BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masa nifas merupakan masa yang
rawan karena ada beberapa risiko yang mungkin terjadi pada masa itu, antara
lain : anemia, pre eklampsia/ eklampsia, perdarahan post partum, depresi masa
nifas, dan infeksi masa nifas. Diantara resiko tersebut ada dua yang paling
sering mengakibatkan kematian pada ibu nifas, yakni infeksi dan perdarahan.
Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002 / 2003 menunjukkan
bahwa angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih berada pada angka 307 per
100.000 kelahiran hidup, sedangkan pada tahun 2007 AKI menjadi 263 per 100.000
kelahiran hidup.
Adapun penyebab langsung yang
berkaitan dengan kematian ibu adalah komplikasi pada kehamilan, persalinan, dan
nifas tidak ditangani dengan baik dan tepat waktu. Kematian ibu pada masa nifas
biasanya disebabkan oleh infeksi nifas (10%), ini terjadi karena kurangnya
perawatan pada luka, perdarahan (42%) (akibat robekan jalan lahir, sisa placenta dan atonia uteri), eklampsi (13%), dan
komplikasi masa nifas (11%) (Siswono, 2005). Sedangkan jumlah kematian ibu pada
masa nifas di Propinsi Riau cenderung meningkat, berdasarkan data dari Dinas
Kesehatan Propinsi Riau bahwa jumlah kematian ibu dalam masa kehamilan, persalinan,
dan masa nifas tahun 2012 sebanyak 179 orang, tahun 2014 sebanyak 199 orang,
B.
Tujuan Penulisan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Definisi masa nifas
Masa nifas adalah : 1). dimulai
setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti
keadaan sebelum hamil, masa nifas berlangsung kira-kira 6 minggu (Saifudin,
2002 dan Sarwono, 2002); 2). masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai
sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama fase ini yaitu 6-8
minggu (Mochtar, 1998); 3). Stright (2007) mengatakan bahwa masa nifas adalah
periode setelah 6 minggu atau 40 hari setelah kelahiran, dimulai dari akhir
persalinan sampai dengan kembalinya organ-organ reproduksi ke keadaan sebelum
hamil. Masa nifas ini dimulai beberapa jam sesudah lahirnya placenta dan
mencakup 6 minggu berikutnya (Pusdiknakes-WHO-JHPIEGO, 2003).
B.
Klasifikasi nifas
Nifas dibagi dalam tiga periode
yaitu : 1). Puerperium dini yaitu kepulihan di mana ibu telah
diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan; 2). Puerperium
intermedialyaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang lamanya 6-8
minggu; 3).Remote puerperium adalah
waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil
atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa
berminggu-minggu, bulanan atau tahunan (Harnawatiaj,2008 )
Pada periode masa nifas keadaan
tubuh ibu akan berangsur kembali seperti sedia kala dan dapat dibagi menjadi
keadaan : a). masa segera setelah persalinan (dalam dua jam pertama
persalinan); b). 2-7 hari pasca-persalinan; c). 7-28 hari pasca persalinan
(Saraswati Ina, Tarigan Hakim Lukman, 2002).
C.
Perubahan fisiologis dan psikologis pada masa nifas
Pada masa ini terjadi
perubahan- perubahan fisiologi, yaitu : perubahan fisik, involusi uterus dan
pengeluaran lochea, laktasi/ pengeluaran air susu ibu, perubahan sistim tubuh
lainnya, dan perubahan psikis (Saifuddin, 2000). Terdapat tiga proses penting
pada masa nifas, yaitu : involusi, haemokonsentrasi dan proses laktasi atau menyusui.
1.
Perubahan Fisiologis
Dijumpai kejadian penting pada
masa nifas, yaitu :
a.
Rahim
(uterus),
Rahim adalah organ tubuh yang spesifik dan aneh, bisa mengecil dan
membesar dengan menambah dan mengurangi jumlah selnya. Uterus yang berbobot 60
gram sebelum kehamilan secara perlahan-lahan bertambah besarnya hingga 1 kg
selama masa kehamilan, dan setelah persalinan, akan kembali pada keadaan
sebelum hamil. Ketika bayi dilahirkan maka fundus uteri setinggi pusat dengan
berat uterus 1000 gram, pada akhir kala tiga persalinan tinggi fundus uteri
(TFU) teraba 2 jari di bawah pusat dengan berat uterus 750 gram, 1 minggu post
partum TFU teraba pertengahan pusat simpisis dengan berat uterus 500 gram, 2
minggu post partum TFU tidak teraba diatas simpisis dengan berat uterus 50
gram, 6 minggu post partum TFU bertambah kecil dengan berat uterus 50 gram
(Harnawatiaj, 2007).
Involusi atau pengerutan uterus
merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan
bobot hanya 60 gram (PUSDIKNAKES, WHO, JHPIEGO, 2003). Bila uterus tidak
mengerut, seperti pada kasus atonia
uteriatau hipotonia uteri, pembuluh darah masih terbuka dan darah masih
tetap mengalir keluar. Hal ini sangat berbahaya, oleh karena itu begitu bayi
dan plasenta lahir bidan atau petugas kesehatan berusaha tetap mempertahankan
kontraksi uterus, sehingga otot- otot rahim mengkerut semua, pembuluh darah
uterus terjepit dan darah berhenti mengalir.
Jika tidak, maka dapat terjadi
perdarahan. Proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi
otot- otot polos uterus (Bobak, 2005). Pada hari ke – 10 sampai dengan 14
setelah melahirkan rahim tidak teraba lagi dari luar, bekas plasenta (ari-ari)
yang tertanam dalam rahim disebutplasental bed, akan mengecil karena
kontraksi rahim dan akan kembali pada kondisi semula selama masa nifas (Huliana
Mellyna, 2001). Proses involusi terjadi karena adanya proses autolisis
(perusakan secara langsung jaringan hipertropi yang berlebihan). Sel- sel
tambahan yang terbentuk selama masa hamil menetap, inilah penyebab ukuran
uterus sedikit lebih besar setelah hamil (Harnawatiaj, 2007).Proses ini
akan disertai rasa sakit namun rasa sakit ini akan mulai hilang pada hari ke –
10 paska persalinan (Sinsin Iis, 2008).
Haemokonsentrasi, selama
hamil darah ibu relatif lebih encer, karena cairan darah ibu lebih banyak (haemodilatasi),
sementara sel darahnya berkurang. Bila diperiksa kadar darahnya (haemoglobin) akan tampak sedikit penurunan dari
angka normal, sebesar 11- 12 gr%. Sehingga umumnya ibu hamil cenderung
mengalami anemia pada masa kehamilannya, setelah melahirkan, sistim sirkulasi
darah ibu akan kembali seperti semula, darah kembali mengental, dimana kadar
perbandingan sel darah dan cairan darah kembali normal (Kurniasih Dedeh, 2005).
Umumnya hal ini terjadi pada hari ke-3 sampai 15 hari masa nifas (Novitasari,
2006).
b.
Lochea
Lochea adalah : (a). cairan yang keluar dari liang atau lubang senggama
setelah bayi lahir (Krisna, 2007); (b). sekret luka yang berasal dari luka
dalam uterus terutama luka plasenta dan keluar melalui vagina; (c). Sekret yang
berasal dari cavum uteri dan vagina dalam masa nifas (Harnawatiaj, 2007).
Mula- mula cairan berwarna
merah, kemudian berubah menjadi merah tua atau merah coklat, cairan ini dapat
mengandung bekuan darah kecil. Selama dua jam pertama setelah lahir, jumlah
cairan yang keluar dari uterus tidak boleh lebih dari jumlah maksimal yang
keluar selama menstruasi. Setelah waktu tersebut, aliran lochea yang keluar harus semakin berkurang
(Bobak, 2005).
Adapun jenis- jenis lochea berdasarkan urutan keluarnya adalah :
(a). Lochea rubra (cruenta),terutama
mengandung darah segar (seperti darah haid) dan debris desidua serta debris trofoblastik (verniks kaseosa,
lanugo, dan mekonium atau feses janin). Hal ini menunjukkan bahwa darah nifas
berpotensi mengandung banyak kuman. Aliran menyembur, menjadi merah muda atau
coklat setelah 1- 2 hari; (b). Lochea sanguinolenta/serosa, terdiri dari darah lama (old
blood), serum, leukosit, dan debris jaringan, berwarna kuning berisi darah
dan lendir yang terjadi sekitar hari ke-3 sampai hari ke-7. Setelah 10 hari
bayi lahir, warna cairan ini menjadi kuning sampai putih; (c). Lochea
serosa, berwarna kuning,
cairan tidak berdarah lagi terjadi pada hari ke 7 sampai 14 masa nifas; (d). Lochea alba, mengandung leukosit,
desidua, sel epitel, mukus, serum, dan bakteri yang keluar setelah 2 minggu
masa nifas. Lochea alba,
bisa bertahan selama dua sampai enam minggu setelah bayi lahir (Bobak, 2005).
Setiap perubahan pada pola pengeluaran lochea bila disertai suatu perpanjangan
pengeluaran darah, ada kemungkinan keadaan ini abnormal, seperti terdapat sisa
plasenta, selaput ketuban atau luka jalan lahir yang masih berdarah (Manuaba,
2002). Jika cairan yang keluar seperti nanah dan berbau busuk maka hal ini
merupakan tanda-tanda infeksi disebut lochea
purulenta dan bila
pengeluaran lochea tidak
lancar disebut lochiostasis.
Pengkajian jumlah aliran lochea berdasarkan observasi tampon perineum
sulit untuk dilakukan. Lochea
rubra yang menetap pada awal
periode nifas menunjukkan perdarahan berlanjut sebagai akibat fragmen placenta atau membran yang tertinggal.
Terjadinya perdarahan setelah hari ke-10 masa nifas menandakan adanya
perdarahan pada bekas tempat placenta yang mulai memulih. Namun, setelah 3- 4
minggu, perdarahan mungkin disebabkan oleh infeksi atau subinvolusi. Lochea serosa atau lochea alba yang berlanjut bisa
menandakan endometritis,terutama jika disertai demam, rasa sakit, atau
nyeri tekan pada abdomen yang dihubungkan dengan pengeluaran cairan.
Bau lochea menyerupai bau cairan menstruasi, jika lochea menimbulkan bau busuk biasanya hal
tersebut merupakan tanda infeksi dan perlu diingat bahwa tidak semua perdarahan
pervaginam pada masa nifas disebut lochea (Bobak, 2005).
c.
Serviks
Serviks mengalami involusi bersama-sama
uterus. Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. Delapan belas jam
setelah bersalin, serviks memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan
kembali ke bentuk semula. Serviks setinggi segmen bawah uterus tetap edematosa, tipis, dan rapuh
selama beberapa hari setelah ibu melahirkan. Ectoservix (bagian serviks yang menonjol ke
vagina) terlihat memar dan ada sedikit laserasi kecil, kondisi ini merupakan
tempat yang baik untuk perkembangan infeksi. Muara serviks yang berdilatasi 10 cm
sewaktu melahirkan, menutup secara bertahap. Dua jari mungkin masih dapat
dimasukkan ke dalam muara serviks pada hari ke-4 sampai ke-6 masa nifas, tetapi
hanya tangkai kuret terkecil yang dapat dimasukkan pada akhir minggu ke-2,
setelah 6 minggu persalinan serviks menutup. Muara serviks eksterna tidak akan
berbentuk lingkaran seperti sebelum melahirkan, tetapi terlihat memanjang
seperti suatu celah, sering disebut seperti mulut ikan (Bobak, 2005).
d.
Vagina
dan Perineum
Vulva dan vagina mengalami
penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi, dan
dalam beberapa hari pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap
berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu vulva dan vagina kembali kepada
keadaan tidak hamil. Estrogen pada masa nifas yang menurun berperan dalam
penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae.
Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap ke ukuran
sebelum hamil, enam sampai delapan minggu setelah bayi lahir. Rugae akan kembali terlihat pada sekitar
minggu ke empat, walaupun tidak akan semenonjol pada ibu yang nullipara. Pada umumnya rugae akan memipih secara permanen.
Penebalan mukosa vagina terjadi seiring pemulihan fungsi ovarium. Kekurangan
estrogen menyebabkan penurunan jumlah pelumas vagina dan penipisan mukosa
vagina. Kekeringan lokal dan rasa tidak nyaman saat koitus (dispareunia) menetap sampai fungsi ovarium kembali
normal dan menstruasi dimulai kembali.
Segera setelah melahirkan,
perineum menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh tekanan kepala bayi
yang bergerak maju. Pada masa nifas hari ke-5, perineum sudah mendapatkan
kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur dari pada keadaan
seperti sebelum melahirkan. Perineum adalah area jalan lahir (vagina) dengan
anus (rectum). Jika dalam persalinan dilakukan tindakan episiotomi maka
tindakan yang paling penting yaitu cara merawat atau membersihkannya. Ini
dilakukan pada persalinan ibu primipara, karena ibu belum memiliki pengetahuan
tentang cara mengejan yang baik (Saifuddin 2002).
Haemorrhoid (varises anus) umumnya terlihat. Ibu sering mengalami gejala
seperti rasa gatal, tidak nyaman dan perdarahan berwarna merah terang pada
waktu defekator. Ukuran haemorrhoid biasanya mengecil beberapa minggu
setelah bayi lahir.
e.
Sistim
Endokrin
Selama periode nifas, terjadi
perubahan hormon yang sangat besar, pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan
signifikan hormon-hormon yang diproduksi oleh organ tersebut. Penurunan hormon human placental lactogen (hPL), estrogen, dan kortisol, serta placental enzyme insulinase membalik efek diabetogenik kehamilan, sehingga kadar gula
darah menurun secara bermakna pada masa nifas. Kadar progesteron dan estrogen
menurun secara mencolok setelah plasenta lahir, kadar terendahnya dicapai
setelah satu minggu masa nifas.
Penurunan kadar estrogen
berkaitan dengan pembengkakan payudara dan diuresis cairan ekstraseluler
berlebih yang terakumulasi selama masa hamil. Pada ibu yang tidak menyusui
kadar estrogen mulai meningkat pada minggu kedua setelah melahirkan dan lebih
tinggi dari ibu yang menyusui pada masa nifas hari ke- 17. Waktu dimulainya
ovulasi dan menstruasi juga berbeda- beda pada ibu nifas yang satu dengan yang
lainnya. Hal ini dapat dipengaruhi oleh keputusan ibu untuk menyusui bayinya
atau tidak. Kadar prolaktin yang tinggi pada ibu yang menyusui tampaknya
berperan dalam menekan terjadinya ovulasi.
Karena kadar FSH (follicel
stimulating hormone) terbukti
sama pada ibu menyusui dan tidak menyusui, jadi dapat disimpulkan bahwa ovarium
tidak berespon terhadap stimulasi FSH ketika kadar prolaktin meningkat. Pada
ibu yang menyusui kadar prolaktin akan meningkat sampai minggu keenam setelah
melahirkan. Itulah sebabnya mengapa pada sebagian ibu nifas terjadi penundaan
haid, yakni haid tidak kunjung datang setelah bayi berusia 6 bulan bahkan ada
yang sampai berusia 12 bulan. Sebuah penelitian menyebutkan 10- 30% ibu
mengalami peningkatan kadar prolaktin yang terus menerus meskipun masa nifas
sudah berakhir. Gangguan ini disebut hiperprolaktinemia, Selain mengakibatkan penundaan
haid hal ini dapat menyebabkan amenorrhoe.
Pada beberapa ibu, gangguan ini
biasanya disertai dengan oligomenorrhoe (siklus haid lebih lama dari 35
hari) atau polymenorrhoe (siklus
haid lamanya kurang dari 21 hari), hipomenorrhoe (volume darah sedikit atau kurang
dari 10 cc dan singkat), menorraghia (haid ibu lama dan bergumpal- gumpal,
volume darah banyak atau > 80 cc) dan metrorrghia (perdarahan diluar msa haid). Bahkan
keadaan ini tidak jarang mengakibatkan perdarahan fungsional atau perdarahan
yang mengakibatkan tidak berfungsinya suatu organ tubuh) (Women Health’s
Mon, 2004).
Kadar prolaktin serum
dipengaruhi oleh frekuensi, lama menyusui dan banyaknya makanan tambahan yang
diberikan untuk ibu. Perbedaan individual dalam kekuatan menghisap bayi
kemungkinan juga mempengaruhi kadar prolaktin. Hal ini memperjelas bukti bahwa
menyusui bukanlah bentuk KB (Keluarga Berencana) yang baik. Setelah melahirkan,
kadar prolaktin pada ibu yang tidak menyusui mengalami penurunan mencapai
rentang sebelum hamil dalam dua minggu. Pada ibu yang tidak menyusui, ovulasi
terjadi dini, yakni dalam 27 hari setelah melahirkan, dengan waktu rata- rata
70- 75 hari. Pada ibu yang menyusui, waktu rata- rata terjadinya ovulasi
sekitar 190 hari.
Diantara ibu yang menyusui, 15
% mengalami menstruasi dalam enam minggu dan 45% dalam 12 minggu. Diantara ibu
yang tidak menyusui, 40% mengalami menstruasi dalam enam minggu, 65% dalam 12
minggu, dan 90% dalam 24 minggu. Pada ibu menyusui 80% siklus menstruasi
pertama tidak mengandung ovum (anovulatory). Pada ibu yang tidak menyusui
50% siklus pertama tidak mengandung ovum. Cairan menstruasi pertama setelah
melahirkan biasanya lebih banyak daripada normal. Dalam tiga sampai empat
siklus, jumlah cairan menstruasi ibu kembali seperti sebelum hamil (Bobak,
2005).
f.
Abdomen
Apabila ibu berdiri di hari
pertama setelah melahirkan, abdomennya akan menonjol dan ibu tampak seolah-
olah masih hamil. Dalam dua minggu setelah melahirkan, dinding abdomen ibu akan
rileks dan diperlukan sekitar enam minggu untuk dinding abdomennya kembali pada
keadaan sebelum hamil. Kulit memperoleh kembali elastisitasnya, tetapi sejumlah
kecil striae menetap. Pengembalian tonus otot
bergantung pada kondisi tonus sebelum hamil, senam nifas, dan jumlah jaringan
lemak.
g.
Sistim
Urinarius
Perubahan hormonal pada masa hamil
(kadar steroid yang tinggi) turut menyebabkan pengingkatan fungsi ginjal,
sedangkan penurunan kadar steroid setelah ibu melahirkan sebagian menjelaskan
sebab penurunan fungsi ginjal selama nifas. Fungsi ginjal kembali normal dalam
waktu satu bulan setelah ibu melahirkan. Diperlukan kira- kira dua sampai
delapan minggu supaya hipotonia pada kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis
ginjal kembali ke keadaan sebelum hamil. Pada sebagian kecil ibu, dilatasi
traktus urinarius bisa menetap selama tiga bulan.
Dalam 12 jam setelah bersalin,
ibu mulai membuang kelebihan cairan yang tertimbun di jaringan selama ia hamil.
Salah satu mekanisme untuk mengurangi cairan yang teretensi selama masa hamil
ialah diaforesis luas, terutama pada malam hari, selama
dua sampai tiga hari pertama setelah melahirkan. Diuresis pada masa nifas, disebabkan oleh
penurunan kadar estrogen, hilangnya peningkatan tekanan vena pada tungkai
bawah, dan hilangnya peningkatan volume darah akibat kehamilan, merupakan
mekanisme lain tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan. Kehilangan cairan
melalui keringat dan peningkatan jumlah urine menyebabkan penurunan berat badan
sekitar 2,5 kg selama masa nifas. Pengeluran kelebihan cairan yang tertimbun
selama hamil kadang- kadang disebut kebalikan metabolisme air pada masa hamil (reversal
of the water metabolism of pregnancy).
Trauma bisa terjadi pada uretra
dan vesica urinaria selama proses melahirkan, yakni
sewaktu bayi melewati jalan lahir. Dinding vesica
urinaria dapat mengalami
hiperemesis dan edema. Distensi vesica
urinaria yang muncul segera
setelah ibu melahirkan dapat menyebabkan perdarahan berlebih karena keadaan ini
bisa menghambat uterus berkontraksi dengan baik (Bobak, 2005).
h.
Sistim
Gastro Intestinal
Ibu biasanya merasakan lapar
setelah bersalin, oleh karena itu ibu boleh mengkonsumsi makanan ringan. Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna
menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan
anestesia bisa memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal.
Buang air besar secara spontan
bisa tertunda selama dua sampai tiga hari setelah ibu melahirkan. Hal ini dapat
disebabkan karena menurunnya tonus otot usus selama proses persalinan dan pada
awal masa nifas. Ibu seringkali sudah menduga nyeri saat defekasi akibat nyeri
yang dirasakannya pada perineum akibat episiotomi, laserasi atau haemorrhoid. Kebiasaan BAB yang
teratur perlu dicapai kembali setelah tonus usus kembali ke normal.
i.
Payudara
Konsentrasi hormon yang
menstimulasi perkembangan payudara ibu selama hamil (estrogen dan progesteron, human chorionik gonadotropin, prolaktin, kortisol, dan insulin)
menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Waktu yang dibutuhkan hormon- hormon
ini untuk kembali ke kadar sebelum hamil sebagian ditentukan oleh sikap ibu
dalam memutuskan apakah ibu akan menyusui bayinya atau tidak. Bagi ibu yang tidak menyusui biasanya payudara teraba nodular
(pada ibu yang tidak hamil teraba granular). Nodularitas bersifat bilateral dan
difus. Apabila ibu memilih untuk tidak menyusui dan tidak menggunakan obat
antilaktogenik, kadar prolaktin akan turun dengan cepat. Sekresi dan ekskresi
kolostrum menetap selama beberapa hari pertama setelah ibu melahirkan. Pada
jaringan payudara beberapa ibu, saat palpasi dilakukan pada hari kedua dan
ketiga, dapat ditemukan adanya nyeri seiring dimulainya produksi susu. Pada
hari ketiga dan keempat masa nifas bisa terjadi pembengkakan (engorgement),
karena pada hari tersebut ASI diproduksi. Jumlah rata- rata ASI yang dihasilkan
dalam 24 jam meningkat sejalan dengan waktu : minggu pertama (6 sampai 10 ons);
1- 4 minggu (20 ons); setelah 4 minggu (30 ons) (Stright, 2005).
Payudara teregang (bengkak),
keras, nyeri bila ditekan, dan hangat jika diraba (kongesti pembuluh darah
menimbulkan rasa hangat). Distensi payudara terutama disebabkan oleh kongesti
sementara vena dan pembuluh limfatik, bukan akibat penimbunan air susu. Air
susu dapat dikeluarkan dari puting. Jaringan payudara di axilla (tail of
spence) dan jaringan payudara
atau puting tambahan juga bisa terlibat. Pembengkakan dapat hilang dengan
sendirinya dan rasa tidak nyaman biasanya berkurang dalam 24 jam sampai 36 jam.
Apabila bayi belum menghisap (atau dihentikan), laktasi berhenti dalam beberapa
hari sampai satu minggu, sedangkan bagi
ibu yang tidak menyusui, ketika laktasi terbentuk, teraba suatu massa
(benjolan), tetapi kantong susu yang terisi berubah posisi dari hari ke hari.
Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba lunak dan suatu cairan kekuningan
(kolostrum) dikeluarkan dari payudara. Setelah laktasi dimulai, payudara teraba
hangat dan keras ketika disentuh. Rasa nyeri akan menetap selama sekitar 4 jam.
Susu putih kebiruan (tampak seperti susu skim) dapat dikeluarkan dari puting
susu. Puting susu harus dikaji erektilitasnya sebagai kebalikan dari inversi
dan untu menemukan apakah ada fissura atau keretakan.
j.
Sistim
Kardiovaskuler
Setelah terjadi diuresis yang
mencolok akibat penurunan kadar estrogen, volume darah kembali kepada keadaan
tidak hamil. Jumlah sel darah merah dan hemoglobin kembali normal pada hari
ke-5. Meskipun kadar estrogen mengalami oenurunan yang sangat besar selama masa
nifas, namun kadarnya masih tetap lebih tinggi dari pada normal. Plasma darah
tidak begitu mengandung cairan dan dengan demikian daya koagulasi meningkat.
Pembekuan darah harus dicegah dengan penanganan yang cermat dan penekanan pada
ambulasi dini (Harnawatiaj, 2007).
k.
Sistim
Neurologi
Perubahan neurologis selama
puerperium merupakan adaptasi neurologis yang terjadi saat ibu hamil dan disebabkan
trauma yang dialami ibu saat bersalin dan melahirkan.
l.
Sistim Musculo-Scletal
Adaptasi sistim musculoscletal ibu yang terjadi selama masa hamil
berlangsung secara terbalik pada masa nifas. Adaptasi ini mencakup hal- hal
yang membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat berat ibu
akibat pembesaran uterus. Stabilisasi sendi lengkap pada minggu keenam sampai
ke-8 setelah ibu melahirkan. Akan tetapi, walaupun semua sendi lain kembali ke
keadaan normal sebelum hamil, kaki ibu tidak mengalami perubahan setelah
melahirkan. Ibu yang baru menjadi ibu akan memerlukan sepatu yang ukurannya
lebih besar.
m.
Sistim
Integumen
Chloasma yang muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat kehamilan
berakhir. Hiperpigmentasi di areola dan linea nigra tidak menghilang seluruhnya
setelah bayi lahir. Pada beberapa ibu, pigmentasi pada daerah tersebut akan
menetap. Kulit yang meregang pada payudara, abdomen, paha, dan panggul mungkin
memudar, tetapi tidak hilang seluruhnya. Kelainan pembuluh darah sepertispider
angioma (nevi), eritema palmar, dan epulis biasanya berkurang sebagai
respons terhadap penurunan kadar estrogen setelah kehamilan berakhir. Pada
beberapa ibu spider nevi menetap. Rambut halus tumbuh dengan
lebat pada waktu hamil biasanya akan menghilang setelah ibu melahirkan, tetapi
rambut kasar yang timbul sewaktu hamil biasanya akan menetap. Konsistensi dan
kekuatan kuku akan kembali pada keadaan sebelum hamil. Diaforesis ialah perubahan yang sangat jelas
terlihat pada sistim integumen.
2.
Perubahan Psikologis
Selain mengalami perubahan-
perubahan fisiologi, ibu nifas juga mengalami perubahan psikologis, meliputi ;
a). Periode masa nifas merupakan waktu untuk terjadi stres, terutama ibu
primipara; b). Fungsi yang mempengaruhi untuk sukses dan lancarnya masa
transisi menjadi orang tua; c). Respon dan support dari kelurga dan teman
dekat; d). Riwayat pengalaman hamil dan melahirkan yang lalu; e). Harapan atau
keinginan dan aspirasi ibu saat hamil dan melahirkan. Periode ini diekspresikan
oleh Reva rubin yang terjadi 3 tahap yaitu :
(1). Fase taking-
in, atau tahap ketergantungan terjadi pada hari pertama sampai kedua masa
nifas, perhatian ibu terhadap kebutuhan dirinya, pasif dan tergantung. Ibu
tidak menginginkan kontak dengan bayinya bukan berarti tidak memperhatikan, ibu
lebih mengingat pengalaman melahirkan dan persalinan yang di alami, kebutuhan
tidur meningkat, nafsu makan meningkat. Dalam fase ini yang diperlukan ibu
adalah informasi tentang bayinya, bukan cara merawat bayinya; (2).Fase
taking- hold, fase ini
berlangsung kira- kira 10 hari. Ibu berusaha mandiri dan berinisiatif,
perhatian terhadap dirinya mengatasi tubuhnya, misalnya kelancaran miksi dan
defekasi, melakukan aktifitas duduk, jalan, belajar tentang perawatan diri dan
bayinya, timbul kurang percaya diri sehingga mudah mengatakan tidak mampu
melakukan perawatan. Pada saat ini sangat dibutuhkan sistim pendukung terutama
bagi ibu muda atau primipara karena pada fase ini seiring dengan terjadinya post partum blues; (3). Fase letting- go, atau saling ketergantungan.
Dimulai pada minggu ke-5-6 setelah persalinan. Di alami setelah ibu tiba
dirumah secara penuh merupakan pengaturan bersama keluarga, ibu menerima
tanggung jawab sebagai ibu dan ibu menyadari atau merasa kebutuhan bayi yang
sangat tergantung dari kesehatan sebagai ibu. Tubuh ibu telah sembuh, secara
fisik ibu mampu menerima tanggung jawab normal dan tidak lagi menerima peran
sakit. Kegiatan seksualnya telah dilakukan kembali (Harnawatiaj, 2007).
3.
Perawatan Pada Masa Nifas
Dimasa lampau perawatan nifas
sangat conservative,
dimana ibu nifas diharuskan tidur terlentang selama 40 hari. Dampak sikap
demikian pernah dijumpai di Surabaya, terjadi adhesi antara labium minus dan labium mayus
kanan dan kiri, dan telah berlangsung hampir enam tahun. Pada masa sekarang
perawatan nifas lebih aktif dengan dianjurkan untuk melakukan “mobilisasi dini”
(early mobilization). Perawatan
mobilisasi dini mempunyai keuntungan : melancarkan pengeluaran lochea, mempercepat involusi
alat kandungan, melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat perkemihan,
meningkatkan kelancaran peredaran darah, sehingga mempercepat fungsi ASI dan
pengeluaran sisa metabolisme.
Perawatan pada masa nifas
mengacu pada pelayanan medis dan kebidanan yang diberikan pada ibu nifas. Pada
masa ini, tubuh ibu mengadakan penyesuaian fisik dan psikologis terhadap proses
kelahiran. Ada beberapa aspek penting perawatan masa nifas, salah satu
diantaranya adalah pengobatan dini sepsis nifas yang mungkin mampu
menyelamatkan nyawa ibu dan bayinya. Pengobatan antibiotika yang diberikan
selama empat hari sejak timbulnya demam telah memberikan hasil yang baik pada
lebih dari 80% kasus (Royston Erica, 1994).
1.
Definisi
Perawatan masa nifas adalah
perawatan terhadap ibu hamil yang telah selesai bersalin sampai alat- alat
kandungan kembali seperti sebelum hamil, lamanya kira- kira 6-8 minggu. Akan
tetapi seluruh alat genitalia baru pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan
dalam waktu tiga bulan. Perawatan pada masa nifas sebenarnya dimulai pada kala
uri dengan menghindarkan adanya kemungkinan- kemungkinan perdarahan post partum
dan infeksi. Bila ada perlukaan jalan lahir atau luka bekas episiotomi, maka
dilakukan penjahitan dan perawatan luka sebaik- baiknya. Bidan harus tetap
waspada sekurang- kurangnya satu jam sesudah melahirkan, untuk mengatasi
kemungkinan terjadinya perdarahan post partum.
Perawatan nifas dilakukan dalam
bentuk pengawasan sebagai berikut :
a)
Rawat
Gabung (Rooming in), ibu dan bayi dapat ditempatkan dalam satu kamar
atau pada tempat yang terpisah. Keuntungan rooming
in adalah : mudah menyusukan
bayi, setiap saat selalu ada kontak antara ibu dan bayi serta sedini mungkin
ibu telah belajar mengurus bayinya (Mochtar, 1998).
b)
Pemeriksaan
Umum, meliputi tekanan darah, nadi, keluhan, dan sebagainya. Selain itu
dilakukan pemeriksaan pada kondisi ibu meliputi suhu badan, selera makan, dan
lain-lain.
c)
Pemeriksaan
Khusus, meliputi pemeriksaan pada payudara, dinding abdomen, perineum, bila ada
laserasi jalan lahir/ luka maka dilakukan penjahitan dan perawatan luka sebaik-
baiknya, vesica urinaria,
rektum, secret yang keluar (lochea atau fluor albus) serta keadaan
alat-alat kandungan (Mochtar, 1998).
2.
Tujuan
Perawatan
Adapun tujuan dari perawatan
pada msa nifas adalah :meningkatkan involusi uterus normal dan kembali ke
keadaan sebelum hamil; mencegah atau meminimalkan komplikasi pada masa nifas;
meningkatkan kenyamanan
dan penyembuhan pelvik, jaringan perianal dan perineal; membantu pemulihan
fungsi tubuh normal; meningkatkan pemahaman terhadap perubahan fisiologis dan
psikologis, memfasilitasi perawatan bayi baru lahir dan perawatan mandiri oleh
ibu baru; meningkatkan keberhasilan integrasi bayi baru lahir ke dalam unit
keluarga; menyokong keterampilan peran orangtua dan pelekatan orangtua- bayi;
menyiapkan perencanaan pulang yang efektif, termasuk rujukan yang tepat
perawatan lanjutan di rumah (Stright,RB, 2005)
3.
Nasehat
/ hal- hal yang perlu diperhatikan pada masa nifas
a)
Istirahat
dan mobilisasi, umumnya ibu sangat lelah setelah melahirkan, lebih- lebih bila
persalinan berlangsung lama, karena ibu harus cukup beristirahat. Ibu
memerlukan tidur yang banyak, berkisar 8- 12 jam per hari, ditambah tidak
banyak bergerak pada siang hari. Ibu harus tidur terlentang selama 6 jam
setelah bersalin pada ibu dengan persalinan yang normal dan 8 jam setelah
bersalin untuk mencegah perdarahan (pada ibu yang menjalani caesar). Sesudah 8
jam ibu boleh miring ke kiri dan ke kanan untuk mencegah terjadinya thromboemboli/ thrombosis atau penyumbatan pembuluh darah,
selain itu mobilisasi ini bertujuan untu mencegah terjadinya pembengkakan dan
memperlancar sirkulsi darah. Pada hari kedua telah dapat duduk bila perlu ibu
telah dapat melakukan senam nifas. Senam nifas ini bermanfat untuk memperbaiki
sirkulasi darah, memperbaiki sikap tubuh, kekuatan otot panggul, otot perut dan
otot tungkai bawah dan senam harus dilakukan secara bertahap. Senam nifas
sebaiknya dilakukan dalam waktu 24 jam setelah melahirkan, lalu secara teratur
setiap hari. Setiap gerakan senam diulang sebanyak lima kali. Setiap hari,
pengulangannya ditingkatkan menjadi 10 kali Pada hari ketiga masa nifas ibu
sudah dapat jalan-jalan dan hari keempat dan kelima boleh pulang (Sinsin Iis,
2008). Mobilisasi ini tidak mutlak, bervariasi tergantung pada adanya
komplikasi persalinan, nifas dan sembuhnya luka (Mochtar, 1998).
b)
Diet/
Makanan, makanan yang diberikan harus bermutu tinggi dan cukup kalori, cukup
protein, banyak cairan, banyak buah- buahan dan sayuran. Oleh karena itu ada
beberapa hal yang harus diperhatikan ibu pada masa nifas dalam pengaturan diet,
yakni :
·
Mengkosumsi
tambahan kalori sebesar 500 kalori setiap hari.
·
Makan
dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin yang
cukup.
·
Minum
sedikitnya 3 liter air sehari (anjurkan ibu minum setiap kali menyusui)
·
Pil
zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya selama 40 hari masa
nifas.
·
Minum
kapsul vitamin A yang dapat diberikan kepada bayinya melalui asinya.
Tetapi untuk memenuhi itu semua ibu tidak boleh memilih- milih
makanan, selama makanan tersebut baik untuk pemulihan ibu dan bayinya makan ibu
harus mengkonsumsinya, namun yang menjadi dilema bagi ibu setelah bersalin
adalah masalah berat badan yang kenaikannya sangat meningkat. Banyak ibu
menginginkan badannya kembali langsing seperti sebelum hamil, namun disisi lain
ia harus menjaga pola makannya agar air susu tetap lancar.
c)
Buang
Air Kecil (BAK), BAK harus secepatnya dilakukan sendiri (secara spontan) dalam
6- 8 jam, oleh karena itu bagi ibu nifas dianjurkan untuk minum 2- 3 liter per
hari agar dapat BAK dengan lancar selain itu minum air sebanyak 2-3 liter
perhari dapat menggantikan cairan tubuh yng hilang selama proses persalinan
(Sinsin Iis). Urine yang dikeluarkan dari beberapa
perkemihan harus diukur untuk mengetahui bahwa pengosonganvesica urinaria bejalan secara adekuat. Diharapkan
setiap kali berkemih, urine yang keluar adalah 150 ml (Bobak, 2005). Kadang-
kadang ibu nifas sulit untuk kencing, hal ini disebabkan oleh : (1). Adanya
tekanan padamusculus sphincter vesica
et urethrae akibat
pengeluaran kepala janin sewaktu persalinan (Hanafiah, 2004) dan spasme oleh sphincter ani selama persalinan; (2). Menurunnya
tonus vesica urinaria; (3).
Adanya edema akibat trauma; dan (4). Adanya rasa takut akan timbulnya rasa
nyeri. Bila vesica urinaria penuh dan ibu tidak dapat berkemih
sendiri, maka sebaiknya kateterisasi dilakukan untuk menghindari terjadinya
infeksi, karena pada masa ini mudah sekali terjadi infeksi seperti uretritis, sistitis, dan juga pielitis. Faktor pencetus timbulnya infeksi
tersebut umumnya karena adanya partus lama yang kemudian diakhiri dengan vacum ektraksi atau cunam, yang lebih parah lagi, hal
ini juga dapat mengakibatkan terjadinya retensio
urine. Bila perlu, sebaiknya dipasang duer
catheter atau indewling catheteruntuk memberi
istirahat pada otot- otot vesica
urinaria. Dengan demikian, jika ada kerusakan- kerusakan pada otot- otot vesica urinaria, otot- otot
cepat pulih kembali sehingga tugasnya cepat pula kembali (Yusuf. M, 2008).
d)
Buang
Air Besar (BAB), atau defecasi harus terjadi dalam waktu 3 sampai 4
hari masa nifas, bila ada obstipasi dan timbul coprostase hinggascibala tertimbun di rektum, kemungkinan akan
terjadi febris. Bila terjadi hal ini, maka dapat dilakukan hugnah atau diberi
laksansia per oral atau per rektal. Kemudian menganjurkan pada ibu untuk
melakukan mobilisasi sedini mungkin apalagi pada ibu yang proses persalinannya
berjalan dengan normal.
e)
Pakaian,
di pedesaan selama masa nifas, perut seorang ibu akan dibalut dengan kemban
(stagen) dan pahanya diikat rapat setiap hari, hal ini dimaksudkan untu
membantu mempercepat pemulihan uterus, padahal sebenarnya tindakan ini dapat
mengakibatkan terganggunya kontraksi uterus.
f)
ASI
dan Papilla Mamae, sejak
kehamilan muda, sudah terdapat persiapan- persiapan pada kelenjar- kelenjar mammae untuk menghadapi proses laktasi.
Laktasi adalah pembentukan dan pengeluaran ASI. Fisiologi laktasi itu sendiri
adalah pada saat persalinan hormon estrogen dan progesteron menurun sedangkan
prolaktin meningkat (Harnawatiaj, 2007). Perubahan yang terdapat pada kedua mammae antara lain, sebagai berikut : 1).
proliferasi jaringan, terutama kelenjar- kelenjar dan alveolus mammaedan lemak; 2). pada ductus lactiferus terdapat cairan yang kadang-
kadang dapat dikeluarkan berwarna kuning (kolostrum); 3). hipervaskularisasi,
terdapat pada permukaan maupun pada bagian dalam mammae. Pembuluh- pembuluh vena
berdilatasi dan tampak dengan jelas. Tanda ini merupakan salah satu tanda tidak
pasti untuk membantu diagnosis kehamilan; 4). setelah partus, efek supresi dari
estrogen dan progesteron terhadap hipofisis menghilang. Mammae yang
dipersiapkan pada masa kehamilan terpengaruhi, pengaruh oksitosin mengakibatkan
mioepitelium kelenjar- kelenjar susu berkontraksi, sehingga pengeluaran air
susu dilaksanakan. Umumnya produksi air susu berlangsung pada hari ke- 2- 3
post partum. Pada hari pertama air susu mengandung kolostrum, yang merupakan
cairan kuning lebih kental dari pada air susu, mengandung banyak protein
albumin dan globulin, oleh karena itu ASI (air susu ibu) sangat mudah dicerna
oleh bayi.
Kadar prolaktin akan meningkat
dengan perangsangan fisik pada puting mammae.
Dengan menetekkan bayi pada ibunya maka akan terjadi peningkatan produksi
prolaktin yang mengakibatkan meningkatnya ASI, isapan pada puting susu
merupakan rangsangan psikis yang secara reflektoris mengakibatkan oksitosin
dikeluarkan oleh hipofise. Semakin sering ibu menetekkan bayinya, maka semakin
meningkat pula produksi ASI (Saifuddin, 1999).
Supresi laktasi dengan
pemberian estrogen untuk supresi LH seperti tablet Lynoral dan parlodel perlu dilakukan jika ibu
memutuskan untuk tidak menyusui atau jika bayi meninggal, selain pemberian supresi
dilakukan pembalutan mammae sampai tertekan. Salah satu intervensi
nonfarmakologi yang sangat penting ialah mengenakan bra yang pas dan memberi
topangan yang baik sekurang-kurangnya selam 72 jam pertama setelah melahirkan
(Bobak, 2005), selain itu perlu juga diperhatikan khususnya bagi ibu yang
menyusui untuk melakukan breast
care (perawatan mammae) yang
telah dimulai sejak ibu hamil supaya puting susu lemas, tidak keras, dan kering
sebagai persiapan untuk menyusui bayinya, dan bagi ibu-ibu yang baru bersalin
dianjurkan sekali menyusukan bayinya karena sangat baik untuk kesehatan bayinya
(Mochtar, 1998).
Hal- hal yang mempengaruhi
pembentukan dan pengeluaran ASI adalah : 1). Faktor anatomi payudara; 2).
Faktor fisiologi nutrisi ibu; 3). Faktor istirahat; 4). Faktor hisapan bayi;
5). Obat- obatan; 6). Psikologi.
Adapun tujuan perawatan
payudara antara lain : 1). Menjaga kebersihan payudara terutama kebersihan
puting susu agar terhindar dari infeksi; 2). Menguatkan alat payudara,
memperbaiki bentuk puting susu sehingga bayi menyusui dengan baik; 3).
Merangsang kelenjar di susu sehingga produksi ASI lancar; 4). Mengetahui secara
dini kelainan puting susu dan melakukan usaha untuk mengatasinya; 5).
Mempersiapkan psikologi ibu untuk menyusui; 6). Mencegah pembendungan ASI
(Almaqlansyah, 2008).
g)
Kembalinya
Kesuburan dan Penggunaan Kontrasepsi pada masa nifas
Ovulasi dan dimulainya
menstruasi dipengaruhi apakah ibu menyusukan bayinya atau tidak. Ibu yang
menyusui bayinya memulai kembali menstruasinya dalam 12 minggu sebesar 45%, 80%
memiliki satu atau lebih siklus anovulatory sebelum ovulasi yang pertama,
sedangkan 40% ibu yang tidak menyusui memulai kembali menstruasinya dalam 6
minggu setelah melahirkan, 65% dalam 12 minggu dan 90% dalam 24 minggu, 50%
berovulasi selama siklus pertama (Stright, 2005). Oleh karena itu penggunaan
alat kontrasepsi (lebih awal) atau segera setelah persalinan dianjurkan untuk
melindungi ibu dari kehamilan.
Biasanya ibu tidak akan
menghasilkan sel telur (ovulasi) sebelum
ibu mendapatkan lagi haidnya selama meneteki. Oleh karena itu, penggunaan alat
kontrasepsi dapat ditunda sampai usia bayi 6 bulan apabila ibu belum haid.
Metode Amenore Laktasi
dapat dipakai sebelum haid pertama kembali untuk mencegah terjadinya kehamilan
baru. Namun cara ini mengakibatkan risiko 2% ibu mengalami kehamilan. Umumnya,
alat kontrasepsi (alkon) yang direkomendasikan pada saat pertama kali melakukan
hubungan seksual setelah nifas adalah kondom. Penggunaannya praktis dan cukup
terjamin akurasinya, untuk berikutnya alkon yang disarankan adalah IUD (intra
uterine device) (Astusti
Panji Marfuah, 2008).
Pembicaraan awal tentang
kembali ke masa subur dan melanjutkan hubungan seksual setelah kelahiran, pada
ibu nifas sangat penting. Hubungan seks yang dilakukan selama masa nifas sangat
berbahaya, karena pada saat itu serviks masih terbuka sehingga berisiko
terhadap hal- hal berikut : 1). Infeksi, akibat hubungan seks pada saat serviks
masih terbuka dapat menyedot kuman yang hidup diluar masuk kedalam uterus sehingga
menyebabkan infeksi; 2). Sudden
Death, mati mendadak setelah
berhubungan seks. Pergerakan teknis dalam hubungan seks di vagina dapat
mengakibatkan udara masuk kedalam uterus karena serviks masih terbuka. Dalam
kondisi ini pembuluh darah bisa menyedot udara yang masuk dan membanyanya ke
jantung. Udara yang masuk ke jantung dapat mengakibatkan kematian mendadak,
oleh karena itu secara medis ibu dan suami tidak diperbolehkan melakukan
hubungan seksual selama masa nifas (Uttiek, 2008).
Hubungan seks pada ibu yang
mendapat robekan jalan lahir, relatif lebih luas akan membutuhkan waktu yang
lebih lama dibanding dengan ibu yang tidak mengalami robekan jalan lahir. Tapi
umumnya, hubungan suami istri boleh dilakukan setelah 40 hari masa nifas,
batasan waktu ini dibuat atas pemikiran pada waktu itu semua luka akibat
persalinan, termasuk luka episiotomi dan luka bekas sectio caesaria biasanya telah sembuh dengan baik
(Novitasari, 2006).
Pengaturan pada kehamilan
berikutnya juga sudah harus dipersiapkan. Pada ibu yang menyusui disarankan
untuk menggunakan alat kontrasepsi bukan hormonal seperti IUD, sementara ibu
yang tidak memberikan ASI bisa memilih yang lain (Saraswati Ina, Tarigan HL,
2002).
Tidak semua ibu nifas menjalani
masa nifasnya dengan normal, terkadang beberapa ibu mengalami masalah pada masa
nifas seperti : (i). suhu badan yang meninggi; (ii). adanya rasa nyeri,
misalnya nyeri pada bekas luka jahitan episiotomi. Untuk mengurangi rasa nyeri
akibat jahitan pada perineum maka perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut : a).
kompres dengan es; b). pembalut wanita harus diganti 4 jam sekali dan bersihkan
daerah perineum; c).berendam dengan air hangat jika dirasa perlu; d). pemanasan
dengan sinar infra merah selama 5 menit; e). lakukan tidur dengan ketinggian sudut
bantal tidak lebih dari 30 derajat, serta tak lupa mengajarkan pada ibu tentang
cara menjaga kebersihan diri terutama cara membersihkan daerah kelamin dengan
sabun dan air, yaitu membersihkan daerah vulva terlebih dahulu, dari depan
kebelakang, baru kemudian membersihkan daerah sekitar anus. Dan mencuci tangan
dengan air dan sabun sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelamin. Kemudian
menghindari menyentuh daerah luka jika ibu mempunyai luka episiotomi atau
laserasi (Sarwono, 2002); (iii). permasalahan urine, (iv). pengeluaran darah yang tidak
lancar/ terus menerus, pada sebagian ibu, perdarahan nifas dapat
berlangsung lebih singkat, misalnya pada ibu yang proses persalinannya
diselesaikan dengan operasi caesar,
memiliki darah nifas yang lebih sedikit dan masa perdarahannya lebih singkat.
Pada operasi caesar,umumnya
rahim ibu akan dibersihkan, selain itu kontraksi uterus juga dijaga dengan
obat- obatan pengeras uterus, yang harus dipahami oleh ibu- ibu nifas adalah
meskipun perdarahan nifas berlangsung singkat, misalnya hanya 4 minggu, maka
sebaiknya ibu tetap menganggap masa nifas belum selesai, karena masa nifas
berlangsung selama 40 hari baik bagi ibu yang melahirkan normal maupun caesar, sebab meskipun gejala
nifasnya sudah berlalu, belum tentu uterus ibu sudah kembali pada posisi
semula, sebaliknya perdarahan nifas dapat berlangsung lebih lama dari 40 hari,
keadaan ini jelas harus disikapi secara hati- hati karena perdarahan panjang
biasanya terjadi jika proses kontraksi uterus berlangsung tidak semestinya atau
lemah. Penyebabnya bisa karena ada sesuatu yang tersisa dalam uterus, misalnya
plasenta, atau selaput amnion yang kemudian membungkus sisa darah yang membeku
sehingga bekuan darah tersebut menjadi benda asing dalam uterus. Selain itu
bisa juga karena infeksi puerperalis yang menyebabkan darah lama berhenti
atau anemia yang membuat kontraksi uterus kurang dan ibu terus menerus letih,
sehingga mempengaruhi faktor psikis dan emosionalnya; (Kurniasih Dedeh, 2005);
(v). penurunan berat badan (BB), (vi). tidak normalnya defecasi (Harnawatiaj,
2007).
Kunjungan Ulang
Ibu masa nifas diharapkan
datang ke sarana pelayanan kesehatan guna mendapatkan pemeriksaan kesehatan
dalam seminggu dan sebulan pertama masa nifas. Kunjungan ulang diperlukan untuk
menilai status kesehatan ibu, pertumbuhan dan perkembangan bayi, konseling
kebutuhan gizi dan kebersihan, upaya mengatasi masalah dalam pemberian ASI
ekslusif, keluarga berencana serta imunisasi.
Pemeriksaan ibu dalam kunjungan
ulang dilakukan untuk : mengetahui proses involusi, kebersihan perineum,
kebutuhan gizi termasuk pemberian tablet zat besi, menilai status kesehatan ibu
dan bayi, keluarga berencana dan keberhasilan ASI ekslusif (Saraswati Ina,
Tarigan HL, 2002).
Ada tiga kunjungan yang
dilakukan pada masa nifas :
a)
2-6
jam pertama post partum
Semua ibu memerlukan pengamatan
yang cermat dan penilaian dalam awal masa pasca salin. Sebelum ibu dipulangkan
dari klinik atau sebelum bidan meninggalkan rumah ibu, proses penatalaksanaan
kebidanan selalu dipakai untuk : 1). mendeteksi komplikasi dan perlunya
perujukan: 2). memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara
mencegah perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya, menjaga gizi yang baik,
serta mempraktekan kebersihan yang aman: 3). memfasilitasi hubungan dan ikatan
batin antara ibu dan bayi: 4). memulai dan mendorong pemberian ASI.
Adapun komponen-komponen dalam
pemeriksaan fisik dan penilaian adalah : 1). kesehatan umum yaitu menggali
perasaan ibu pada masa nifas: 2). tanda-tanda vitalnya: 3) fundus: 4). Lochea:
5). vesica urinaria.
Parameter
|
Penemuan Normal
|
Penemuan Abnormal
|
Kesehatan umum
|
· letih
|
· Terlalu letih, lemah
|
Tanda-tanda Vital
|
· TD
<140/90;mungkin bisa naik dari tingkat di saat pra persalinan 1-3 hari
pasca salin
· Suhu
tubuh <38°C
· Denyut
: 60-100
|
· TD > 140/90
· Suhu > 38 °C
· Denyut : >100
|
Fundus
|
· Kuat,berkontraksi
baik
· Tidak
berada di atas ketinggian
|
· Lembek
· Diatas ketinggian fundus saat masapasca salin
|
Lochea
|
· Merah
kehitaman (lochea rubra)
· Bau
biasa
· Tidak
ada gumpalan darah atau buir-butir darah beku (ukuran jeruk kecil)
· Jumlah
perdarahan yang ringan atau sedikit (hanya perlu mengganti pembalut setiap
2-4 jam)
|
· Merah terang
· Bau busuk
· Mengeluarkan
gumpalan darah
· Perdarahan berat (memerlukan penggantian pembalut setiap 0-2 jam)
|
Kantung kemih
|
· Bisa buang air
|
· Tidak bisa buang air
|
b)
2-6
hari post parum dan 2-6 minggu setelah kelahiran
Kunjungan post partum yang
dilakukan -6 hari setelah bersalin dan 2-6 minggu setelah bersalin adalah
hampir sama. Tujuan dari kunjungan-kunjungan ini adalah untuk : 1). Memastikan
bahwa ibu sedang dalam proses penyembuhan yang aman; 2). Memastikan bahwa bayi
sudah bisa menyusui tanpa kesulitan dan sudah bertambah berat badanya; 3).
Memastikan bahwa ikatan batin antara ibu dan bayi sudah terbentuk; 4).
Memprakarsai penggunaan kontrasepsi; 5). Menganjurkan ibu membawa bayinya ke
unit kesehatan setempat (posyandu) untuk ditimbang dan imunisasi.
Dalam menggunakan proses
penatalaksanaan kebidanan dengan ibu yang sudah 2-6 hari atau 2-6 minggu pasca
salin adalah hampir sama dengan pasca salin awal (6 jam pertama), diantaranya
sebagai berikut :
Pemeriksaan fisik pada umumnya : 1). Tanda-tanda vital; 2).
Payudara : kemontokan, suhu, warna merah, nyeri puting atau pecah ujungnya; 3).
Abdomen : tinggi fundus, kekokohan, kelembutanya; 4). Lochea : warna, banyaknya, bekuan, baunya;
5). Perineum : edema, peradangan, jahitan, nanah; 6). Tungkai : tanda-tanda
Homan, gumpalan darah pada otot kakiyang menyebabkan nyeri.
Adapun tanda-tanda bahaya pasca
persalinan yang harus diketahui ibu adalah : 1). Perdarahan vagina yang luar
biasa atau tiba-tiba bertambah banyak (lebih dari perdarahan haid biasa atau
bila memerlukan penggantian pembalut 2 kali dalam setengah jam); 2).
Pengeluaran vagina yang baunya menusuk; 3). Rasa sakit di bagian bawah abdomen
atau punggung; 4). Sakit kepala yang terus menerus, nyeri ulu hati, atau
masalah penglihatan; 5). Pembengkakan diwajah atau di tangan; 6). Demam,
muntah, rasa sakit waktu berkemih, atau jika tidak merasa enak badan; 7).
Payudara yang berubah menjadi merah, panas, dan atau terasa sakit; 8).
Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang lama; 9). Rasa sakit, merah, lunak, dan
atau pembengkakan di kaki; 10). Merasa sangat sedih atau tidak mampu mengasuh
sendiri bayinya atau diri sendiri; 11). Merasa sangat letih atau nafas
terengah-engah (PUSDIKNAKES, WHO, JHPIEGO, 2003).
Dengan mengetahui tanda-tanda
bahaya pada masa nifas di harapkan ibu akan dapat melakukan upaya pencegahan
dan penanggulangan serta dapat menentukan sikap apabila ibu mengalami salah
satu dari tanda bahaya di atas.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti
Panji Marfuah. “Hubungan Intim”. Memakai
Alat Kontrasepsi”. 2008.
<http://yuwielueninet.wordpress.com/2008/03/19/sat-tepat-untu-ya-ya-ya/>
(26 Juni 2008)
Almaqlansyah
“Indoskripsi”. Melakukan
Perawatan Payudara. 2008.
<http://www.indoskripsi.com/2008/05/23/melakukan-perawatan-payudara-revisi.htm>
(1 juli 2008)
Bobak;
et all (2005). Buku Ajar
Keperawatan Maternitas Edisi 4, Jakarta. EGC
Budiarto,
E., 2002. Biostatistik, Jakarta. EGC
Data
Statistik Indonesia “Keluarga Berencana”. Defenisi & Istilah KB. 2008 <http://www.datastatistik-indonesia.com/content/view/330/330/>(1
juli 2008)
Erica
Royston (1994). Pencegahan
Kematian Ibu Hamil. Binarupa Aksara. Jakarta
Hanafiah,M,T.PerawatanMasaNifas.2004.<http://library.usu.ac.id/download/fk/obstetri.tmhanafiah.pdf>
(23 Juni 2008)
Harnawatiaj.MasaNifas.2008.<http://www.harnawatiaj.wordpress.com/2008/05/04/masa-nifas/>
(25 Juni 2008)
Huliana
Mellyna (2001), Panduan
Menjalani Kehamilan Sehat, Jakarta. Puspa Swara
Iis
Sinsin (2008). Masa Kehamilan
dan Persalinan, Jakarta. PT.Elex Media Komputindo
Kurniasih
Dedeh. “Nakita”. Kok,
Darah Nifasku Lama Berhenti ?. 2005.<http://www.tabloidnakita.com/artikel.php3?edisi=05226&rubrik=kecil> (26 Juni 2008)
Mochtar
Rustam (1998), Sinopsis
Obstetri, Jakarta. EGC
Novitasari.
“Masa setelah Melahirkan”. Dilema
Nifas dan kenyerian Hubungan Seks.2006.<http://www.balipost.co.id/BaliPostcetak/2006/1/15/kel1.html>
( 25 Juni 2008).
Notoatmodjo
Soekidjo (2005), Metodologi
Penelitian Kesehatan, Jakarta. Rineka Cipta
PUSDIKNAKES.WHO.JHPIEGO
(2003), Asuhan Kebidanan Post
Partum Buku 4, Jakarta
Riduwan
(2004), Metode & Teknik Menyusun Tesis, Bandung.
Alfabeta
Saraswati
Ina. Tarigan Hakim Lukman (2002), Komunikasi
Efektif Ibu Selamat, Bayi Sehat, Keluarga Bahagia. Jakarta
Stright
(2005), Keperawatan Ibu- Bayi
Baru Lahir. Edisi 3, Jakarta. EGC
Suyanto,
Salamah Umi (2008), Riset
Kebidanan Metodologi dan Aplikasi, Jogjakarta.
Mitra Cendikia
Uttiek.
“Hubungan Intim”. Saat
Tepat untuk “ya, ya, ya”. 2008.
<http://yuwielueninet.wordpress.com/2008/03/19/sat-tepat-untuk-ya-ya-ya/>
(26 Juni 2008)
Varney
Helen (2002), Buku Saku Bidan,
Jakarta, EGC
Warow
Web “Kesehatan Rakyat”. Kematian
Pada Ibu Menurun, Walaw Masih Tinggi.2008.<http://www.sinarharapan.co.id/berita/0705/30/kesra03.html/>
(1 juli 2008)
Women
Health’s Mon. “Hidup Sehat Alami”. Tak
Kunjung Haid Selepas Nifas.
2004.<http://cyberman.cbn.net.id/cbprtl/common/ptofriend.aspx?x=Health+Woman&y=cybermed.%7c0%7c14%7c538>
(26 Juni 2008)
Yusuf,M.FisiologiNifas.2008.<http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/05/fisiologi-nifas-yusuf.ppt>
(25 Juni 2008)
Tanggal
Pengkajian :
12juni2014 Pukul
: 08.30 Wib
Nama Pengkaji : Ica Alfiolita
Nama Pengkaji : Ica Alfiolita
A. DATA SUBJEKTIF
I. IDENTITAS
Nama
: Ny “N”
Umur
: 23 Tahun
Agama
: Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Pendidikan : D1
Pekerjaa
: Wiraswasta
Alamat
: jl. Pramuka 3,
Muara Enim
|
Nama
: Tn. “p”
Umur
: 24 Tahun
Agama
: Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Pendidikan : S1
Pekerjaa
: PNS
Alamat
: jl. Pramuka 3,
Muara Enim
|
II. KELUHAN
UTAMA/ALASAN KUNJUNGAN
Ibu mengatakan sudah
melahirkan hari ke-2 datang untuk melakukan pemeriksaan
III. RIWAYAT KEBIDANAN
Status Perkawinan
Status Perkawinan
Kawin : Ya
Jika kawin : Perkawinan Yang Ke : 1 Lamanya: 1 tahun
Umur : 22 Tahun
Jika kawin : Perkawinan Yang Ke : 1 Lamanya: 1 tahun
Umur : 22 Tahun
1.
Riwayat Kehamilan
Umur
kehamilan
: 37minggu3hari
ANC
: 4 Kali
Mulai merasakan gerakan janin : 5 bulan
Imunisasi
TT
: 2 Kali
Pemberian Fe
: 90 tablet
Keluhan selama
kehamilan
: Pusing
Perawatan
payudara
: ya pada usia 8 bulan
Senam
hamil
: tidak pernah
Rencana KB yang akan dating : Pil
Alasan
: untuk menjarangkan kehamilan
2.
Riwayat Persalinan
Tanggal Persalinan : 10juni2014
Tanggal Persalinan : 10juni2014
Pukul
: 09.50 Wib
Tempat Persalinan : Rumah
Jenis Persalinan : Spontan
Lama Persalinan : 12 jam
KALA I : 8 jam Keluhan : Tidak ada
KALA II :1,5 jam Keluhan : Tidak ada
KALA II : 20 menit Keluhan : Tidak ada
KALA IV : sampai 2 jam PP Keluhan : Tidak ada
Tempat Persalinan : Rumah
Jenis Persalinan : Spontan
Lama Persalinan : 12 jam
KALA I : 8 jam Keluhan : Tidak ada
KALA II :1,5 jam Keluhan : Tidak ada
KALA II : 20 menit Keluhan : Tidak ada
KALA IV : sampai 2 jam PP Keluhan : Tidak ada
Keadaan Bayi
Keadaan Umum : Baik
Jenis Kelamin : Laki-laki
Berat Badan : 3000 Gram
Panjang Badan : 48 Cm
A/S : 7/9
Kelainan : Tidak ada
keadaan Ketuban
Pecah Jam : 06.45 Wib
Warna : Putih Keruh
Jumlah : ± 80 cc
Bau : Anyir
Keadaan Plasenta
Lahir Jam : 10.10 wib
Berat : ±500 gram
Lebar : 15 cm
Tebal : 3 cm
Cara Lahir : Spontan
Insersi : Medialis
Keadaan Tali Pusat : Baik
Panjang : 40 cm
Kelainan : Tidak ada
Keadaan Umum : Baik
Jenis Kelamin : Laki-laki
Berat Badan : 3000 Gram
Panjang Badan : 48 Cm
A/S : 7/9
Kelainan : Tidak ada
keadaan Ketuban
Pecah Jam : 06.45 Wib
Warna : Putih Keruh
Jumlah : ± 80 cc
Bau : Anyir
Keadaan Plasenta
Lahir Jam : 10.10 wib
Berat : ±500 gram
Lebar : 15 cm
Tebal : 3 cm
Cara Lahir : Spontan
Insersi : Medialis
Keadaan Tali Pusat : Baik
Panjang : 40 cm
Kelainan : Tidak ada
3.
RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Keturunan kembar : Tidak ada
Penyakit Menular : Tidak ada
Keturunan kembar : Tidak ada
Penyakit Menular : Tidak ada
4.
RIWAYAT KESEHATAN YANG LALU
Penyakit Menular : Tidak ada
Penyakit Menular : Tidak ada
5.
RIWAYAT PSIKOSOSIAL SPIRITUAL
1. Komuikasi
Non Verbal : Lancar
Verbal : Bahasa Indonesia
Non Verbal : Lancar
Verbal : Bahasa Indonesia
2. Keadaan emosional : Kooperatif
3. Hubungan dengan keluarga : Akrab
4. Hubungan dengan orang lain : Biasa
5. Proses berpikir : Terarah
6. Ibadah/spiritual : Patuh
7. Respon ibu dan keluarga : Ibu dan keluarga sangat senang dengan kelahiran
bayi
8. Dukungan keluarga : Keluarga sangat mendukung ibu
9. Pengambilan keputusan dalam keluarga : Suami dan ayah
10. Beban kerja dala kegiatan sehari-hari : Ibu rumah tangga
B. DATA OBJEKTIF
1. Keadaan umum : Baik
2. Tanda
Vital :
TD : 100/70 mmHg RR : 24x/M
Pols : 78x/M Temp : 36,4ÂșC
TD : 100/70 mmHg RR : 24x/M
Pols : 78x/M Temp : 36,4ÂșC
3. Kepala
Rambut
: Bersih, Ketombe (-), Rontok (-)
Wajah : Tidak Pucat
Cloasma gravidarum: Ada
Mata : Simetris, Conjungtiva merah muda, Sclera putih
Hidung :Bersih, Polip (-)
Mulut dan gigi : Bersih, Carries (-), Stomatitis (-)
Telinga : Simetris, Serumen (-)
Wajah : Tidak Pucat
Cloasma gravidarum: Ada
Mata : Simetris, Conjungtiva merah muda, Sclera putih
Hidung :Bersih, Polip (-)
Mulut dan gigi : Bersih, Carries (-), Stomatitis (-)
Telinga : Simetris, Serumen (-)
4. Leher
Pembesaran kelenjer thyroid : Tidak ada
Pembesaran vena jugularis : Tidak ada
Pembesaran kelenjer limfe : Tidak ada
Pembesaran vena jugularis : Tidak ada
Pembesaran kelenjer limfe : Tidak ada
5. Dada
Bentuk : Simetris
Tarikan : Tidak ada
Mamae : Tidak ada tarikan,Tidak ada radang
Puting susu : Menonjol
Colostrums : Keluar
Tarikan : Tidak ada
Mamae : Tidak ada tarikan,Tidak ada radang
Puting susu : Menonjol
Colostrums : Keluar
6. Abdomen
Inspeksi :Linea Alba (+), Bekas operasi (-)
Palpasi :
TFU : 2 jari dibawah pusat
Kontraksi : Ya
Konsistensi Uterus : Keras
Massa Lain : Tidak ada
Inspeksi :Linea Alba (+), Bekas operasi (-)
Palpasi :
TFU : 2 jari dibawah pusat
Kontraksi : Ya
Konsistensi Uterus : Keras
Massa Lain : Tidak ada
7. Genitourinaria : Kosong,
Tidak terpasang kateter
8. Hemoroid
: Tidak ada
9. Vulva Vagina
Lochea :
Warna : Merah segar bercampur sel-sel desidua, lanugo, vernik
Jumlah : ± 80cc
Bau : Anyir
Konsistensi : Cair
Luka perineum : Tidak ada, Bersih
Tanda-tanda Infeksi: tidak ada
Lochea :
Warna : Merah segar bercampur sel-sel desidua, lanugo, vernik
Jumlah : ± 80cc
Bau : Anyir
Konsistensi : Cair
Luka perineum : Tidak ada, Bersih
Tanda-tanda Infeksi: tidak ada
10. Ekstrimitas
Reflek Patella : Kiri/Kanan, +/+
Edema : Tidak ada
Varises : Tidak ada
Human Sign : Tidak ada
Reflek Patella : Kiri/Kanan, +/+
Edema : Tidak ada
Varises : Tidak ada
Human Sign : Tidak ada
11. Pemeriksaan Penunjang : Tidak Dilakukan
C. ASSASEMENT
Diagnosa
: P1A0 Post Partum Hari Ke-2 dengan Keadaan Umum Baik
Masalah : Tidak Ada
Kebutuhan : KIE Tentang Perubahan Fisiologis Masa Nifas, KIE kebutuhan Dasar Masa Nifas dan Kunjungan Ulang Masa Nifas.
Masalah : Tidak Ada
Kebutuhan : KIE Tentang Perubahan Fisiologis Masa Nifas, KIE kebutuhan Dasar Masa Nifas dan Kunjungan Ulang Masa Nifas.
D. PLANNING
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan tanda-tanda vital:
TD : 100/70
mmHg
RR : 24x/M
Pols :
78x/M
Temp : 36,4Âșc
(Ibu mengetahui hasil pemeriksaan)
2. Menganjukan ibu istirahat cukup untuk memulihkan keadaan
(Ibu mau melakukannya)
(Ibu mau melakukannya)
3. Menjelaskan kepada ibu akibat kurang istirahat akan mengurangi produksi
ASI, dan memperbanyak perdarahan yang dapat menyebabkan depresi dan
ketidakmampuan untuk merawat bayi dan dirinya sendri
(Ibu mengerti penjelasa dan mau istirahat cukup)
(Ibu mengerti penjelasa dan mau istirahat cukup)
4. Menganjurkan ibu untuk melakuakn mobilisasi dini, untuk memperlancar
pengeluaran lokhea, mengurangi infeksi, mempercepat involusi, memperlancar
fungsi alat perkemihandan meningkatkan kelancaran peredaran darah
(ibu mau melakukannya)
5. Memberikan konseling kepada ibu untuk menjaga kebersihan diri terutama
daerah perineum yaitu dibersihkan dengan sabun dan air bersih, mengganti
pembalut 2x sehari atu setiap ibu merasa basah/risih
(ibu mengerti penjelasan dan mau menjaga kebersihan diri)
(ibu mengerti penjelasan dan mau menjaga kebersihan diri)
6. Memberikan penjelasan mengenai manfaat ASI yang mengandung bhaan-bahan ,
zat antibody yang sangta diperlukan oleh bayi, mudah dicerna, memberikan
perlindungan terhaapa infeksi, selalu segar, bersi, siap untuk minum, dan hemat
biaya serta ibu untuk tidak meberikan makanan tambahn atau susu formula sampai
bayi berusia 6 bulan.
(ibu mengerti penjelasan dan mau memberikan ASI)
7. Memberikan konseling tentang perawatan payudara yaitu menjaga payudara
tetap bersih dan kering terutama putting susu dengan cara membersihkan payudara
2x sehari setiap mau mandi mwnggunakan baby oil, menggunakan BH ynag menyokong
payudara, apabila putting susu lecet oleskan colosturm atau ASI yang keluar
pada sekitar payudara setiap kali selesai menyusui serta melakukan pengurutan
seperti yang diajarkan untuk memperlancar ASI keluar.
(ibu mengerti dan mau melakukannya
(ibu mengerti dan mau melakukannya
8. Memberitahu ibu untuk makan yang banyak dan bergizi seperti aluk pauk dan
sayur-sayuran agar produksi air susu ibu tetap banyak dan ibu juga harus banyak
minum air putih setiap kali mau menyusui serta agar tidak dehidrasi
(ibu mengerti dan mau melakukannnya)
(ibu mengerti dan mau melakukannnya)
9. Memberikan ibu terapi tambah darah pencegahan perdarahan dan memperlancar
ASI serta terapi vitamin A
(Ibu mengatakan mau meminumnya)
10. Menganjurkan ibu untuk berolahraga seperti senam nifas bertujuan untuk
memperlancar sirkulasi darah dan mengembalikan otot-otot yang kendor terutama
otot rahim dan perut yang membesar pada saat hamil
(ibu mau melakukan senam nifas)
(ibu mau melakukan senam nifas)
11. Mengajarkan pada ibu cara merawat bayi, merawta tali pusat bayi untuk tidak
diberikan ramuan apa-apa pada tali pusat agar tidak terjadi infeksi cukup
dengan dibalut kassa steril serta menjelaskan tanda-tanda infeksi pada tali
pusat bayi yaitu terdapat nanah, keluar darah, tubuh bayi panas dan tindakan
yang harus ibu lakukan seperti segera membawa bayi kepetugas kesehatan
(ibu mengerti tentang penjelasan)
(ibu mengerti tentang penjelasan)
12. Memberitahu ibu untuk melakukan kunjungan ualng pada 1 minggu ke depan
untuk memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontaksi baik,
tidak ada perdarahan, menilai adanya tanda-tanda infeksi, demam atau perdarahan
abnormal serta pemakaian KB secara dini
(ibu mau melakuakn kunjungan ulang)
0 comments