menyebarnya para sahabat ke seluruh pelosok wilayah,
2.              meluasnya periwayatan hadis,
3.              para hamba sahaya mulai menggeluti fiqh dan ilmu syariat, dan
4.              munculnya beberapa aliran fiqh.
D.     Madrasah Ahli Hadis
Madrasah ahli hadis muncul di kota Madinah, negeri Hijaz dan Allah telah memuliakan negeri Mekah dan Madinah dengan mengutus Rasulullah  padanya turun syariat Islam dan di Madinah Munawarah tempat turunnya hukum-hukum fiqh dan tempat hijrahnya risalah setelah mendapat penentangan dari penduduk Mekah. Di kota Madinah, Islam mendapat sambutan yang hangat dan pikiran yang terbuka serta jiwa yang siap menjaga risalah. Dikarenakan mereka begitu mencintai pembawanya dan ridha dengan Rasulullah juga, hati mereka dipenuhi iman sehingga syariat Islam bisa melekat pada diri mereka, menjadi orang-orang yang sangat tahu dengan sunnah Nabi dan sangat paham dengan atsar (periwayatan) para sahabat di zaman khulafa' ar-rasyidin. Dan dengan ciri inilah kemudian kota Madinah menjadi sumber cahaya dan pusat kemajuan untuk semua negeri-negeri Islam yang berhubungan dengan sunnah yang suci, terkait dengan peninggalan para sahabat dan inilah faktor utama bagi lahirnya madrasah ahli hadis.
Faktor Penyebab Kemunculan Aliran Ahli Hadis di Madinah
Komitmen para ulama Madinah terhadap sunnah dan tidak meng-ambil logika (ra'yi) yang kemudian melahirkan madrasah ahli hadis disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya sebagai berikut :
ü  Banyaknya sahabat yang menghafal hadis Rasulullah di Madinah karena yang menetap di kota mulia ini temyata lebih banyak daripada yang berhijrah ke negeri lain. Dengan demikian, sangat mudah untuk mendapatkan hadis Nabi di negeri Hijaz, selain di situ juga me-netapnya tiga khalifah yang menjadikan Madinah sebagai pusat pemerintahan, fatwa dan qadha' mereka sangat terkenal, mereka juga bebas dari fitnah Khawarij dan Syiah, serta kelompok radikal. Oleh sebab itu, tidak ada pemalsuan hadis di kota Madinah yang kemudian dinisbatkan kepada Rasulullah  Semua ini memudahkan bagi mereka untuk menguasai hadis sehingga tidak perlu mengambil pendapat pribadi.
ü  Sedikitnya problematika yang muncul, karena syariat turun di negeri ini selama dua puluh tiga tahun sehingga semua bisa diberikan corak Islam yang murni. Munculnya masalah baru yang tidak ada nash-nya sangat sedikit sekali, terutama dalam masyarakat yang pada saat itu (zaman tabi'in) mereka hidup dalam suasana perkampungan dan tidak perlu menggunakan pendapat pribadi. Para tabi'in yang ikut dengan gaya guru-gurunya dari kalangan sahabat seperti Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Umar, dan 'Aisyah. Mereka ini sangat terkenal berkomitmen tinggi dengan sunnah dan tidak memakai pendapat pribadi.
Corak Fiqh pada Madrasah AhU Hadis
Corak fiqh bagi madrasah ahli hadis dibangun di atas prinsip sebagai berikut :
ü  Para fuqaha' lebih mendahulukan sunnah daripada pendapat pribadi, dan tidak menggunakan ra'yi kecuali dalam masalah yang tidak ada nash-nya, baik dalam Alquran, sunnah, ijma', ataupun pendapat sahabat. Kesannya, mereka mau menggunakan hadis yang hanya diriwayatkan oleh satu orang perawi jika hafalan, agama, dan amanah-nya dapat dipercaya. Para pengikut aliran ini sangat komitmen dalam melaksanakan nash' nash zahir dan tidak melihat illat sebuah hukum atau hikmah pensyariatannya. Akibatnya, mereka tidak akan meninggalkan pengamalan terhadap zahirnya nash, walaupun hikmahnya tidak tampak.
ü   Mereka tidak menggunakan pendapat pribadi, kecuali jika sangat terpaksa dan membatasinya dalam masalah realitas hidup yang memang perlu segera mendapat jawaban. Adapun masalah-masalah yang bersifat pengandaian, mereka tidak menggunakannya dan merasa cukup dengan hukum aplikatif ketika menghadapi masalah atau kejadian.
jejak llmiah Madrasah Ahli Hadis
Banyak hikmah yang dapat dipetik dari lahirnya madrasah ahli hadis, secara umumnya sebagai berikut :
ü  Terjaganya dan terkumpulnya sunnah Nabi. Komitmen tinggi ini telah memotivasi mereka untuk menjaga dan memberikan perhatian khusus, bahkan merekalah yang pertama membukukan hadis Nabi, dimulai oleh Ibnu Syihab Az-Zuhri lalu diikuti oleh muridnya Malik bin Anas. Kemudian diikuti oleh generasi setelah itu pada setiap generasi secara berkesinambungan.
ü  Mengumpulkan pendapat para sahabat dan tabi'in, fatwa, dan
ketetapan mereka serta menjaganya dengan cara dibukukan dan
dipelajari.
ü  Aliran ini memiliki keutamaan besar ketika mampu mengarahkan
pandangan kaum muslimin di setiap negeri untuk memberikan
perhatian khusus terhadap sunnah dan atsar yang diriwayatkan dari
sahabat.
ü  Madrasah ahli hadis telah mengokohkan sebuah manhai ilmiah bagi
ilmu fiqh, dan meletakkan dasar, serta kaidah yang kemudian
melahirkan kemandirian serta keunikan tersendiri bagi ilmu fiqh selain
ilrrfu-ilmu Islam yang lain.
E.      Madrasah Ahli Ra'yi
Sejarah Kelahiran Aliran Ahli Ra'yi
Madrasah ahli ra'yi muncul dan berkembang di Kufah (Irak), sebuah negara yang tidak kalah hebatnya dengan kota Madinah dalam aspek perkembangan keilmuan karena termasuk negara yang paling banyak disinggahi para pembesar sahabat. Di sana ada Abdullah bin Mas'ud sebagai hakim dan guru, Abu Musa Al-Asy'ari, Sa'd bin Abi Al-Waqqas, Ammar bin Yasir, Al-Mughirah bin Syu'bah, Huzdaifah bin Al-Yaman, Imran bin Hushain, dan Anas bin Malik. Karena ketenaran ini maka Khalifah All bin Abi Thalib menjadi-kannya sebagai pusat pemerintahan sehingga memotivasi sebagian sahabat untuk berhijrah ke negeri tersebut, seperti Abdullah bin Abbas.

Faktor Penyebab Kemunculan Ahli Ra'yi di Irak
Ada beberapa sebab yang mendorong lahirnya manhaj ilmiah bagi madrasah ini, terutama di Kufah di antaranya:
ü  Menetapnya Abdullah bin Mas'ud di Kufah dalam tempo yang cukup
lama sejak zaman khilafah Umar menjadi guru, hakim dan mufti,
dan sering berhubungan dengan penduduk negeri ini sebagai guru
bagi mereka. la mempunyai murid yang banyak.
ü  Perbedaan geografis antara kota Irak dan Hijaz karena faktor tamadun
(peradaban) yang ada di Irak dan kesederhanaan yang ada di Madinah.
Hal ini memberi pengaruh yang besar terhadap munculnya beberapa
problematika yang tidak ada di negeri Hijaz, sangat beragam dan perlu
ditetapkan hukum syar'inya. Terkadang terdapat hal yang belum
ditetapkan hukumnya dan memerlukan ijtihad serta ra'yi. Hal ini
semakin memperluas penerapan ra'yi di negeri Irak yang sangat
berbeda dengan negeri Hijaz.
ü  Sedikitnya hadis yang sampai kepada penduduk Irak berbeda dengan negeri Hijaz. Walaupun Irak banyak dikunjungi para sahabat dibandingkan negeri-negeri taklukan yang lain, namun jumlah mereka belum sebanding dengan yang masih menetap di Madinah dan Mekah, apalagi terdapat pemalsuan hadis di Irak setelah lahirnya beberapa golongan yang saling bertikai. Hal tersebut membuat para fuqaha' Irak sangat ketat dalam menyeleksi hadis, menentukan syarat yang berat untuk mengamalkan hadis ahad yang menjadi bahan perdebatan di antara ulama di Madinah dan negeri lain. Akhirnya, kondisi ini membuat para ulama Irak lebih condong kepada logika (ra'yi).
Corak Fiqh Aliran Ahli Ra'yi
Corak fiqh pada madrasah ahli ra'yi adalah sebagai berikut.
ü  Memberikan perhatian khusus terhadap pencarian illat hukum dan hikmah pensyariatan serta mengaitkannya baik ada atau tidaknya. Ini karena mereka menganggap bahwa syariat Islam dapat dicerna maknanya, ia datang Untuk mewujudkan kamaslahatan hamba sehingga perlu dicari rahasia apa yang tersimpan di balik zahirnya
nash berupa Mat ditetapkannya syanat. Dalam hal ini mereka memakai manhaj yang sama dengan Umar bin Khaththab dan men'inggalkan metode Ibnu Mas'ud.
ü  Sangat selektif dalam menerima hadis ahad. Hal itu dilakukan karena
mereka sangat berhati-hati dalam meriwayatkan hadis Nabi H dan
tidak takut berbicara dengan pendapat pribadi karena menguasai,
apalagi Irak menjadi negeri yang penuh dengan hadis palsu yang
mengharuskan para ulama untuk lebih selektif dalam menyaring
sunnah. Akibat sikap keras ini mereka lebih mendahulukan qiyas
daripada hadis ahad yang sudah shahih menurut ulama yang lain.
ü  Penggunaan ra'yi tidak hanya terbatas pada masalah-masalah yang
sudah terjadi, akan tetapi juga terhadap berbagai permasalahan
iftiradhiyah (andaian) yang belum terjadi dan mereka sudah
menuangkan logika (ra'yi) di dalamnya. Ulama Kufah termasuk dari
golongan yang banyak memberikan perincian (tari') masalah fiqh yang dilandasi fiqh iftiradhi, bahkan sampai kepada mengandaikan suatu kejadian yang tidak mungkin terjadi. Dan inilah yang menjadi objek kritikan ulama Madinah sehingga mereka menamakan penduduk Kufah dengan sebutan "Ardatiyin" karena banyaknya ucapan mereka, 'Apa pendapat kamu jika begini dan begitu, apa hukumnya?" Akan tetapi, menurut hemat penulis justru cara inilah yang telah meluaskan ruang lingkup fiqh dan meletakkannya pada tingkat kematangan. Adapun semua masalah pengandaian yang ada, tidak lain hanya untuk melatih diri terhadap kaidah untuk memudahkan istinbat hukum terutama bagi yang sedang belajar, dengan alasan ini maka pengandaian tersebut sama halnya dengan seal-seal ujian pada zaman sekarang ini.


Jejak llmiah Madrasah Ahli Ra'yi
Madrasah ahli ra'yi telah meninggalkan warisan ilmu dalam bidang istinbat hukum dan perkembangan perundang-undangan yang dapat disimpulkan sebagai berikut :
ü  Para ulama madrasah ahli rdyi telah mengumpulkan hadis-hadis yang
mereka hafal dari para sahabat yang sempat bertemu dengan mereka,
termasuk fatwa, qadha' sahabat sehingga mereka mampu memberikan
solusi bagi permasalahan yang mereka hadapi.
ü  Para ulama madrasah ahli rdyi berhasil mengeluarkan illat'illat hukum
dan hikmahnya, termasuk kaidah umum bagi syariat, baik dari Alquran
dan sunnah Rasulullah M- Dengan bekal ini mereka dapat menjawab
semua problematika umat pada saat itu, membahas semua bab fiqh
sehingga mereka mampu mengumpulkan berbagai persoalan fiqh dan
meletakkannya dalam setiap bab fiqh yang sebelumnya belum ada.
ü  Para ulama madrasah ahli rdyi berhasil menutup pintu bagi para
pemalsu hadis yang tersebar di Irak karena mereka memberikan syarat
dan kaidah yang ketat, baik dari Alquran ataupun sunnah mutawatir
untuk menerima sebuah hadis sehingga dengan ini hancurlah semua
langkah dan upaya para pemalsu hadis.
F.      Sumber-Sumber Fiqh Pada Masa Dinasti Umayyah
Sumber fiqh pada zaman tabi'in masih terbatas pada Al-quran, sunnah, ijma', dan logika, tetapi ada sedikit perubahan dalam aspek penggunaannya :
ü  Terhadap Alquran, terdapat banyak perbedaan dalam menafsirkan nash'nash yang tidak qath'i interpretasinya yang sebelumnya tidak terjadi pada zaman sahabat. Hal tersebut dikarenakan para fuqaha' generasi ini tidak melihat langsung turunnya Alquran sehingga tidak mudah untuk memahami asbabun nuzul yang dapat membantu maksud ayat, sejarah turunnya ayat, mengenal nasikh dan mansukh kecuali jika bertemu langsung dengan sahabat, sedangkan tidak semua ulama tabi'in bertemu dengan sahabat, ditambah lagi petbedaan kemampuan linguistik di antata mereka yang terus mengalami perkembangan. Setelah berakhir zaman sahabat, beberapa peng-gunaan bahasa yang banyak digunakan di zaman Nabi H dan diguna-kan oleh Alquran sudah ditinggalkan. Inilah yang diingatkan oleh Umar dengan ucapannya, "Jagalah diwan kalian niscaya kalian tidak tersesat." Sahabat bertanya, "Apa itu diwan kami?" la menjawab, "Syair jahiliah, di sana ada tafsir bagi kitab dan makna ucapan kalian." Para fuqaha' pada zaman ini tidak sama derajatnya dalam memahami syair jahiliah, walaupun menggunakan bahasa mereka sendiri secara umum dan ini pasti menambah jurang pemisah di antara mereka dalam memahami makna Alquran.
ü  Terhadap As-Sunnah, mereka lebih banyak menggantungkan diri
dengannya dibandingkan pada zaman sahabat, terutama setelah
menyebar periwayatan hadis dan banyaknya fuqaha' yang memberi
fatwa. Oleh karena itu, muncul beberapa kelompok fuqaha' seperti
yang sudah dijelaskan, yaitu kelompok yang komitmen dengan
sunnah dan sangat selektif dan kelompok yang sangat bebas meng­
gunakan logika, dan kedua aliran ini tidak begitu terlihat pada zaman
sahabat.
ü  Terhadap ijma', pada zaman ini terjadi perbedaan tentang ijma' yang
dapat dijadikan sumber hukum, yaitu kesepakatan semua mujtahid
atau sebagian kelompok khusus, termasuk pendapat kaum Syiah yang
mengatakan kesepakatan semua mujtahid dari kalangan ahli bait.
Namun secara umumnya, berawal dari zaman ini ijma' banyak
mengalami dekresi urgensi sebagai sebuah sumber hukum bagi fiqh
Islam, setelah para fuqaha' menyebar ke berbagai pelosok negeri
sehingga sulit sekali bagi mereka untuk bertemu.
ü  Terhadap logika (ra'i), biasanya mereka menamakannya qiyas secara
umum. Terjadi perbedaan tentang legalitasnya seperti yang sudah kami
jelaskan, namun mayoritas ulama tetap menggunakannya walaupun
sebagian lebih condong memperkecil ruang qiyas kecuali jika terpaksa, dan sebagian yang lain agak longgar dalam pemakaiannya. Apa pun kesimpulannya, yang pasti semua produk ijtihad ulama yang betdasarkan logika pada saat itu tetap bersandar kepada qiyas dan bukan masldhat mursalah.
G.     Karakteristik Fiqh Pada Masa Dinasti Umayyah
Masa pemerintahan Dinasti Umayyah ini memiliki karakteristik fiqh tersendiri, antara lain sebagai berikut.
ü  Munculnya beberapa manhaj (metode) kajian fiqh yang bersih dari
pertikaian politik, terutama madrasah ahli hadis dan ahli ra'yi (logika).
ü  Sinergitas antara para mawali (keturunan hamba sahaya) dengan
orang-orang Arab dalam memegang kepemimpinan kedua madrasah
ini di berbagai negeri Islam.
ü  Perhatian terhadap As-Sunnah dan ini bisa dilihat dari:
a.       meluasnya periwayatan hadis;
b.      mengumpulkan sunnah dan riwayat para sahabat;
c.       pembukuan sunnah;
d.      membendung. arus pemalsuan hadis dan membongkar segala
makar mereka.
ü  Terpengaruhnya beberapa sumber hukum dengan pergolakan politik seperti ijma' dan tidak yakinnya sebagian orang terhadap sumber qiyas dan masiahat mursalah.
ü  Munculnya fiqh iftiradhiy (andaian) yang dibawa oleh ulama ahli ra'yi.
ü  sBanyaknya perbedaan dalam masalah/uru' fiqhiyah disebabkan oleh
perbedaan aliran politik dan hijrahnya sebagian ulama dari Madinah
Al-Munawarah ke berbagai negeri.





BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan

Periode Dinasti Bani Umayyah dimulai ketika para khalifah Bani Umayyah memegang tampuk kekuasaan kaum muslimin setelah terbunuhnya Imam Ali bin Abi Thalib pada tahun 41 hijriah, dan berakhir pada awal abad kedua hijriah sebelum berakhirnya Dinasti Umayyah pada tahun 32 hijriah. Zaman ini dipenuhi dengan berbagai peristiwa dan perkembangan, perbedaan fiqh, dan pergolakan politik karena sejak zaman awal berdirinya dinasti ini kaum muslimin terpecah kepada tiga golongan:
1)      Khawarij
2)      Syiah
3)      Jumhur Kaum Muslimin
Meningkatnya aktivitas fiqh pada zaman ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1.              menyebarnya para sahabat ke seluruh pelosok wilayah,
2.              meluasnya periwayatan hadis,
3.              para hamba sahaya mulai menggeluti fiqh dan ilmu syariat, dan
4.              munculnya beberapa aliran fiqh.
B.           Saran
Dengan selesainya makalah ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang ikut andil dalam penulisan makalah ini. Tak lupa kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik yang membangun selalu kami tunggu dan kami perhatikan.




DAFTAR PUSTAKA
-          Ahmed, Dr. Akbar S. Citra Muslim Tinjauan Sejarah dan Sosiologi. Jakarta : Erlangga, 1992
-          Al-Mukhdhori, Muhammad Tarikh Tasyri’ al-Islami. Tempat dan penerbit tidak disebutkan, 1981
-           Gibb, H.A.R. Islam dalam Lintasan Sedjarah. Jakarta : Yayasan Franklin, 1953
-          Hassan, Ibrahim, Sejarah Kebudayaan Islam, Yogyakarta, Kota Kembang












0 comments

SYARIAT ISLAM

KISAH NABI SULAIMAN A.S-Kisah Tauladan Para Nabi Allah KISAH NABI SULAIMAN A.S Allah s.w.t berfirman: "Dan sesungguhnya Kami...

Ikuti

Powered By Blogger

My Blog List

Translate

Subscribe via email