Metode Hafalanhttp://davidmuslimaceh.blogspot.sg/
BAB II
A.
Pengertian Metode
Hafalan
Metode
pembelajaran berarti cara-cara yang ingin dicapai oleh guru agar tujuan
pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Menurut Iskandar wassid, dkk, mengemukakan
metode adalah : “cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu
kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.”[1]
Selain itu juga Pupuh
Fathurrohman, dkk, mengungkapkan bahwa metode adalah: “suatu cara yang
dipergunakan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.”[2] Dalam kegiatan belajar
mengajar, metode sangat diperlukan oleh guru, dengan adanya penggunaan metode
maka guru dengan mudah untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai.
Dari pendapat di atas
dapat disimpulkan bahwa metode dapat diartikan sebagai cara yang tepat dan cepat
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam proses belajar mengajar.
Menurut
Muhammad Yunus dalam Kamus Arab-Indonesia kata menghafal berasal dari : “Kata حفظا – يحفظ
– حفظ yang berarti
menjaga, memelihara dan melindungi”.[3]
Sedangkan Desy Anwar dalam kamus Bahasa Indonesia kata menghafal berasal dari :
“Kata hafal yang artinya telah masuk dalam ingatan tentang pelajaran atau dapat
mengucapkan di luar kepala tanpa melihat buku atau catatan lain. Kemudian
mendapat awalan me- menjadi menghafal yang artinya
adalah berusaha meresapkan ke dalam pikiran agar selalu ingat”.[4]
Pendapat lain juga dikemukakan oleh Jalaluddin
Rakhmat bahwa kata menghafal juga sebagai memori : “Dimana apabila
mempelajarinya maka membawa siswa pada psikologi kognitif, terutama bagi
manusia sebagai pengolah informasi. Secara singkat memori melewati tiga proses
yaitu perekaman, penyimpanan dan pemanggilan”.[5]
Abdul
Mujib mengatakan metode hafalan (makhfudzat) adalah : “suatu teknik yang
digunakan oleh seorang pendidik dengan menyerukan peserta didiknya untuk
menghafalkan sejumlah kata-kata (mufradat) atau kalimat-kalimat maupun
kaidah-kaidah”.[6]
Dari penjelasan
tersebut dapat disimpulkan bahwa metode dapat diartikan sebagai cara yang tepat
dan cepat dalam pengajaran. Faktor metode tidak boleh diabaikan begitu saja,
karena metode di sini akan berpengaruh pada tujuan pengajaran. Jadi, metode
menghafal adalah cara yang tepat dan cepat dalam melakukan kegiatan belajar
mengajar pada bidang pelajaran dengan menerapkan menghafal yakni mengucapkan di
luar kepala tanpa melihat buku atau catatan lain dalam pengajaran pelajaran
tersebut.
Adapun menghafal
menurut Hasan Alwi bahwa menghafal berasal dari kata dasar hafal
yang artinya: “Telah masuk dalam ingatan tentang pelajaran atau dapat
mengucapkan di luar kepala tanpa melihat buku atau catatan lain. Kemudian
mendapat awalan me menjadi menghafal yang artinya adalah berusaha meresapkan ke dalam
pikiran agar selalu ingat.”[7] Selain itu menghafal juga dapat diartikan
dari kata memori yang artinya: “ingatan, daya ingatan, juga
mengucapkan di luar kepala.”[8]
Dari uraian
di atas dapat
ditarik kesimpulan bahwa
arti dari metode menghafal adalah
cara yang tepat dan cepat dalam melakukan kegiatan belajar mengajar pada bidang pelajaran dengan
menerapkan menghafal yakni
mengucapkan di luar kepala tanpa melihat buku atau catatan lain dalam proses
belajar mengajar.
B.
Macam-Macam Metode
Hafalan
Banyak sekali metode-metode yang mungkin bisa
dikembangkan dalam rangka mencari alternatif terbaik untuk menghafal Al-Qur’an.
Dan dapat memberikan bantuan kepada para penghafal dalam mengurangi
kepayahannya menghafal pembelajaran Al-Qur’an dan Hadits.
Metode
menghafal Al-Qur’an merupakan faktor yang menentukan keberhasilan menghafal
Al-Qur’an. Penerapan metode yang tepat sesuai
dengan situasi dan kondisi penghafal Al-Qur’an dapat mempermudah
menghafal Al-Qur’an. Berkaitan
dengan hal tersebut,
para ulama sudah merumuskan beberapa metode yang dapat
diterapkan bagi penghafal Al-Qur’an.
Seorang
penghafal Al-Qur’an harus diberi kesempatan memilih metode yang cocok
baginya. Seorang yang
cocok dengan metode wahdah
belum tentu cocok dengan
metode kitabah. Dengan
demikian, siswa dapat menggunakan satu
metode untuk menghafal
atau menggabungkan banyak metode sesuai dengan keinginannya.
Beberapa metode
yang dapat digunakan
dan dikembangkan dalam menghafal Al-Qur’an adalah:
1.
Metode Wahdah adalah digunakan
dengan cara menghafal satu persatu ayat-ayat hendak dihafalnya. Untuk mencapai
hafalan awal, setiap ayat biasa dibaca sebanyak sepuluh kali atau dua puluh
kali atau lebih, sehingga mampu membentuk pola dalam bayangannya. Setelah
benar-benar hafal barulah dilanjutkan pada ayat-ayat berikutnya dengan cara
yang sama, demikian seterusnya hingga mencapai satu muka. Setelah ayat-ayat
dalam satu muka dihafal, maka giliran menghafal urutan-urutan ayat dalam satu
muka. [9]
Dengan demikian dapat disimpulkan
penghafal atau siswa akan mampu mengkondisikan ayat-ayat yang dihafalkannya
bukan saja dalam bayangannya, akan tetapi hingga benar-benar membentuk gerak
refleks pada lisannya. Metode wahdah metode yang
digunakan dengan teknik penghafalannya satu persatu ayat-ayat yang akan dihafal
oleh siswa,
Selain metode
wahdah ada juga metode kitabah, adapun penjelasannya sebagai berikut:
2.
Metode Kitabah adalah menghafal terlebih dahulu menulis
ayat-ayat yang akan dihafalkan pada secarik kertas yang telah disediakan. Kemudian
ayat tersebut dibacanya sehingga lancar dan benar bacaannya, lalu dihafalnya.
Menghafalnya bisa dengan metode wahdah atau dengan metode yang
berkali-kali menulisnya sehingga ia dapat sambil memperhatikan dan sambil
menghafalnya dalam hati.[10]
Oleh karena itu, siswa terlebih
dahulu menulis ayat-ayat yang akan dihafalnya pada secarik kertas yang telah
disediakan untuknya, kemudian ayat-ayat tersebut dibacanya sehingga lancar dan
benar bacaannya, lalu dihafalkannya. Metode
ini lebih mudah dan praktis yaitu dapat dibawa kemana-mana sehingga
waktu untuk menghafal lebih banyak walaupun dengan mengerjakan pekerjan lain,
selain itu apabila hafalan yang diperoleh ada yang lupa, maka tinggal membuka
kembali catatan hafalan tersebut untuk dibaca.
Selanjutnya ada
juga metode sama’i, untuk mengetahui tentang metode sama’i dapat dijelaskan
sebagai berikut:
3.
Metode Sima’i artinya: mendengar.
Yaitu mendengarkan sesuatu bacaan untuk dihafalnya. Metode ini sangat efektif
bagi penghafal tuna netra atau anak-anak yang masih kecil dibawah umur
yang belum mengenal
tulis baca Al-Qur’an. Metode ini dilakukan dengan dua
alternatif yaitu: Mendengarkan dari guru yang membimbingnya, terutama
bagi penghafal tuna netra atau anak-anak. Merekam
terlebih dahulu ayat-ayat yang akan dihafalnya kedalam pita kaset sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuannya.[11]
Dengan demikian, bagi penghafal yang
mengalami cacat (tuna netra) atau anak-anak yang masih di bawah umur yang belum
mengenal baca tulis Al-Qur’an dapat menggunakan metode sima’i. Cara penghafalannya
bisa mendengar dari orang tua, guru atau mendengar melalui kaset sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhan anak didik. Metode sima’i adalah mendengar sesuatu
bacaan ayat Al-Qur’an untuk dapat dihafal, metode ini dapat digunakan oleh guru
untuk siswa yang mengalami cacat (tuna netra), dengan cara membaca ayat-ayat
Al-Qur’an bersamaan dan dipedengarkan pada siswa tersebut.
Untuk mempermudah siswa dalam menghafal Al-Qur’an disini
dapat digunakan metode gabungan yaitu metode wahdah dan metode kitabah, adapun
metode gabungan yang tertera sebagai berikut:
4. Metode Gabungan adalah antara metode wahdah dan
metode kitabah. Hanya saja kitabah
disini lebih mempunyai fungsional
sebagai uji coba terhadap ayat-ayat yang
telah dihafalnya. Prakteknya yaitu setelah
menghafal kemudian ayat yang telah dihafal ditulis, sehingga hafalan akan mudah
diingat.[12]
Dengan
demikian penulis menyimpulkan metode ini dapat dilakukan siswa setelah
menghafal kemudian ayat yang telah dihafal kemudian ditulis, sehingga hafalan
akan mudah diingat. Jika
siswa mampu
memproduksi kembali ayat-ayat tersebut dalam tulisan berarti dia bisa
melanjutkan ayat seterusnya.
Kemudian
metode yang dapat digunakan guru dalam menghafal Al-Qur’an adalah metode
jama’i, adapun metode tersebut adalah:
5. Metode Jamai’i yaitu : “Cara menghafal yang dilakukan secara
kolektif, yakni ayat-ayat yang dihafal dibaca secara kolektif atau bersama-sama
dipimpin oleh seorang instruktur. Pertama instruktur membacakan satu ayat atau
beberapa ayat dan siswa bisa menirukan secara bersama-sama.[13]
Untuk itu
penulis mengemukakan bahwa metode jama’i adalah dengan cara guru membimbingnya
dengan mengulang kembali ayat-ayat tersebut dan siswa mengikutinya, kemudian
setelah ayat-ayat itu dapat mereka baca dengan baik dan benar, selanjutnya
mereka mengikuti bacaan guru dengan sedikit demi sedikit mencoba melepaskan
mushaf, demikian seterusnya sampai ayat-ayat itu benar-benar hafal.
Dari
penjelasan tentang metode-metode di atas dapat disimpulkan bahwa, pada
prinsipnya semua metode di atas baik untuk semua dijadikan pedoman dalam
menghafal Al-Qur’an, baik salah satu diantaranya ataupun semua metode bisa
digunakan. Dengan demikian metode hafalan mempunyai beberapa kelebihan, di
antaranya yaitu menumbuhkan minat baca siswa dan lebih giat dalam belajar, pengetahuan yang
diperoleh siswa tidak akan mudah hilang karena sudah dihafalnya, siswa
mempunyai kesempatan untuk memupuk perkembangan, keberanian, bertanggung jawab
serta mandiri.
Sama halnya
dengan mengahal materi pelajaran, menghafal Al-Qur’an juga ditemukan banyak faktor-faktor
yang mempengaruhi dalam menghafal Al-Qur’an.
Menurut Muhaimin Zen dalam
bukunya Problematika Menghafal Al-Qur’an bahwa metode menghafal Al-Qur’an
yaitu ada dua macam:
1.
Metode Tahfidz
Metode
tahfiza adalah: “menghafal
materi baru yang belum pernah dihafal dan diperdengarkan kepada guru”.[14] Metode ini dipakai setiap kali
bimbingan. Siswa harus selalu mendengarkan hafalannya kepada guru. Kemudian
guru membacakan sendiri dihadapan guru dengan melihat Al-Qur’an yang kemudian
dihafalnya dengan pengarahan guru.
2. Metode Takriri
Metode
takriri adalah: “mengulang
materi hafalan yang sudah diperdengarkan kepada guru”.[15] Pelaksanaan metode ini adalah setiap
kali masuk. Siswa memperdengarkan hafalan ulang kepada guru dan guru tidak
memberi materi baru kepada siswa. Sedangkan guru hanya bertugas mentashih
hafalan dan bacaan yang kurang benar.
Dengan demikian, itulah beberapa metode yang dapat digunakan dan diterapkan
oleh guru kepada siswa supaya mudah dalam menghafal pelajaran khususnya
pembelajaran Al-Qur’an dan Hadits. Dalam pemilihan metode mengajar
Al-Qur'an Hadits juga harus disesuaikan dengan karakter pelajarannya.
Sedangkan dalam mempelajarinya siswa dituntut dapat menguasai bahan beserta
penjelasannya yaitu berupa ayat dan terjemahannya yang pada akhirnya siswa diharuskan menghafalkan. Selain itu mengingat usia siswa
dimana daya ingatnya masih kuat dan mudah dalam menghafal sehingga metode menghafal inilah yang dirasa
tepat untuk diterapkan oleh guru.
C.
Penerapan Metode
Hafalan dalam Pembelajaran
Pendidikan merupakan perbaikan sikap mental yang akan
terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri maupun orang
lain yang bersifat teoritis dan praktis. Baik halnya dengan pendidikan di madrasah
(formal)yang memiliki harapan untuk membentuk sikap mental peserta didik yang
memiliki karakter yang tangguh dan kuat yang nantinya dapat tercermin dari
sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Guru sebagai pendidik telah
dipersiapkan secara formal dalam lembaga pendidikan guru. Guru melaksanakan
tugasnya sebagai pendidik dengan tujuan yang jelas, bahan-bahan yang telah
disusun secara sistematis dan rinci dan alat-alat yang dipilih dan dirancang
secara cermat. Dimadrasah guru melakukan interaksi pendidikan secara berencana
dan sadar. Dalam lingkungan madrasah telah ada kurikulum formal yang bersifat
tertulis yang nantinya sebagai indikator tercapainya tujuan pendidikan yaitu
pembentukan karakter yang kuat dan tangguh.
Beberapa madrasah saat ini juga menjadikan syarat menghafal ayat
Al-Qur’an atau Hadits untuk sebuah nilai standar kelulusan ataupun untuk
mendapatkan beasiswa. Kebijakan madrasah menerapkan hal tersebut mungkin salah
satunya dikarenakan fakta yang menunjukkan bahwa ada korelasi positif yang menunjukkan
bahwa menghafal Al-Qur’an bisa meningkatkan kecedasan dan motivasi belajar
siswa.
Menurut
Achmad Hasan pelaksanaan pembelajaran menggunakan metode menghafal dapat
dilaksanakan sebagai berikut:
1.
Pembelajaran tahap privat, yaitu untuk mengetahui sejauh mana
kemampuan siswa dalam menghafalkan materi yang akan diajarkan. Di sini guru
mengetes dan menyelidiki sejauh mana kemampuan siswa dalam menghafal.
2.
Pembelajaran tahap klasikal, yaitu interaksi transfer of
knowledge antara guru dengan anak didik .Guru menyampaikan materi
yang berkaitan dengan materi yang akan dihafalkan siswa.
3.
Post test dan evaluasi, yaitu langkah akhir yang ditempuh oleh guru,
sehingga post test ini mempunyai peranan penting dalam mengakhiri
Pembelajaran dengan menggunakan metode menghafal yaitu untuk
mengetahui kemampuan siswa dalam mengikuti pelajaran juga untuk mengetahui
sampai dimana tingkat pemahaman yang telah diterima oleh siswa. Selain itu
bahwa tes yang diberikan kepada siswa pada waktu akhir pembelajaran
mempunyai tujuan untuk mengetahui keberhasilan dalam mengajar. Misalnya
seberapa efektif metode yang digunakan dalam pembelajaran.[16]
Dari kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa metode
menghafal menjadi suatu metode yang urgen dalam pembelajaran, dimana metode ini
dapat membuat siswa untuk dapat menyerap materi yang diberikan oleh guru
melalui menghafal, baik di madrasah maupun dirumah.
Menurut Abdul Aziz Abdul Rauf, dalam menerapkan metode menghafal diperlukan
teknik. Ada 4 macam teknik menghafal, yaitu:
1.
Teknik
memahami kata atau kalimat.
Memahami materi yang akan dihafalkan, dibaca
berkali-kali, berusaha menghafal dengan menutup buku, menyetorkan hafalan
kepada guru.
2.
Teknik
mengulang.
Membaca berulang-ulang dan menghafalnya.
3.
Teknik
mendengar sebelum menghafal.
Materi yang akan dihafalkan didengarkan dulu dari
rekaman (CD/VCD) secara berulang-ulang secara konsentrasi. Kemudian dihafalkan.
4.
Teknik
menulis sebelum menghafal.
Dilakukan dengan cara menulis dahulu materi yang akan dihafal di buku,
lampiran atau sobekan kertas. Kemudian dihafalkan.[17]
Berdasarkan kutipan di atas bahwa menghafal mempunyai teknik tertentu yang
dapat memudahkan peserta didik dalam menghafal pembelajaran yang diberikan oleh
gurunya di madrasah.
Dalam penerapan metode hafalan cocok digunakan dalam pelajaran Al-Qur’an Hadits, karena dalam
mempelajarinya siswa dituntut dapat menguasai bahan beserta penjelasannya yaitu
berupa ayat dan terjemahannya yang pada akhirnya siswa diharuskan menghafalkan.
Demikian juga pada mata
pelajaran PAI yang lainnya, metode menghafal juga cocok digunakan. Misalnya
dalam Aqidah Akhlak dan Fiqih, menghafal dibutuhkan berhubungan dengan
dalil-dalil nash yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits.
Penerapan metode hafalan lebih efektif
digunakan pada siswa MI, SD, MTs dan SMP dan lembaga pendidikan
dibawahnya. Karena faktor usia peserta didik yang masih muda daya ingatnya kuat
dan kekuatan menghafalnya juga masih baik. Adapun pada jenjang MA atau SMA
sederajat, metode menghafal juga dibutuhkan dalam beberapa mata pelajaran tertentu,
namun pada tahap ini siswa seharusnya sudah dilatih untuk latihan berargumen
menurut pendapatnya sendiri. Serta mengaplikasikan yang sudah dihafalnya
sebagai landasan teori argumentasinya. Dengan kata lain siswa dilatih untuk
mengembangkan pengetahuan dari materi yang sudah dihafalnya.
D.
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Penerapan Metode Hafalan
Setiap siswa memiliki
perbedaan dalam kemampuan menghafal dan mengingat Al-Qur’an, tetapi tiap siswa
dapat meningkatkan kemampuan menghafalkan dengan memperhatikan situasi dan
kondisi yang lebih baik serta memperhatikan metode yang tepat agar cepat
menghafal Al-Qur’an. Merujuk pada uraian
tersebut kiranya jelas, bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi dalam menghafal Al-Qur’an adalah sebagai berikut:
- Persiapan yang matang
Persiapan yang matang
merupakan syarat penting bagi siswa
menghafal Al-Qur’an. Faktor persiapan sangat
berkaitan dengan minat siswa dalam menghafal Al-Qur’an. Minat
yang tinggi sebagai usaha menghafal Al-Qur’an
adalah modal awal siswa mempersiapkan diri secara matang.[18] Persiapan personal
ditunjang dengan minat yang tinggi secara tidak langsung akan mewujudkan
konsentrasi, sehingga dapat
memperlancar proses menghafal Al-Qur’an secara cepat.
- Motivasi dan stimulus
Selain minat, motivasi
dan stimulus juga harus diperharikan
bagi siswa yang menghafal
Al-Qur’an. Menghafal Al-Qur’an dituntut kesungguhan khusus, pekerjaan
yang berkesinambungan dan kemauan
keras tanpa mengenal bosan dan putus asa. Karena itulah motivasi yang tinggi
untuk menghafal Al-Qur’an harus selalu dipupuk.[19]
Sebagaimana disebutkan
di atas, bahwa minat siswa baca Al-Quran yang sudah ada selama ini seharusnya
ditingkatkan, sebagai ungkapan rasa syukur pada Allah. Demikian juga, bila kita
hari ini sudah punya niat untuk menghafal dan sudah mulai menghafal, maka
bersyukurlah, sebab tidak banyak orang yang mendeklarasikan diri untuk
berkomitmen menghafal dan mulai melakukannya.
- Faktor usia
Menghafal Al-Qur’an
pada dasarnya tidak
dibatasi dengan usia, namun setidaknya usia yang ideal untuk
menghafal Al-Qur’an harus tetap dipertimbangkan. Seorang yang menghafal Al-Qur’an
dalam usia produktif (5-20 tahun) lebih
baik daripada menghafal Al-Qur’an dalam usia 30-40 tahun.
Faktor usia tetap harus
diperhitungkan karena berkaitan dengan daya rekam (memori)
seseroang. Oleh karena itu, lebih
baik usia menghafal Al-Qur’an
adalah usia dini (masa anak dan
remaja), karena daya rekam yang dihasilkan
sangat kuat dan daya ingat yang cukup
tajam.
- Manajemen waktu
Pengelolaan dan pengaturan waktu
sangat penting dalam menunjang keberhasilan menghafal Al-Qur’an. Siswa yang menghafal Al-Qur’an harus dapat memanfaatkan waktu yang dimiliki dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, siswa
yang menghafal Al-Qur’an harus dapat memilah kapan ia harus menghafal dan kapan ia harus melakukan
aktivitas dan kegiatan lainnya.
Sehubungan dengan manajemen waktu,
Ahsin W. Al-Hafidh dalam bukunya Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an telah
menginventarisir waktu-waktu yang dianggap
ideal untuk menghafal
Al-Qur’an sebagai berikut:
- Waktu sebelum fajar
- Setelah fajar, sehingga terbit matahari
- Setelah bangun dari tidur siang
- Setelah shalat
- Waktu di antara Maghrib dan Isya’[20]
Dengan demikian, memilih waktu yang
tepat dalam menghafal ataupun menambah hafalan atau bisa dilakukan dengan
mengatur jadwal diri sendiri. Diantara waktu yang dapat dipilih, ada
waktu-waktu tertentu yang diasumsikan pas untuk menghafal antara lain sebelum
tidur malam (membaca sekilas serta menghafal kasar terlebih dahulu) dan sesudah
bangun tidur (dalam keadaan yang serius dan lebih konsentrasi).
- Intellegensi dan potensi ingatan
Faktor intellegensi dan potensi
ingatan lebih menyangkut
faktor psikologis. Siswa yang
memiliki kecerdasan dan
daya ingat yang tinggi
akan lebih cepat
menghafal Al-Qur’an dari pada siswa yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata. Namun
demikian, bukan berarti kecerdasan satu-satunya faktor menentukan kemampuan
siswa menghafal Al-Qur’an. Realitas
menunjukkan, bahwa banyak siswa yang memiliki kecerdasan
cukup tinggi tidak
dapat menghafal Al-Qur’an, sedangkan banyak
siswa yang memiliki
kecerdasan rata-rata berhasil menghafal Al-Qur’an
dengan baik karena
motivasi yang tinggi
dan bersungguh-sungguh.
- Tempat menghafal
Faktor tempat merupakan faktor
penentu kecepatan siswa dalam menghafal Al-Qur’an. Faktor tempat berkaitan
dengan situasi dan kondisi siswa dalam menghafal Al-Qur’an.[21] Menghafalkan Al-Qur’an di
tempat bising dan kumuh serta penerangan yang kurang akan sulit untuk dilakukan daripada menghafal Al-Qur’an di tempat yang
tenang, nyaman dan penerangan yang cukup. Hal ini dikarenakan, faktor tempat
menghafal sangat erat kaitannya dengan konsentrasi siswa.
- Panjang dan pendek surat atau ayat
Panjang dan pendek surat atau ayat
sangat berpengaruh terhadap kecepatan menghafal Al-Qur’an. Surat atau ayat yang
panjang lebih sulit untuk dihafalkan daripada surat atau yang pendek lebih
dapat dihafalkan. Namun demikian,
Abdurrahman Abdul Khaliq
bahwa: “menghafal Al- Qur’an
harus menggunakan satu mushaf, sebab penggunaan lebih dari satu mushaf akan
membingungkan pola hafalan dalam bayangannya”.[22]
Selain faktor-faktor pendukung
tersebut, faktor-faktor lain yang harus diperhatikan adalah factor penghambat (kendala) menghafal
Al-Qur’an. Faktor-faktor penghambat dalam menghafal Al-Qur’an di antaranya:
- Banyaknya dosa dan maksiat
Sesungguhnya dosa dan maksiat akan melupakan hamba
terhadap al-Quran dan terhadap dirinya sendiri. Berbuat dosa juga penyebab hati
menjadi buta dari dzikrullah.
- Tidak adanya upaya untuk menjaga hafalan
Tidak adanya
upaya untuk menjaga
hafalan dan mengulangnya secara terus menerus. Tidak mau
memperdengarkan (meminta orang lain untuk
menyimak) dari apa-apa yang dihafal dari Al-Quran kepada orang lain.
- Perhatian yang berlebihan terhadap urusan
dunia
Perhatian yang berlebihan terhadap
urusan dunia yang menjadikan hatinya
tergantung dengannya dan selanjutnya tidak mampu untuk menghafal dengan
mudah.
- Berambisi menghafal ayat-ayat yang banyak
dalam waktu yang singkat
Berambisi menghafal
ayat-ayat yang banyak
dalam waktu yang singkat dan pindah ke hafalan lain
sebelum kokohnya hafalan yang lama dapat menjadikan hafalan menjadi pudar dan
mudah lupa. [23]
Oleh karena itu, menghindari menghafal
ayat-ayat Al-Qur’an terlalu banyak dalam waktu singkat harus dihindarkan, dan
memegang prinsip sedikit-sedikit menjadi bukit.
Pada hakekatnya menghafal
adalah proses mengulang
sesuatu, baik dengan membaca atau
mendengarkan. Pekerjaan apapun jika sering diulang pasti akan menjadi hafal. Begitu pula dalam hal
mempelajari Al- Qur’an dan Hadits dimana metode menghafal diterapkan atas dasar
agar secara sedikit demi sedikit siswa
dapat menguasai bahan Pembelajaran melalui metode menghafal tersebut.
Dari berbagai faktor
yang mempengaruhi menghafal
Al-Qur’an tersebut, maka dapat
dikatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi dalam
menghafal Al-Qur’an dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
Pertama faktor internal. Faktor adalah
faktor-faktor yang mempengaruhi Al-Qur’an
berasal dari dalam diri pribadi
penghafal Al-Qur’an, misalnya motivasi dan usia. Kedua, faktor
eksternal, yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar pribadi penghafal
Al-Qur’an, misalnya lingkungan madrasah maupun luar.
[1] Iskandar Wassid dan Dadang Sunendar, Strategi Pembelajaran Bahasa, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2008), hal56
[2] Pupuh
Fathurrohman dan Sobry
Sutikni, Strategi Belajar Mengajar,
(Bandung: Refika Aditama, 2009) , hal.15
[3] Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Cet. II, (Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wadzuhryah,
1990), hal. 105.
[4] Desy Anwar, Kamus
Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Amelia, 2003), hal. 318.
[5] Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, Edisi Revisi, (Jakarta: Remaja Rosda
Karya, 2005), hal. 63.
[6] Abdul Mujib, Ilmu
Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 209.
[7] Hasan Alwi, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, edisi
III, ( Jakarta: Balai Pustama, 2003) Cet. 3, hal. 381
[8] John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia And English Indonesian Dictionary, (Jakarta: Gramedia, 1992), cet. 20, hal. 378
[9]Ahsin.W Al-Hafidz, Bimbingan Praktis
Menghafal Al-Qur’an, Cet. III,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2001),
hal. 64
[13] Ahsin.W Al-Hafidz, Bimbingan Praktis
Menghafal Al-Qur’an, Cet. III,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2001),
hal. 64- 83.
[14] Muhaimin
Zen, Tata Cara atau Problematika Mengahafal Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Al Husna, tt), hal.
249.
[16]
Achmad Hasan, Metode Menghafal (Online), diakses melalui situs http://makalah-lin.blogspot.com
tanggal 16 April 2016.
[17] Abdul Aziz Abdul Rauf, Kiat Sukses Menjadi Hafizh Qur’an
Dai’yah, (Bandung: Syaamil Cipta Media, 2004), hal. 52.
[19] Nawa buddin, Abdulrab, Kaifa Tahfadzul
Qur’an, terjemahan,(Bandung: Sinar Baru, 1996),
hal. 48-49
[20] Ahsin. W Al-Hafidz, Bimbingan
Praktis Menghafal al-Qur’an,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2005), hal. 60
[22] Abdurrahman Abdul Khaliq, Cara Cerdas Hafal al-Qur’an, terj. Sarwedi dan M. Amin Hasibuan, (Solo: Aqwam, 2006), hal.8
[23] Abdillah, Ummu & Ummu
Maryam, Bagaimana Menghapal Al-Qur’an Al-Karim?, dikutip
dari
kitab:
“Kaifa Tataatstsar
bil Quran
wa
Kaifa Tahfadzuhu” karya Abi Abdirrahman, artikel dalam www.menghafalal- qur’an.com.
0 comments