METODE DISKUSI METODE DISKUSI
BAB II
METODE DISKUSI DAN HASIL BELAJAR SISWA
A.
Metode
Diskusi
1.
Pengertian
Metode Diskusi
Seorang guru dalam proses pembelajaran tentu tidak terlepas dari
penggunaan metode-metode pembelajaran. Metode pembelajaran adalah suatu
pengertahuan tentang cara yang digunakan untuk menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas, baik secara
individual atau secara kelompok agar pembelajaran dapat terserap, dipahami dan
dimanfaatkan oleh siswa dengan baik. Jadi seorang guru harus pandai memilih
metode pembelajaran yang tepat agar tujuan pembelajaran tercapai.
Diskusi adalah salah satu bentuk kegiatan yang dilaksanakan dalam
bimbingan, kegiatan diskusi merupakan kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan
lebih dari satu individu, kegiatan diskusi ini dapat menjadi alternatif dalam
individu untuk memecahkan suatu masalah. Dengan demikian para siswa tidak akan
memperoleh pengetahuan tanpa mengambil untuk dirinya sendiri. Diskusi dapat
membantu agar pelajaran dikembangkan terus menerus atau disusun
berangsur-angsur dan merangsang semangat bertanya dan minat perorangan.
Menurut Syaiful Bahri Djamarah, metode diskusi adalah “Memberikan
alternatif jawaban untuk membantu memecahkan berbagai masalah kehidupan. Dengan
catatan persoalan yang akan didiskusikan harus dikuasai secara mendalam”.[1]
Definisi yang
dikemukakan oleh Syaiful Bahri Djamarah dan aswan zain, bahwa metode diskusi
adalah “Cara penyajian materi di mana siswa dihadapkan kepada suatu masalah
yang bisa berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematis untuk
dibahas dan dipecahkan bersama”.[2]
Sedangkan menurut
Suryosubroto, metode diskusi adalah “Suatu cara penyajian bahan pelajaran di
mana guru memberi kesempatan kepada siswa (kelompok-kelompok siswa) untuk
mengadakan perbincangan ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan
atau menyusun berbagai alternatif untuk dibahas dan dipecahkan secara kepada
siswa (kelompok-kelompok siswa) untuk mengadakan perbincangan ilmiah guna
mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternatif
untuk dibahas dan dipecahkan secara bersama”.[3]
Seperti yang
dikemukakan oleh Abuddin Nata, bahwa metode diskusi adalah “Suatu cara
penyajian pelajaran dengan cara menghadapkan peserta didik kepada suatu masalah
yang dapat berbentuk pertanyaan yang bersifat problematis untuk dibahas dan
dipecahkan secara bersama”.[4]
Dari beberapa
pengertian metode diskusi yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas dapat
penulis simpulkan, bahwa metode diskusi dalam pembelajaran SKI adalah suatu
cara penyajian materi yang ditempuh oleh pendidik untuk diterapkan dalam
pembelajaran SKI guna menghidupkan suasana belajar yang aktif dan efektif
dengan adanya saling bertukar pendapat atau ide dalam memecahkan berbagai masalah
atau persoalan yang ada dalam materi yang sedang disajikan.
Metode diskusi
merupakan metode yang sering digunakan dalam proses pembelajaran. Dalam suatu
pembelajaran selalu diperlukan metode yang tepat untuk membuat suatu materi
bisa disampaikan dengan jelas dan mengena pada objek yang dituju. Banyak sekali
jenis metode dalam pembelajaran untuk tujuan in, salah satu di antaranya adalah
metode dengan cara diskusi.
Metode diskusi
pada dasarnya bukanlah model pembelajaran sebenarnya (true learning models),
tetapi merupakan prosedur atau strategi mengajar yang bermanfaat dan banyak
dipakai sebagai langkah (sintaks) dari banyak model pembelajaran
lainnya. Tetapi perlu dipahami, bahwa diskusi merupakan titik sentral dalam
semua aspek pembelajaran, maka diskusi merupakan pendekatan yang berbeda dalam
suatu pembelajara. Atas alasan demikian metode diskusi merupakan salah satu
bagian penting dalam suatu proses pembelajaran. Dengan kata lain, interaksi
antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran sangat menentukan bagaimana
proses diskusi dioptimalisasi. Dengan diskusi ini guru dapat mengubah beberapa
pola komunikasi yang produktif yang menjadi ciri kebanyakan kelas saat ini.[5]
Metode diskusi
juga merupakan metode yang dirasa paling efektif bukan hanya untuk menyampaikan
materi secara lebih jelas, melainkan juga sangat baik dalam melatih komunikasi
dan kebaranian siswa dalam menyampaikan ide atau pendapatnya. Hal ini sangat
mendukung arti yang sebenarnya dalam proses belajar mengajar itu sendiri,
dengan menerapkan metode diskusi guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengadakan perbincangan ilmiah gunra mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan
atau menyusun berbagai alternatif pemecahan atas suatu masalah.[6]
Metode diskusi
diaplikasikan dalam proses belajar mengajar yang kegunaanya:
a.
Untuk mendorong
siswa berpikir kritis
b.
Untuk mendorong
siswa mengekspresikan pendapatnya secara bebas
c.
Untuk mendorong
siswa menyumbangkan buah pikirannya
d.
Untuk
memecahkan masalah bersama dan mengambil satu alternatif jawaban atau beberapa
alternatif jawaban
e.
Untuk
memecahkan masalah berdasarkan pertimbangan yang seksama.[7]
Forum diskusi dapat diikuti oleh semua siswa di dalam kelas, dapat
pula dibentuk kelompok-kelompok kecil, yang perlu diperhatikan adalah hendaknya
para siswa dapat berpartisipasi secara aktif. Semakin banyak siswa yang
terlibat dan menyumbangkan pikirannya, semakin banyak pula yang dapat mereka
pelajari.[8]
2.
Kelebihan
dan Kekurangan Metode Diskusi
Beberapa kelebihan metode diskusi
dalam pembelajaran menurut Djamarah antara lain:
a.
Menyadarkan
anak didik bahwa masalah dapat dipecahkan dengan berbagai jalan dan bukan
dengan satu jalan.
b.
Menyadarkan
anak didik bahwa dengan berdiskusi mereka saling mengemukakan pendapat secara
konstruktif sehingga dapat diperoleh keputusan yang lebih baik.
c.
Membiasakan
anak didik untuk mendengarkan pendapat orang lain.[9]
Kelebihan metode
diskusi menurut Suryosubroto yaitu:
a.
Metode diskusi
melibatkan semua siswa secara langsung dalam proses belajar.
b.
Setiap siswa
dapat menguji tingkat pengetahuan dan penguasaan bahan
pelajarannyamasing-masing.
c.
Metode diskusi
dapat menunjang usaha-usaha pengembangan sikap sosial dan demokratis para
siswa.[10]
Adapun
kelebihan metode diskusi menurut Djamarah dan Zain adalah:
a.
Merangsang
kreativitas siswa dalam bentuk ide, gagasan dan terobosan baru dalam pemecahan
suatu masalah
b.
Mengembangkan
sikap menghargai pendapat orang lain
c.
Memperluas
wawasan
d.
Membina untuk
terbiasa musyawarah dalam memecahkan suatu masalah.[11]
Selain mempunyai
kelebihan dan keunggulan yang telah disebutkan di atas, metode diskusi juga
mempunyai beberapa keunggulan lain, di antaranya: Metode ini sangat mendukung
anak didik dalam memperluas wawasan mereka tentang sesuatu yang menumbuhkan
sifat toleransi, menanamkan jiwa kreatifitas dan aktivitas, merangsang siswa
berperan aktif memunculkan ide atau gagasan dalam memecahkan suatu masalah,
khususnya dalam pembelajaran SKI.
Karakteristik
penggunaan metode diskusi pada hakikatnya lebih disukai peserta didik ketimbang
dengan ceramah, teknik bertanya menjadi kunci keberhasilan metode diskusi, guru
harus mampu menciptakan satu lingkungan yang mendukung suasana emosional dan
intelektual agar siswa mampu mengambil resiko yang timbul sebagai akibat dari
proses diskusi. Selain mempunyai karakteristik, metode diskusi juga mempunyai
tujuan yaitu: untuk menerapkan informasi dalam situasi yang baru, meningkatkan
kecakapan siswa untuk berpikir, meningkatkan kecakapan siswa untuk bertanya dan
melatih kecerdasan emosional.[12]
Selain mempunai
kelebihan, metode diskusi juga tidak terlepas dari kelemahannya. Kelemahan
tersebut berupa:
a.
Kesulitan dalam
menentukan masalah yang sesuai dengan tingkat kemampuan berpikir siswa yang
beragam
b.
Memerlukan
waktu yang agak longgar
c.
Terkadang
terdapat pula pembicaraan yang emosional dan kurang terkontrol yang berakhir
dengan keributan dan rasa dendam.[13]
Kelemahan
metode diskusi menurut Subroto adalah sebagai berikut:
a.
Tidak semua
topik dapat dijadikan pokok diskusi, tetapi hal-hal yang bersifat problematis
saja yang dapat didiskusikan
b.
Sering terjadi
dalam diskusi siswa kurang berani menegmukakan pendapatnya
c.
Jumlah siswa di
dalam kelas yang terlalu besar yang akan mempegaruhi kesempatan setiap siswa
untuk mengemukakan pendapatnya
d.
Jalannya
diskusi hanya dapat dikuasai oleh beberapa siswa yang menonjol.[14]
Kekurangan
metode diskusi menurut Trianto adalah:
a.
Tidak dapat
dipakai dalam kelompok yang besar
b.
Peserta diskusi
mendapat infoermasi yang terbatas
c.
Dapat dikuasai
oleh orang-orang yang suka berbicara
d.
Biasanya orang
menghendaki pendekatan yang lebih formal.[15]
Untuk mengatasi
beberapa kelemahan tersebut maka guru harus menempuh beberapa usaha antara
lain:
1)
Murid-murid
dikelompokkan menjadi kelompok kecil, kelompok kecil ini harus terdiri dari
murid-murid yang pandai dan kurang pandai.
2)
Topik-topik
atau problema yang akan dijadikan pokok-pokok diskusi dapat diambil dari
buku-buku pelajaran atau dari sumber-sumber lainnya yang relevan.
Berdasarkan uraian
di atas, kelebihan dan kelemahan dalam diskusi harus diperhatikan, agar dalam
pembelajaran menghasilkan kualitas belajar yang maksimal. Berhasil atau
tidaknya penggunaan metode diskusi ini banyak bergantung pada guru.
3.
Langkah-langkah
Penerapan Metode Diskusi
Sebelum menerapkan
metode diskusi dalam pembelajaran, guru hendaknya menyusun skenario kebutuhan.
Mengacu kepada rencana pelaksanaan pembelajaran dan silabus yang telah disusun.
Hal ini perlu agar kegiatan pembelajaran dapat berjalan dengan baik, mencapai
sasaran dan tidak melebihi alokasi waktu yang ditentukan. Agar proses
pembelajaran dengan metode diskusi berjalan lancar dan menghasil kan
tujuan belajar yang efektif, maka dapat
menggunakan langkah-langkah berikut:
a.
Persiapan
Memberikan kondisi belajar siswa (kegiatan awal) memberikan
informasi atau penjelasan tentang masalah tugas dalam diskusi, mempersiapkan
sarana dan prasarana untuk melakukan diskusi atau tempat, peserta dan waktu
pelaksanaan diskusi.
b.
Pelaksanaan
Pelaksanaan melakukan diskusi, maksudnya guru merangsang seluruh
peserta dalam berdiskusi memberikan kesempatan pada semua anggota untuk
berperan aktif, mencatat tanggapan, saran atau ide-ide yang penting.
c.
Evaluasi
Memberikan tugas kepada siswa untuk membuat kesimpulan diskusi,
atau menilai hasil diskusi.[16]
Adapun langkah-langkah penerapan metode diskusi menurut Subroto
sebagai berikut:
a.
Guru
mengemukakan masalah yang akan didiskusikan dan memberikan tanggapan seperlunya
mengenai cara-cara pemecahannya
b.
Dengan
bimbingan guru para siswa membentuk kelompiok-kelompok diskusi, memilih
pemimpin diskusi, seperti: ketua, sekretaris dan pelapor, juga mengatur tempat
duduk
c.
Para
siswa berdiskusi di dalam kelompoknya masing-masing, sedangkan guru berkeliling
dari kelompok yang lain menjaga ketertiban serta memberikan dorongan dan
bantuan sepenuhnya agar setiap kelompok berpartisipasi aktif.
d.
Kemudian
tiap kelompok melaporkan hasil diskusinya dan ditanggapi oleh semua siswa dari
kelompok lain. Guru memberikan penjelasan terhadap laporan-laporan tersebut.
e.
Akhirnya
para siswa mencatat hasil diskusi dan guru mengumpulkan
laporan hasil diskusi dari
tiap-tiap kelompok.[17]
Beragam langkah
dapat dilakukan agar proses pembelajaran SKI dengan menerapkan metode diskusi
dapat berjalan dengan baik. Misalnya sebelum masuk dalam pembelajaran, terlebih
dahulu guru memperkenalkan metode diskusi yang akan diperankan oleh peserta
didik supaya mereka tidak merasa mengambang dan membosankan ketika penyajian
materi berlangsung.
B.
Pengertian
Hasil Belajar dan Macam-Macamnya
1.
Pengertian
hasil belajar
Dengan berakhir suatu proses belajar, maka siswa memperoleh suatu
hasil belajar. Secara umum menurut kamus W.J.S. Poerwadarminta mengartikan hasil
adalah “Suatu yang diadakan, dibuat, dijadikan dan sebagainya”.[18]
Menurut definisi yang dikemukakan Aunurrahman, belajar adalah “Suatu
usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik
melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek koognitif, efektif
dan psikomotor untuk memperoleh suatu tujuan tertentu”.[19]
Selanjutnya definisi yang dikemukakan oleh Sudjana, bahwa hasil
belajar pada hakikatnya adalah “Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar
dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif dan
psikomotorik”.[20]
Menurut Winataputra, hasil belajar merupakan “Bukti keberhasilan yang telah
dicapai siswa di mana setiap kegiatan belajar dapat menimbulkan suatu perubahan
yang khas”.[21]
Dari beberapa definisi hasil belajar yang dirumuskan oleh para ahli
di atas dapat penulis simpulkan, bahwa hasil belajar adalah nilai keberhasilan
yang diperoleh baik berupa tingkah laku maupun nilai keberhasilannya yang
diperoleh dari hasil test yang diadakan dalam sejumlah materi pembelajaran.
Belajar merupakan dorongan dan kebutuhan yang tumbuh dalam diri seorang untuk
mencapai tujuan yang diinginkan.
2.
Macam-macam
Hasil Belajar
Dengan berakhirnya suatu proses belajar, maka siswa memperoleh
suatu hasil belajar. Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak
belajar dan tindak mengajar. Dari segi guru tindak mengajar diakhiri dengan
proses evaluasi hasil. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya
puncak proses belajar, untuk sebagian adalah berkat tindakan guru, suatu
pencapaian tujuan pengajaran.[22]
Hasil belajar dibedakan menjadi dua dampak yaitu: dampak pengajaran
dan dampak pengiring. Dampak pengajaran adalah hasil yang dapat diukur, seperti
tertuang dalam angka rapor, angka ijazah atau kemampuan meloncat setelah
latihan, dampak pengiring adalah terapan pengertahuan dan kemampuan di bidang
lain.[23]
Menurut pemikiran gagne yang dikutip oeh dimyanti, hasil belajar
berupa:
a. Informasi verbal, yaitu kepabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam
bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan respon secara spesifik
terhadap rangsanan yang spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan
manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan simbol, pemecahan
masalah maupun penerapan utama.
b. Keterampilan intelektual, yaitu kemampuan mempresentasikan konsep
dan lambang. Kemampuan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi,
kemampuan analisis-analisis fakta konsep dan mengembangkan konsepdan
mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampialan intelektual merupakan kemampuan
melakukan aktivitas kognitif bersifat khas.
c. Strategi koknitif, taitu kecakapan menyalurkandan mengarahkan
aktivitas kognitif sendiri. Kemampuan ini peduli penggunaan konsep dan kaedah
dalam memecahkan masalah.
d. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan
penilaian terhadap objek tersebut.
e.
Keterampilan
motorik, yaitu kemapuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan
koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.[24]
Hasil belajar dapat berupa perubahan aspek kognitif, efektif dan
pisikomotor. Hasil belaja kognitif adalah perubahan perilaku yang terjadi dalam
kawasan kognisi proses belajar yang melibatkan kognisi meliputi kegiatan
sajakpenerimaan stimulus ekstrenal oleh sensor dan pengolahan dalam otak
menjadi informasi sehinggal informasi itu diperlukan untuk menyelesaikan
masalah. Hasil belajar efektif krathwohl seperti yang dikutip oleh purwanto
membagi hasil belajar menjadi lima tingkat, yaitu: penerimaan , partisipasi,
penilaian, organisasi dan internalisasi dan karakterisasi. Hasil belajar
pisikomotor Gronlund dan linn, mengklasifikasi hasil belajar psikomotor menjadi
enam persepsi, yaitu: kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan
kompleks dan kreaktivitas.[25]
Dari ulasan beberapa pakar pendidikan di atas dapat penulis
simpulkan, bahwa ada beberapa macam hasil belajar yang harus dicapai siswa
setelah mengikuti proses pembelajaran. Hal ini dilihat dari perubahan siswa
terhadap ketiga aspek pendidikan , yaitu: koognitif, efektif dan psikomotor.
Jika ketiga aspek tersebut telah dicapai siswa, maka hasilbelajar yang
diperoleh juga akan memuaskan.
C. Peran Guru dalam Peningkatan Hasil Belajar Siswa
Guru merupakan pemegang peranan utama dalam proses belajar mengajar
merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa
atas dasar hubungan timbal balik yang berlansung dalam situasi pembelajaran
untuk mencapai tujuan tertentu.
Fungsi dan peran guru dalam era modernis saat ini sangat penting
dalam meningkatkan mutu pendidikan. Guru sebagai salah satu agen pembelajaran
dituntut untuk mampu memberikan pelayanan maksimal untuk para siswa. Oleh
karena itu, guru diwajibkan untuk terus menggali dan mengoptimalkan kompetensi
yang dimilikinya agar para siswa mendapatkan hasil belajar yang memuaskan.[26]
Berdasarkan undang-undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005
tentang guru dan dosen tepatnya pada bagian kelima pasal ke 32 ayat 2, menyatakan
bahwa dalam pembianaan profesi guru, para guru dituntut untuk menguasai 4
kompetensi, antara lain:
1.
Kepribadian
Kepribadian guru merupakan kemampuan personal yang mencerminkan
kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif berwibawa, menjadi teladan bagi
peserta didik dan berakhlak mulia.
2.
Pedagogik
Pedagogik merupakan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan
dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta
didik untuk mengaktualisasikan bebrbagai potensi yang dimilikinya.
3.
Profesional
Profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas
dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pembelajaran
disekolah dan subtansi keilmuan meterinya, serta penguasaan terhadap struktur
dan metodologi keilmuannya.
4.
Sosial
Sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul
secara efektif dengan peserta didik. Untuk itu para guru wajib
meningkatkankinerja dan potensi yang dimilikinya untuk memberikan peayanan
pendidikan yang lebih baik.[27]
Dalam mengajar guru harus memiliki strategi, agar siswa dapat
belajar secara efektif dan efisien dan mengena pada tujuan yang diharapkan.
Salah satu langkah memiliki strategi itu
adalah harus menguasai teknik-teknik penyajian, atau biasanya disebut dengan
metode mengajar. Teknik penyajian pelajaran adalah suatu pengetahuan tentang
mengajar yang diperguanakan oleh guru untuk menyajikan bahan pelajaran tersebut
dapat ditangkap dengan mudah dan dipahami oleh siswa.
Metode yang digunakan harus mampu memotifasi siswa agar dapat
menggunakan pengetahuannya untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapi,
ataupun untuk menjawab suatu pertanyaan. Hal ini semata-mata agar siswa mampu
berfikir dan mengemukakan pendapatnya sendiri dalam mengahadapi berbagai
persoalan.
D.
Ruang
Lingkup Pembelajaran SKI
Mata pelajaran SKI dalam kurikulum MTsN adalah salah satu bagian
mata pelajaran pendidikan agama islam (PAI) yang diarahkan untuk menyiapkan
peserta didik untuk mengenal, memahami dan menghayati SKI, yang kemudian
menjadi dasar pandangan hidupnya (way of lie) melaui bimbingan,
pengajaran, latihan, penggunaan, pengamatan dan pembiasaan.
Mata pelajaran SKI MTsN ini meliputi sejarah dinasti Umaiyah,
Abbasiyah, dan Ayyubiyah. Hal lain yang sangat mendasar ialah terletak pada kemampuan
menggali nilai, makna, aksional, ibrah/hikmah, dalil dan teori dari fakta
sejarah yang ada. Oleh karena itu dalam tema-tema tertentu indikator
keberhasilan belajar akan sampai pada capaian ranah efektif. Jadi SKI tidak
saja merupakan transfer of knowledge, tapi juga merupakan nilai (value
edukation).[28]
1.
Ruang
lingkup SKI di MTsN meliputi:
a. Pengertian dan tujuan mempelajari SKI
b. Memahami sejarah Nabi Muhammad SAW peride Mekkah
c. Memahami sejaran Nabi Muhammad SAW periode Madinah
d. Memahami peradaban Islam pada masa Khulafaurrasyidin
e. Perkembangan masyarakat Islam pada masa Dinasti Bani Umaiyah
f. Perkembangan masyarakat Islam pada masa Dinasti Bani Abbasiyah
g. Perkembangan masyarakat Islam pada masa Dinasti Al-ayyubiyah
h. Memahami perkembangan islam di Indonesia.[29]
2.
Tujuan
dan fungsi pembelajaran SKI di MTsN
Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di MTsN merupakan salah satu mata
pelajaran PAI yang menelaah tentang asal-usul perkembangan, peranan
kebudayaan/peradaban Islam dan para tokoh yang berprestasi dalam sejarah Islam
pada masa lampau, mulai dari perkembangan masyarakat Islam pada masa Nabi
Muhammad SAW., Khulafaurrasyidin, Bani Umaiyah, Abbasiyah, Aiyubiyah sampai
perkembangan Islam di Indonesia.
Secara subtansial,
mata pelajaran SKI memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi kepada peserta
didik untuk mengenal, memahami dan menghayati SKI yang mengandung nilai-nilai
kearifan yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan, membentuk sikap, watak
dan kepribadian peserta didik. Mata pelajaran SKI di MTsN bertujuan agar peserta
didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
a.
Membangun
kesadaran peserta didik tentang pentingnya mempelajari landasan, nilai-nilai
dan norma-norma Islam yang telah dibangun oleh Rasulullah SAW dalam rangka
mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam
b.
Membangun
kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupakan
sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa depan
c.
Melatih daya
kriris siswa untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan didasarkan pada
pendekatan ilmiah
d.
Mengembangkan
kemampuan peserta didik dalam mengambil ibrah dari peristiwa-peristiwa
bersejarah (Islam), meneladani tokoh-tokoh berprestasi dan mengaitkannya dengan
fenomena sosial, budaya, politik, ekonomi, iptek dan seni untuk mengembangkan
kebudayaan Islam.[30]
3.
Fungsi
pembelajaran SKI di MTsN
Pembelajaran
SKI setidaknya memiliki tiga fungsi:
a.
Fungsi edukatif
Melalui sejarah peserta didik ditanamkan menegakkan nilai, prinsip,
sikap hidup luhur dan Islami dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.
b.
Fungsi
keilmuan
Melalui sejarah peserta didik memperoleh pengetahuan yang memadai
tentang masa lalu Islam dan kebudayaannya.
c.
Fungsi
transformasi
Sejarah merupakan salah
satu sumber yang sangat penting dalam rancang transformasi masyarakat.[31]
Secara umum dapat penulis
simpulkan, bahwa pelajaran SKI di MTsN bertujuan untuk membangun kesadaran
peserta didik tentang pentingnya mempelajari sejarah kebudayaan dan peradaban
Islam pada masa Rasulullah SAW, masa Khulafaurrasyidin, juga ketiga dinasti
besar yaitu: Umaiyah, Abbasiyah, Aiyubiyah dan perkembangan Islam di Indonesia.
Hal ini semata-mata untuk mengembangkan kemampuan peserta didik agar dapat
mengambil Ibrah atau pelajaran dari sejarah-sejarah masa lampau untuk
dijadikan pandangan hidup di masa sekarang.
[1] Syaiful Bahri
Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2000), hal. 198
[2] Syaiful Bahri
Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2001), hal. 99
[3] Suryosubroto, Proses
Belajar Mengajar di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal. 179
[4] Abuddin Nata, Perspektif
Islam tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2009), hal. 188
[5] Suryosubroto, Proses
Belajar Mengajar..., hal. 180
[6] Ibid,
hal. 181
[7] Syaiful Bahri
Djamarah, Metode Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.
72
[8]
Suryosubroto, Proses
Belajar Mengajar..., hal. 181
[9]
Syaiful Bahri
Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam..., hal. 199
[10] Suryosubroto, Proses
Belajar Mengajar..., hal. 185
[11] Syaiful Bahri
Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar..., hal. 99
[12] Trianto, Mendesain
Model Pembelajaran Inovatif, Cet. III, (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 124
[13] Abuddin Nata, Perspektif
Islam tentang Strategi..., hal. 189
[14] Suryosubroto, Proses
Belajar Mengajar..., hal. 111
[15] Trianto, Mendesain
Model Pembelajaran Inovatif..., hal. 126
[16] M. Basyiruddin
Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002),
hal. 39-40
[17]
Suryosubroto, Proses
Belajar Mengajar..., hal. 181-182
[18] W.J.S.
Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
2001), hal. 391
[19] Aunurrahman , Belajar
dan Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2001), hal. 35
[20] Nana Sudjana, Penilaian
Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal.
3
[21] Udin S.
Winataputra, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hal. 3-4
[22] Dimyati dan
Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hal.
2-4
[23] Ibid hal.
6
[24] Ibid, hal.
7-8.
[25]
Nana Sudjana, Penilaian
Hasil Proses Belajar..., hal. 6
[26] Bukhari Alma, Guru
Profesional: menguasai metode dan terampil mengajar, (Bandung: Alfabeta,
2010), hal. 74-75.
[27] Ibid, hal. 75.
[28] Departemen
Pendidikan Nasionla, Kurikulum 2004 Kerangka Dasar, (Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional, 2004), hal. 68.
[29] Departemen
Pendidikan Agama RI, Pedoman Khusus Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta:
Departemen Pendidikan Agama RI, 2004), hal. 2.
[31] Ibid,
hal. 4
0 comments