Segala puji bagi Allah swt yang telah memberikan limpahan karunia yang tidak terhingga sehingga penyusunan makalah ini
terselesaikan dengan baik, shalawat dan
salam kepada janjungan alam Nabi besar Muhammad Saw. pembawa risalah Allah swt mengandung pedoman hidup
yang terang bagi umat manusia didunia
dan diakhirat.
Makalah
ini mengkaji tentang “Sumber-Sumber
Hukum Islam Yang Diperselisihkan”.
Saya sadar bahwa penyusun makalah ini sangatlah jauh dari kesempurnaan, maka
dari ini saya sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Mudah-mudahan
makalah ini bermanfaat bagi para pembaca khususnya mahasiswa/i. Semoga juga
menjadi amal yang baik dan diterima disisi Allah SWT. Amiin.
Sigli, 8
Januari 2016
Kelompok 5
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR...................................................................................
i
DAFTAR ISI............................................................................................................ ii
BAB I : PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A.
Latar Belakang............................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah.......................................................................................... 2
C.
Tujuan Pembahasan....................................................................................... 2
BAB II : PEMBAHASAN...................................................................................... 3
A.
Sumber Hukum Islam yang Diperselisihkan......................................... ........ 3
B.
Kondisi Sosial Politik.................................................................................... 8
C.
Sejarah Pembentukan Hukum Keluarga........................................................ 12
D.
Pembaharuan Hukum Keluarga..................................................................... 15
BAB III : PENUTUP.............................................................................................. 10
A.
Kesimpulan.................................................................................................... 10
B.
Saran.............................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebelum menuju ke sumber hukum yang
diperselisihkan, ada baiknya kita ketahui terlebih dahulu tentang klasifikasi
sumber hukum fiqih. Berdasarkan sudut pandang kesepakatan ulama’, klasifikasi
sumber fiqih dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Sumber hukum yang telah disepakati semua
ulama’. Yang menempati kedudukan ini adalah al-Qur’an dan as-Sunnah.
2.
Sumber hukum
yang disepakati oleh mayoritas (jumhur) ulama’. Yang menempati kedudukan
ini adalah ijma’ dan qiyas.
3.
Sumber hukum
yang menjadi perdebatan para ulama’. Yang menempati kedudukan ini adalah ‘urf
(kebiasaan), istishhab (pemberian hukum berdasarkan keberadaannya pada masa
lampau), istihsan (anggapan baik tentang suatu hukum), maslahah mursalah
(pencetusan hukum berdasarkan prinsip kemaslahatan bersama), dan lain
sebagainya.
Sumber hukum dalam kategori ketiga yang akan
dibahas kali ini. Namun tidak semua sumber hukum yang dipersilisihkan yang akan
dibahas, melainkan hanya Istihsan dan Maslahah Mursalah. Melalui pemaparan
definisi serta argumentasi dari masing-masing penggunanya, dapat kita lihat
ke-hujjah-annya sebagai sumber hukum fiqih.
B. Rumusan Masalah
1. Sumber Hukum Islam yang Diperselisihkan
2. Kondisi Sosial Politik
3. Sejarah Pembentukan Hukum Keluarga
4. Pembaharuan Hukum Keluarga
C. Tujuan
Pembahasan
1. Sumber Hukum Islam yang Diperselisihkan
2. Kondisi Sosial Politik
3. Sejarah Pembentukan Hukum Keluarga
4. Pembaharuan Hukum Keluarga
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sumber Hukum
Islam yang Diperselisihkan
1. Istihsan Sumber Fiqh Yang Tidak Disepakati
Secara harfiyah, istihsan diartikan meminta
berbuat kebaikan, yakni menghitung-hitung sesuatu menganggapnya kebaikan.
Menurut istilah ulama ushul, istihsan adalah sebagai berikut:
a. Menurut Al-Ghazali dalam kitabnya Al-Mustashfa
juz I: 137, “Istihsan adalah semua hal yang dianggap baik oleh mujtahid menurut
akalnya”.
b.
Al-Muwafiq Ibnu
Qudamah Al-Hambali berkata, “Istihsan adalah suatu keadilan terhadap hukum dan
pandangannya karena ada dalil tertentu dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
c.
Abu Ishaq
Asy-Syatibi dalam mazhab Al-Maliki berkata, “Istihsan ialah pengambilan suatu
kemaslahatan yang bersifat juz’i dalam menanggapi dalil yang bersifat global”.
d.
Menurut
Al-Hasan Al-Kurkhi Al-Hanafi, “Istihsan ialah perbuatan adil terhadap sesuatu
permasalahan hukum dengan memandang hukum yang lain, karena adanya suatu yang
lebih kuat yang membutuhkan keadilan.
e.
Sebagian ulama
lainnya mengatakan bahwa Istihsan adalah perbuatan adil dalam hukum yang
menggunakan dalil adat untuk kemaslahatan manusia, dan lain-lain.[1]
2. Mashlahah Mursalah
Secara etimologi, mashlahah sama dengan
manfaat, baik dari segi lafal maupun makna. Mashlahah juga berarti manfaat atau
suatu pekerjaan yang mengandung manfaat. Sedangkan secara terminologi, menurut
Imam Ghazali, mashlahah ialah mengambil manfaat dan menolak kemudaratan dalam
rangka memelihara tujuan-tujuan syara’. Tujuan syara’ yang harus
dipelihara tersebut menurut Imam Ghazali ada lima bentuk, yaitu: memelihara
agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Apabila seseorang melakukan sesuatu
perbuatan yang pada intinya untuk memelihara kelima aspek tujuan syara’ di
atas, maka dinamakan mashlahah. Di samping itu, upaya untuk menolak segala
bentuk kemudaratan yang berkaitan dengan kelima aspek tujuan syara’ tersebut,
juga dinamakan mashlahah.Dengan demikian maslahah mursalah adalah suatu
kemaslahatan yang tidak mempunyai dasar dalil, tetapi juga tidak ada
pembatalnya. Sedangkan alasan dikatakan mursalah, karena syara’ memutlakkannya
bahwa di dalamnya tidak terdapat kaidah syara’ yang menjadi penguatnya ataupun
pembatalnya.
Dilihat dari segi kandungan mashlahah, para
ulam ushul fiqh membaginya kepada:
a.
Mashlahah
al-‘Ammah, yaitu kemaslahatan umum yang menyangkut kepentingan orang banyak.
Kemaslahatan umum itu tidak berarti untuk kepentingan semua orang, tetapi bisa
berbentuk kepentingan mayoritas umat. Misalnya, para ulama membolehkan membunuh
penyebar bid’ah yang dapat merusak aqidah umat, karena menyangkut kepentingan
orang banyak.
b.
Mashlahah al-Khashshah,
yaitu kemaslahatan pribadi dan ini sangat jarang sekali, seperti kemashlahatan
yang berkaitan dengan pemutusan hubungan perkwinan seseorangyang dinyatakan
hilang (maqfud).
Dilihat dari segi berubah
atau tidaknya mashlahah, menurut Muhammad Mushthafa al-Syalabi, guru besar
ushul fiqh di Universitas al-Azhar Mesir, ada dua bentuk, yaitu:
a.
Mashlahah
al-Tsabitah, yaitu kemaslahatan yang bersifat tetap, tidak berubah sampai akhir
zaman. Misalnya berbagai kewajiban ibadah, seperti shalat, puasa, zakat dan
haji.
b.
Mashlahah
al-Mutaghayyirah, yaitu kemaslahatan yang berubah-rubah sesuai dengan perubahan
tempat, waktu dan subjek hukum. Kemaslahatan seperti ini berkaitan dengan
permasalahan mu’amalah dan adat kebiasaan, seperti dalam masalah makan yang
berbeda-beda antar satu daerah dengan daerah lainnya.
Dilihat dari keberadaan mashlahah menurut
syara’ terbagi kepada:
a.
Mashlahah
al-Mu’tabarah, yaitu kemaslahatan yang didukung oleh syara’. Maksudnya, adanya
dalil khusus yang menjadi dasar bentuk dan jenis kemaslahatan tersebut.
Misalnya, hukuman atas orang yang meminum minuman keras dalam hadits Rasulullah
SAW. dipahami secara berlainan oleh ulama fiqih, disebabkan perbedaan alat
pukul yang digunakan Rasulullah SAW. ketika melaksanakan hukuman tersebut.
b.
Mashlahah
al-Mulghah, yaitu kemaslahatan yang ditolak oleh syara’, karena bertentangan
dengan syara’.
c.
Mashlahah al-mursalah,
yaitu kemaslahatan yang keberadaannya tidak didukung oleh syara’ dan tidak pula
dibatalkan, tetapi didukung oleh sekumpulan makna nash.
Golongan Maliky sebagai
pembawa bendera mashlahah mursalah, mengemukakan alasannya, yaitu seperti
praktek para sahabat yang telah menggunakan mashlahah mursalah, di antaranya
sahabat mengumpulkan al-Qur’an ke dalam beberapa mushaf. Padahal hal ini
tidak pernah dilakukan di masa Rasulullah SAW. Alasan yang mendorong mereka
melakukan pengumpulan itu tidak lain kecuali semata-mata karena maslahat, yaitu
menjaga al-Qur’an dari kepunahan karena meninggalkannya sejumlah besar hafidh
dari generasi sahabat.
Adapun alasan dari golongan yang tidak memakai dalil maslahat, dapat teringkas diantaranya sebagai berikut, mashlahat yang tidak didukung oleh dalil khusus akan mengarah pada salah satu bentuk pelampiasan dari keinginan nafsu dan cenderung mencari keenakan, dan mereka juga beralasan seandainya memakai maslahat sebagai sumber hukum pokok yang berdiri sendiri, niscaya hal itu akan menimbulkan terjadinya perbedaan hukum akibat perbedaan negara, bahkan perbedaan perorangan dalam suatu perkara.
Adapun alasan dari golongan yang tidak memakai dalil maslahat, dapat teringkas diantaranya sebagai berikut, mashlahat yang tidak didukung oleh dalil khusus akan mengarah pada salah satu bentuk pelampiasan dari keinginan nafsu dan cenderung mencari keenakan, dan mereka juga beralasan seandainya memakai maslahat sebagai sumber hukum pokok yang berdiri sendiri, niscaya hal itu akan menimbulkan terjadinya perbedaan hukum akibat perbedaan negara, bahkan perbedaan perorangan dalam suatu perkara.
3. ‘Urf
‘Urf menurut bahasa
berarrti mengetahui, kemudian dipakai dalam arti sesuatu yang yang diketahui,
dikenal, diangap baik dan diterima oleh pikiran yang sehat.Sedangkan menurut
para ahli ushul fiqh adalah sesuatu yang yang telah saling dikenal oleh manusia dan mereka
maenjadikan tradisi.
Ditinjau dari bentuknya ada dua macam:
a. Al Urf al Qualiyah ialah kebiasaan yang berupa perkataan, seperti kata lahm
(daging) dalam hal ini tidak termasuk daging ikan.
b. Al Urf al Fi’ly, ialah kebiaasaan yang berupa perbuaatan, seperti perbuatab
jual beli dalam masyarakat tampa mengucaplan akad jual-beli.
Ditinjau dari segi nilainya, ada dua macam :
Ditinjau dari segi nilainya, ada dua macam :
c. Al Urf As Shahih, yaitu urf’ yang baik dan
dapat diterima, karena tidak bertentangan dengan nash hukum syara’
d. Al Urf al Fasid ialah urf yang tidak dapat
diteima, karena bertentangan dengan hukum syara.
Ditinjau
dari luasnya berlakunya, ada dua macam :
a. Al Urf Am, ialah Urf’ yang berlaku untuk
seluruh tempat sejaka dahulu hingga sekarang.
b.
Al urf al Khas, yaitu urf
yang yang berlaku hanya dikenal pada suatu tempat saja, urf adalah kebiasaan
masyarakat tetentu.
Syarat-syarat urf dapat diterima oleh hukum islam:
Syarat-syarat urf dapat diterima oleh hukum islam:
c.
Tidak ada dalil
yang khusus untuk suatau masalah baik dalam al Qur’an atau as Sunnah.
d.
Pemakaian tidak mengakibatkan dikesampingkanya nas
syari’at termasuk juga tidak mengakibatkan masadat, kesulitan atau kesempitan.
e.
Telah berlaku
secara umum dalam arti bukan hanya dilakukan beberapa orang saja.
Para ulama berpendapat bahwa urf yang shahih
saja yang dapat dijadikan dasar pertimbangan mujtahid maupun para hakim untuk menetapkan
hukum atau keputusan.
Ulama Malikiyah banyak menetapkan hukum
berdasarkan perbuatan-perbautan penduduk madinah. Berarti menganggap apa yang
terdapat dalam masyarakat dapat dijadikan sumber hukum dengan ketentuan tidak
bertentangan dengan syara’.
Imam Syafi’i terkenal
dengan Qoul Qadim dan qoul jadidnya, karena melihat pratek yang belaku pada
masyarakat Bagdad dan mesir yang berlainan. Sedangkan urf yang fasid tidak
dapat diterima , hal itu jelas karena bertentangan dengan syarat nash maupun
ketentuan umum nash.
B. Kondisi Sosial
Politik
Beberpa perkembangan Islam antara lain sebagai
berikut.
1.
Bidang politik
Terjadi balance of power karena di bagian barat
terjadi permusuhan antara bani Umayyah II di Andalusia dengan kekaisaran
karoling di Perancis, sedangkan di bagian timur terjadi perseteruan antara bani
Abbasyah dengan kekaisaran Byzantium timur di semenanjung Balkan. Bani Abbasyah
juga bermusuhan dengan Bani Umayyah II dalam perebutan kekuasaan pada tahun 750
M. Kekaisaran Karoling bermusuhan dengan kekaisaran Byzanium timur dalam
memperebutkan Italia. Oleh karena itu terjadilah persekutuan antara Bani Abbasyah
dengan kekaisaran Karoling, sddangkan bani Umayyah II bersekutu dengan
Byzantium Timur. Persekutuan baru berakhir setelah terjadi perang salib
(1096-1291)
2.
Bidang Sosial
Ekonomi
Islam telah menguasai Andalusia pada tahun 711
M dan Konstantinopel pada tahun 1453 M. Keadaan ini mempunyai pengaruh besar
terhadap pertumbuhan Eropa. Islam berarti telah menguasai daerah timur tengah
yang ketika itu menjadi jalur dagan dari Asia ke Eropa. Saat itu perdagangan
ditentukan oleh negara-negara Islam. Hal ini menyebabkan mereka menemukan Asia
dan Amerika
3.
Bidang
Kebudayaan
Melalui bangsa Arab (Islam), Eropa dapat
memahami ilmu pengetahuan kuno seperti dari Yunani dan Babilonia. Tokoh tokoh
yang mempengaruhi ilmu pengetahuan dan kebudayaan saat itu antara lain sebagai
berikut.
a.
Al Farabi
(780-863M)
Al Farabi mendapat gelar guru kedua
(Aristoteles digelari guru pertama). Al Farabi mengarang buku, mengumpulkan dan
menerjemahkan buku-buku karya aristoteles
b.
Ibnu Rusyd
(1120-1198)
Ibnu Rusyd memiliki peran yang sangat besar sekali
pengaruhnya di Eropa sehingga menimbulkan gerakan Averoisme (di Eropa Ibnu
Rusyd dipanggil Averoes) yang menuntut kebebasan berfikir. Berawal dari
Averoisme inilah lahir roformasi pada abad ke-16 M dan rasionalisme pada abad
ke-17 M di Eropa. Buku-buku karangan Ibnu Rusyd kini hanya ada salinannya dalam
bahasa latin dan banyak dijumpai di perpustakaan-perpustakaan Eropa dan
Amerika. Karya beliau dikenal dengan Bidayatul Mujtahid dan Tahafutut Tahaful.
c.
Ibnu Sina
(980-1060 M)
Di Eropa, Ibnu Sina dikenal dengan nama
Avicena. Beliau adalah seorang dokter di kota Hamazan Persia, penulis buku-buku
kedokteran dan peneliti berbagai penyakit. Beliau juga seorang filsuf yang
terkenal dengan idenya mengenai paham serba wujud atau wahdatul wujud. Ibnu
Sina juga merupakan ahli fisika dan ilmu jiwa. Karyanya yang terkenal dan
penting dalam dunia kedokteran yaitu Al Qanun fi At Tibb yang menjadi suatu
rujukan ilmu kedokteran
4.
Bidang
Pendidikan
Banyak pemuda Eropa yang belajar di
universitas-unniversitas Islam di Spanyol seprti Cordoba, Sevilla, Malaca,
Granada dan Salamanca. Selama belajar di universitas-universitas tersebut,
mereka aktif menterjemahkan buku-buku karya ilmuwan muslim. Pusat penerjemahan
itu adalah Toledo. Setelah mereka pulang ke negerinya, mereka mendirikan seklah
dan universitas yang sama. Universitas yang pertama kali berada di Eropa ialah
Universitas Paris yang didirikan pada tahun 1213 M dan pada akhir zaman
pertengahan di Eropa baru berdiri 18 universitas. Pada universitas tersebut
diajarkan ilmu-ilmu yang mereka peroleh dari universitas Islam seperti ilmu
kedokteran, ilmu pasti dan ilmu filsafat
Banyak gambaran
berkembangnya Eropa pada saat berada dalam kekuasaan Islam, baik dalm bidang
ilmu pengetahuan, tekhnologi, kebudayaan, ekonomi maupun politik. Hal-hal
tersebut antara lain sebagai berikut.
Seorang sarjana Eropa,
petrus Alfonsi (1062 M) belajar ilmu kedokteran pada salah satu fakultas
kedokteran di Spanyol dan ketika kembali ke negerinya Inggris ia diangkat
menjadi dokter pribadi oleh Raja Henry I (1120 M). Selain menjadi
dokter, ia bekerja sama dengan Walcher menyusun mata pelajaran ilmu falak
berdasarkan pengetahuan sarjan dan ilmuwan muslim yang didapatnya dari spanyol.
Demikin juga dengan Adelard of Bath (1079-1192 M) yang pernah belajar pula di
Toledo dan setelah ia kembali ke Inggris, ia pun menjadi seorang sarjan yang
termasyhur di negaranya. Cordoba mempunyai
perpustakaan yang berisi 400.000 buku dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan
Banyak sarjana-sarjana
muslim yang berjasa karena telah meneliti dan mengembangkan ilmu pengetahuan,
bahkan karya mereka diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa meskipun ironisnya
diakui sebagai karya mereka sendiri.
Akibat atau pengaruh dari perkembangan ilmu pengetahuan Islam ini
menimbulkan kajian filsafat Yunani di Eropa secara besar-besaran dan akhirnya
menimbulkan gerakan kebangkitan atau renaissans pada abad ke-14. berkembangnya
pemikiran yunani ini melalui karya-karya terjemahan berbahasa arab yang
kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa latin. Disamping itu,
Islam juga membidani gerakan reformasi pada abad ke-16 M, rasionalisme pada
abad ke-17 M, dan aufklarung atau pencerahan pada abad ke-18 M.
Nasib kaum muslim di Spanyol sepeninggal Abu
Abdullah Muhammad dihadapakan pada beberapa pilihan antara lain masuk ke dalam
kristen atau meninggalkan spanyol. Bangunan-bangunan bersejarah yang dibangun
oleh Islam diruntuhkan dan ribuan muslim mati terbunuh secara tragis. Pada
tahun 1609 M, Philip III mengeluarkan undang-undang yang berisi pengusiran
muslim secara pakasa dari spanyol. Dengan demikian, lenyaplah Islam dari bumi
Andalusia, khusunya Cordoba yang menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan
di barat sehingga hanya menjadi kenangan.
C. Sejarah
Pembentukan Hukum Keluarga
Pada dasarnya term kompilasi merupakan adopsi dari bahasa inggris compilation atau
dalam bahasa Belanda berarti compilatie yang diambil dari kata
compilare yang artinya mengumpulkan bersama-sama, misalkan mengumpulkan
peraturan-peraturan yang tersebar di mana-mana. Lalu istilah inilah (kompilasi)
yang digunakan di Indonesia sebagai terjemahan langsung dari kata tersebut. [2]
Namun apabila penggunaan term kompilasi dalam konteks hukum Islam Indonesia,
maka biasanya dipahami sebagai fiqh dalam bahasa
perundang-undangan yang terdiri dari bab-bab, pasal serta ayat-ayat yang
tercakup di dalamnya. Padahal tidak seperti halnya dengan perundang-undangan
lainnya yang telah dikodifikasi. Karena kompilasi sedikit berbeda dengan
pengkodifikasian.
Secara faktual Peradilan Agama telah lahir sejak tahun 1882, namun dalam
mengambil putusan untuk sesuatu perkara tampak jelas para hakim Pengadilan
Agama belum mempunyai dasar pijak yang seragam. Hal itu terutama karena hukum
Islam yang berlaku belum menjadi hukum tertulis dan masih tersebar di berbagai
kitab kuning sehingga kadang-kadang untuk kasus yang sama, ternyata terdapat
perbedaan dalam pemecahan persoalan.
Dan dalam rangka mengisi kekosongan hukum dan adanya kepastian hukum dalam
memutus suatu perkara, Departemen Agama cq Biro Peradilan Agama melalui surat
edaran Nomor B/1/735 pada 18 Februari 1958, yang ditujukan kepada Pengadilan
Agama dan Pengadilan Tinggi Agama seluruh Indonesia untuk dalam memeriksa,
mengadili dan memutus perkara supaya berpedoman kepada 13 kitab fiqh yang
sebagian besar merupakan kitab yang berlaku di kalangan Mazhab Syafi’i. Dan
menyadari akan hal itu, maka para pakar hukum Islam berusaha membuat kajian
hukum Islam yang lebih komprehensif agar hukum Islam tetap eksis dan
dapat digunakan untuk menyelasaikan segala masalah dalam era globalisasi ini.
Dalam kaitan ini prinsip yang harus dilakksanakan adalah prinsip
maslahat yang berasaskan keadilan dan kemanfaatan.[3] Dalam
rangka inilah, Busthanul Arifin tampil dengan gagasan perlunya membuat
Kompilasi Hukum Islam.
Ide untuk mengadakan Kompilasi Hukum di Indonesia ini memang baru muncul
sekitar tahun 1985 dan kemunculannya ini adalah merupakan hasil kompromi antara
pihak Mahkamah Agung dengan Departemen Agama. Langkah untuk mewujudkan kegiatan
ini mendapat dukungan banyak pihak. Menurut Prof. Ismail Suny, pada bulan Maret
1985 Presiden Soeharto mengambil prakarsa sehingga terbitlah SKS (Surat
Keputusan Bersama) Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Agama yang membentuk proyek
Kompilasi Hukum Islam. Yang berarti sudah sedari dini kegiatan ini mendapat
dukungan penuh dari Kepala Negara.[4]
Landasan dalam artian sebagai dasar hukum keberadaan
Kompilasi Hukum di Indonesia adalah intruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tanggal
10 Juni 1991 kepada Menteri Agama RI yang mana Kompilasi hukum Islam tersebut
terdiri dari Buku I tentang Hukum Perkawinan, Buku II tentang Hukum Kewarisan,
dan Buku III tentang Hukum Perwakafan.[5]
Kelahiran UU Nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan, sebenarnya dapat dinyatakan sebagai upaya kompilasi, meskipun pada
saat itu namanya tetap undang-undang. Karena bagaimanapun juga UU memiliki daya
ikat dan paksa pada sobyek serta objek hukumnya, berbeda dengan kompilasi yang
sesuai dengan karakternya. Yang mana hanyalah menjadi pedoman saja, relatif
tidak mengikat.
Menurut Ahmad Rofiq bahwa ada 4 produk
pemikiran hukum Islam yang telah berkembang di indonesia yaitu ; fiqh,
fatwa ulama (hakim), keputusan pengadilan, dan perundang-undangan.[6] Sebagai
ijma’ ulama indonesia, Kompilasi Hukum Islam tersebut diharapkan dapat menjadi
pedoman bagi para hakim dan masyarakatnya. Karena pada hakikatnya secara
substansial kompilasi tersebut dalam sepanjang sejarahnya, telah menjadi hukum
positif yang berlaku dan diakui keberadaannya. Karena sebenarnya yang semula
yang dimaksud dengan Hukum Islam itu hukum yang ada dalam kitab-kitab fiqh yang
terdapat banyak perbedaaan pendapat di dalamnya, sehingga telah dicoba
diunifikasikan ke dalam bentuk kompilasi. Jadi dalam konteks ini, sebenarnya
terjadi perbahan bentuk saja yang berasal dari kitab-kitab fiqh menjadi
terkodifikasi dan terunifikasi dalam KHI yang substansinya juga tidak banyak
berubah selagi hukumnya masih bisa dipakai dalam kondisi lingkungannya
sekarang.
D. Pembaharuan
Hukum Keluarga
Bentuk pembaruan ini terbagi atas dua yaitu:
1.
Intra
Doctrinal Reform
Pembaruan yang masih berkisar pada pendapat-pendapat iman mazhab,
dengan model:
a.
Talfif
: mencampur adukan dengan undang-undang
b.
Tahayyur
: tetap pada satu mazhab yang diikuti
2.
Extra
Doctrinal Reform
Pola pembaruan yang sudah keluar dari Imam Mazhab, contohnya yaitu
Poligami
dilarang di Tunisia padahal dalam al-qur’an tidak dilarang.
Dengan dua
pola:
a.
metode siasyah
syar’iyah
b.
interpretasi
nash (melakukan ijtihad sendiri)
Isu-isu Pokok Undang-undang Islam Yang Mengalami Pembaruan Hukum
Hal
ini mendapatkan perhatian, diantaranya yaitu:
a.
pembatasan usia
minimal kawin dan jarak umur pasangan
b.
masalah
perwalian, peran wali dalam pernikahan
c.
persoalan
pendaftaran dan pencatatan pernikahan
d.
masalah
pembiayaan pernikahan, ada batas maxsimal mahar
e.
masalah
poligami
f.
masalah nafkah
istri dan keluarga
g.
persoalan talak
dan cerai dimuka Pengadilan
h.
persoalan hak-hak
perempuan setelah cerai
i.
masalah hamil
dan akibat hukumnya, anak diluar nikah
j.
masalah
hadhonah, hak pengasuhan anak pasca cerai
k.
masalah hak
waris
l.
masalah wakaf
ahli, keabsahan dan peralihan wakaf ahli
m.
masalah wasiat
bagi ahli waris.
Pembaharuan hukum Islam di Indonesia
juga bias dilihat dalam UU No.1/1974 tentang perkawinan. Undang-Undang
perkawinan ini adalah peraturan yang berlaku di kalangan warga
Indonesia,terutama untuk umat Islam yang selam ini terikat pada fiqh
munakahat. Undang-Undang perkawinan ini berbeda dengan fiqh munakahat menurut
paham madzhab syafi’i yang selam ini dijalankan oleh umat Islam di
Indonesia,bahkan juga berbeda dengan kitab-kitab fiqh yang selama ini
dipelajari di luar madzhab syafi’i, seperti penentuan batas usia perkawinan 19 tahun untuk laki-laki dan 16
tahun untuk perempuan. Hal ini tidak sesuai dengan fiqh yang membolehkan
perkawinan anak-anak.[7]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa Sumber Hukum Islam yang Diperselisihkan diantaranya yaitu :
1.
Istihsan Sumber
Fiqh Yang Tidak Disepakati
Secara harfiyah, istihsan diartikan meminta
berbuat kebaikan, yakni menghitung-hitung sesuatu menganggapnya kebaikan.
2.
Mashlahah
Mursalah
Secara etimologi, mashlahah sama dengan
manfaat, baik dari segi lafal maupun makna. Mashlahah juga berarti manfaat atau
suatu pekerjaan yang mengandung manfaat. Sedangkan secara terminologi, menurut
Imam Ghazali, mashlahah ialah mengambil manfaat dan menolak kemudaratan dalam
rangka memelihara tujuan-tujuan syara’.
3. ‘Urf
‘Urf menurut bahasa
berarrti mengetahui, kemudian dipakai dalam arti sesuatu yang yang diketahui,
dikenal, diangap baik dan diterima oleh pikiran yang sehat. Sedangkan menurut
para ahli ushul fiqh adalah sesuatu yang yang telah saling dikenal oleh manusia dan mereka
maenjadikan tradisi.
B. Saran
Makalah ini dalam penulisannya dan
penyajiannya memang sangat jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat
mengharapkan sekali sebuah kritikan atau saran yang sekiranya membangun guna
perbaikan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
https://ihreworte.wordpress.com/2014/05/05/sumber-sumber-hukum-fiqh-yang-diperselisihkan/
Abdurrahman, Kompilasi
Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Akademika Pressindo, 1992)
Abdul
Manan, Reformasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2007)
Amrullah Ahmad, Dimensi Hukum Islam
dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996)
Ahmad
Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 1998)
Muhammad Ali As-saayis,
Pertumbuhan Dan Perkembangan Hukum Fiqh, (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada,1995)
0 comments