makalah wabah

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kesehatan merupakan sesuatu yang berharga dalam kehidupan. Dalam hidup ini kita tidak bisa lepas dari yang namanya arti kesehatan. Karena pada dasarnya manusia itu sendiri terdiri dari unsur jasmani (jasad) dan rohani. Jasad maupun rohani mempunyai hak yang harus dipenuhi oleh setiap pemiliknya. Hak badan atau jasad yang harus dipenuhi diantaranya yaitu diistirahatkan apabila lelah dan dibersihkan apabila kotor.
Hal ini menunjukkan bahwa kesehatan merupakan asas terpenting dalam hidup ini. Oleh karena itu agama Islam telah mengajarkan kepada kita bagaimana cara menjaga kesehatan lewat hadis-hadis Rasulullah.
Maka dalam penulisan makalah ini kami akan membahas tentang hadis Rasulullah, yaitu mengenai tatkala terjadi wabah di suatu tempat.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan antara lain sebagai berikut:
·         Bagaimana lafadz hadits tentang tatkala terjadi wabah di suatu tempat ?
·         Bagaimana terjemahannya ?
·         Bagaimana penjelasannya ?


C.    Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :
Untuk mengetahui dan memahami lafadz hadits tentang tatkala terjadi wabah di suatu tempat.
Untuk mengetahui dan memahami terjemahannya
Untuk mengetahui dan memahami penjelasannya




                                                              BAB II
PEMBAHASAN
TATKALA TERJADI WABAH DI SUATU TEMPAT
A.    Hadits Tatkala Terjadi Wabah Di Suatu Tempat
حَدِيْثُ أُسَامَةَ بْنُ زَيْدٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ “اَلطَّاعُوْنَ رِجْسٌ، أُرْسِلَ عَلَى طَائِفَةٍ مِنْ بَنِى إِسْرَائِيْلَ، أَوْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، فَإِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ فَلَا تَقْدَمُوْا عَلَيْهِ. وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَخْرُجُوْا فِرَارًا مِنْهُ. (وَ فِى رِوَايَةٍ) لَا يُخْرِجُكُمْ إِلَّا فِرَارًا مِنْهُ”
B.     Terjemahan Hadits
Usamah bin Zaid r.a. berkata: “Rasulullah saw. Bersabda: “Tha’un (wabah cacar) itu suatu siksa yang diturunkan Allah kepada sebagian Bani Isra’il atau atas umat yang sebelummu. Maka bila kamu mendengar bahwa pentakit itu berjangkit di suatu tempat, janganlah kalian masuk ke tempat itu, dan jika di daerah di mana kamu telah ada di sana maka janganlah kamu keluar dari daerah itu karena melarikan diri dari padanya”.[1]
C.    Penjelasan Hadits
Islam meletakkan suatu kaidah kesehatan yang sangat penting untuk mengantisipasi penyakit menular, seperti kolera, tha’un, dan sopak.
Hadits di atas menganjurkan bahwa jika kita mendengar ada penyakit yang sedang berjangkit di suatu tempat maka sebaiknya jangan masuk tempat itu, tetapi jika penyakit itu sedang mewabah di daerah tempat tinggal kita maka alangkah lebih baiknya jika kita jangan keluar dari tempat itu, karena bisa jadi daerah lain akan tertular penyakit tersebut dan seolah-olah menunjukkan bahwa kita tidak percaya takdir Ilahi. Dalam hadits yang lain juga disebutkan yang artinya:
Abdullah bin Abbas r.a. berkata: Umar bin Al Khattab r.a. keluar ke syam dan ketika sampai di Sarigh bertemu dengan perwira-perwira dari tentara dan pimpinan mereka Abu Ubaidah bin Al Jarrah, mereka memberitahu padanya bahwa Waba’ (cacar, muntaber) sedang berjangkit di Syam. Umar berkata kepada Ibn Abbas: kumpulkan kemari sahabat muhajirin, maka setelah datang mereka diajak musyawarah dan diberi tahu bahwa waba’ sedang berjangkit di Syam, tiba-tiba mereka berselisih faham sebagian berkata: Anda telah keluar untuk jihad, karena itu kami berpendapat teruskanlah dan jangan kembali. Sebagian yang lain berkata: Yang bersamamu kini sisa-sisa sahabat Nabi SAW. Dan kami berpendapat mereka jangan dihadapkan kepada bencana waba’ ini. Umar berkata kepada mereka: Bubarlah kalian kemudian Umar minta supaya dikumpulkan tokoh Quraisy yang telah berhijrah sesudah Fathul Makkah, dan ketika mengajak musyawarah dengan mereka, mereka sepakat dengan satu suara: lebih baik tentara ini diperintahkan kembali dan tidak dihadapkan kepada waba’. Karena suara bersatu maka Umar segera berseru: esok hari pagi aku akan berangkat kembali, maka kalian siap juga dengan kendaraan untuk kembali. Abu Ubaidah bin Al Jarrah berkata: Apakah akan lari dari takdir Allah bagaimana pendapatmu jika anda mempunyai unta gembala lalu ada dua tempat menggembala yang satu subur dan lain kering, tidakkah anda gembala di tempat yang subur menurut takdir Allah atau anda gembala di tempat yang kering juga dengan takdir Allah? kemudian di tengah-tengah soal jawab itu tiba lah Abdur rahman bin ‘Auf yang selama ini tidak hadir karena ada hajat, lalu Abdurrahman berkata: saya ada mempunyai pengetahuan tentang itu, saya telah mendengar Rasulullah SAW bersabda: jika kalian mendengar adanya penyakit waba’ di suatu tempat maka janganlah kalian masuk tempat itu (daerah itu), tetapi jika terjadi di tempat yang kamu sedang berada di sana maka jangan keluar karena melarikan diri padanya. Umar r.a. mendengar keterangan Abdur Rahman bin ‘Auf itu segera mengucap Alhamdulillah, kemudian langsung berangkat pulang (kembali). (HR. Bukhori dan Muslim).
Dari hadits tersebut dapat diambil intisarinya yaitu suatu hari Umar bin Khattab hendak mengunjungi Syam bersama para sahabat. Maka Abu Ubaidah, Gubernur Syam pada waktu itu, keluar untuk menjemputnya di jalan dan menyampaikan kepadanya bahwa di negeri ini sedang berjangkit wabah penyakit tha’un, maka Umar pun bermusyawarah dengan para sahabat yang mengikutinya. Di antara mereka ada yang mengusulkan agar tetap ke Syam dan tidak membatalkan atau tidak lari dari qadar Allah. Sebagian yang lain mengusulkan agar kembali dan tidak menghadapkan kaum muslimin dan para sahabat itu ke dalam lingkungan yang terjangkit wabah tha’un itu. Mereka berpendapat bahwa lari dari qadar Allah kepada qadar Allah.
Akhirnya datang seorang sahabat menyampaikan sebuah hadits yang didengar dari Rasulullah saw. Maka mereka kembali ke Madinah, sedangkan penduduk Syam diperintahkan agar tidak meninggalkan daerahnya sehingga wabah itu benar-benar hilang.[2]
Kaidah-kaidah ini tidak berbeda dengan nilai-nilai sains modern dewasa ini. Apabila kita mengetahui perkembangan kesehatan, maka kita akan mengetahui jika terjadi wabah kolera, atau sopak di suatu kota, maka buatlah pengaman di sekitarnya. Kemudian dengan alasan apapun, tak seorang pun didizinkan memasukinya, kecuali para petugas kesehatan atau orang yang mempunyai kepentingan di dalamnya, itu pun mesti di bawah pengawasan Departemen Kesehatan.














BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah kami bahas di atas, maka dapat disimpulkan bahwa jika kita mendengar ada penyakit yang sedang berjangkit di suatu tempat maka sebaiknya jangan masuk tempat itu, tetapi jika penyakit itu sedang mewabah di daerah tempat tinggal kita maka alangkah lebih baiknya jika kita jangan keluar dari tempat itu, karena bisa jadi daerah lain akan tertular penyakit tersebut dan seolah-olah menunjukkan bahwa kita tidak percaya takdir Ilahi.
B.     Saran
Demikianlah isi pembahasan makalah kami ini, mohon maaf bila ada kesalahan ataupun kejanggalan dalam berkata atau dalam menulis makalah ini. Oleh karena itu kritikan dan saran yang bersifat membangun jiwa kami dalam menyusun makalah sangat kami harapkan demi tercapainya kesempurnaan makalah di masa akan datang.



DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Al-Lu’lui wal Marjan, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2006
Ahmad Syauqi Al-Fanjari, Nilai Kesehatan dalam Syari’at Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996




[1] Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Al-Lu’lui wal Marjan, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2006), 853-854
[2] Ahmad Syauqi Al-Fanjari, Nilai Kesehatan dalam Syari’at Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hal. 40-41

0 comments

SYARIAT ISLAM

KISAH NABI SULAIMAN A.S-Kisah Tauladan Para Nabi Allah KISAH NABI SULAIMAN A.S Allah s.w.t berfirman: "Dan sesungguhnya Kami...

Ikuti

Powered By Blogger

My Blog List

Translate

Subscribe via email