BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Agama Islam adalah agama yang sangat memperhatikan penegakan Amar Ma’ruf
dan Nahi Munkar. Amar Ma’ruf Nahi Munkar merupakan pilar
dasar dari pilar-pilar akhlak yang mulia lagi agung. Kewajiban menegakkan kedua
hal itu adalah merupakan hal yang sangat penting dan tidak bisa ditawar bagi
siapa saja yang mempunyai kekuatan dan kemampuan melakukannya. Sesungguhnya
diantara peran-peran terpenting dan sebaik-baiknya amalan yang mendekatkan diri
kepada Allah Ta’ala, adalah saling menasehati, mengarahkan kepada kebaikan,
nasehat-menasehati dalam kebenaran dan kesabaran. At-Tahdzir (memberikan
peringatan) terhadap yang bertentangan dengan hal tersebut, dan segala yang
dapat menimbulkan kemurkaan Allah Azza wa Jalla, serta yang menjauhkan dari
rahmat-Nya. Perkara al-amru bil ma’ruf wan nahyu ‘anil munkar
(menyuruh berbuat yang ma’ruf dan melarang kemungkaran) menempati
kedudukan yang agung.
Mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran merupakan ciri
utama masyarakat orang-orang yang berimanو setiap
kali Al Qur'an memaparkan ayat yang berisi sifat-sifat orang-orang beriman yang
benar, dan menjelaskan risalahnya dalam kehidupan ini, kecuali ada perintah
yang jelas, atau anjuran dan dorongan bagi orang-orang beriman untuk mengajak
kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, maka tidak heran jika
masyarakat muslim menjadi masyarakat yang mengajak kepada kebaikan dan mencegah
kemungkaran; karena kebaikan negara dan rakyat tidak sempurna kecuali
dengannya.
Al Qur’an al karim telah menjadikan rahasia kebaikan yang menjadikan umat
Islam istimewa adalah karena ia mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran,
dan beriman kepada Allah: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar,
dan beriman kepada Allah”. (QS. Ali Imran: 110).
Ini adalah gambaran yang indah bagi pengaruh amar ma’ruf dan nahi
mungkar dalam masyarakat, yang jelas bahwa amar ma’ruf dan
nahi mungkar bisa menyelamatkan orang-orang lalai dan orang-orang
ahli maksiat dan juga orang lain yang taat dan istiqamah, dan bahwa sikap diam
atau tidak peduli terhadap amar ma’ruf dan nahi mungkar
merupakan suatu bahaya dan kehancuran, ini tidak hanya mengenai orang-orang
yang bersalah saja, akan tetapi mencakup semuanya, yang baik dan yang buruk,
yang taat dan yang jahat, yang takwa dan yang fasik
B.
Rumusan Masalah
Adapun masalah-masalah yang akan kami bahas dalam makalah ini adalah antara
lain sebagai berikut :
·
Bagaimana lafaz hadis
tentang penegak kebenaraan selalu muncul ?
·
Bagaimana penjelasan
hadis penegak kebenaraan selalu muncul ?
·
Bagaimana lafaz hadis
tentang perintah mencegah kemungkaran ?
·
Bagaimana penjelasan
hadis tentang perintah mencegah kemungkaran ?
C. Tujuan Pembahasan
Adapun
tujuan dari pembahasan kami ini adalah antara lain sebagai berikut :
·
Untuk
mengetahui dan memahami lafaz hadis
·
Untuk
memahami bagaimana penjelasan hadis.
BAB II
PEMBAHASAN
HADITS TENTANG MELAKUKAN AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR
A.
PENEGAK
KEBENARAN SELALU MUNCUL
Ø Lafaz Hadist
عن المغيرة بن شعبة عن النبي صلي الله
عليه وسلم قال: لا يزال ناس من امتي ظاهرين حتي ياءتهم امر الله وهم ظاهرون.
“Dari Al-Mughairah bin Syu’bah dari Nabi saw, ia berkata : sekelompok dari
umatku selalu memperjuangkan (kebenaran) sehingga datang kepada mereka
keterangan Allah, sedang mereka menempuh jalan yang benar”.
Ø Takhrij Hadist
Hadist ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Ad-darimi, dan At-Thabrani. Para ahli
hadist menilai hadis ini sahih.
Ø Penjelasan Hadist
Nabi Saw
mengungkapkan kelebihan untuk sekelompok ummatnya yang senantiasa bersikap dan
berperilaku di atas garis kebenaran. Mereka merupakan segolongan ummatnya yang
berusaha memelihara dan memperjuangkan kebenaran agama Allah, menganjurkan
kepada manusia berbuat yang ma’ruf dan mencegah perbuatan yang mungkar.[1] Diantara
sekalian banyak ummat Nabi Saw. Merekalah sekelompok manusia yang mendapat
pujian Allah Swt. Allah berfirman :
öNçGZä. uöyz >p¨Bé& ôMy_Ì÷zé& Ĩ$¨Y=Ï9 tbrâßDù's? Å$rã÷èyJø9$$Î/ cöqyg÷Ys?ur Ç`tã Ìx6ZßJø9$# tbqãZÏB÷sè?ur «!$$Î/ 3
“Kamu adalah umat yang terbaik untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf,
dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah…”. Surat Ali ‘Imran : 110
Dalam ayat lain Allah menjelaskan :
`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôt n<Î) Îösø:$# tbrããBù'tur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztur Ç`tã Ìs3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd cqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÉÍÈ
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeruh kepada
kebajikan, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Merekalah
orang-orang yang beruntung”. Al-Imran : 104
Dari keteranganayat-ayat diatas dapat disimpulkan bahwa penegak kebenaran
ataupun amar ma’ruf nahi mungkar adalah kaum
muslimin. Ayat diatas juga menjelaskan bahwa ada segolongan/sebagian umat
Muslim ada yang berfungsi sebagai penyeru kebaikan dan ada yang mencegah kemungkaran.[2]
Dalam situs lain juga terdapat maksud dari diatas menjelaskan bahwa
di akhir zaman nanti walaupun orang sudah banyak meninggalkan ajaran
Allah di muka bumi dan tidak lagi melakukan perintah Allah, namun orang yang
akan membela agama Allah pasti ada,yaitu yang mana pada akhir zaman nanti
orang-orang tidak mau lagi mengerjakan perintah Allah, namun dalam hal itu
Allah akan mengutuskan hambanya yang akan membela agama nya seperti Imam Mahdi
dan Nabi Isya.[3]
B. PERINTAH MENCEGAH KEMUNGKARAN
Ø Lafaz Hadis
عَنْ أَبِي سَعِيْد
الْخُدْرِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه
وسلم يَقُوْلُ: مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ
لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ
أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ .رواه مسلم
Dari Abu Sa’id Al Khudri r.a berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW
bersabda : Siapa yang melihat kemunkaran maka
rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika
tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah
selemah-lemahnya iman. (Riwayat Muslim).
Ø Penjelasan Hadist
Amar Ma’ruf dan Nahi Mungkar berasal
dari kata bahasa Arab الأمر / أمر merupakan
mashdar atau kata dasar dari fi’il atau kata kerja أمر
yang artinya memerintah atau menyuruh. Jadi الأمر
/ أمر artinya perintah.معروف
artinya yang baik atau kebaikan /
kebajikan. Sedangkan المنكر = الأمر القبيح yaitu perkara yang keji. Yang dimaksud amar
ma’ruf adalah ketika engkau memerintahkan orang lain untuk bertahuid
kepada Allah, menaati-Nya, bertaqarrub kepada-Nya, berbuat baik kepada sesama
manusia, sesuai dengan jalan fitrah dan kemaslahatan.[4] Atau
makruf adalah setiap pekerjaan (urusan yang diketahui dan dimaklumi berasal
dari agama Allah dan syara’-Nya. Termasuk segala yang wajib yang mandub. Makruf
juga diartikan kesadaran, keakraban, persahabatan, lemah lembut terhadap
keluarga dan lain-lainnya.
Sedang munkar
adalah setiap pekerjaan yang tidak bersumber dari agama Allah dan syara’-Nya.
Setiap pekerjaan yang dipandang buruk oleh syara’, termasuk segala yang haram,
segala yang makruh, dan segala yang dibenci oleh Allah SWT. Allah berfirman:
¢ (#qçRur$yès?ur n?tã ÎhÉ9ø9$# 3uqø)G9$#ur ( wur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4
“Tolong menolonglah kamu dalam
berbuat kebajikan dan bertaqwalah, serta jangan tolong menolong dalam hal dosa
dan kejahatan”. (QS. 5 Al
Maidah: 2)
Termasuk tolong menolong ialah menyerukan kebajikan dan memudahkan jalan
untuk kesana , menutup jalan kejahatan dan permusuhan dengan tetap
mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.
Agama Islam adalah agama yang sangat memperhatikan penegakan Amar Ma’ruf
dan Nahi Munkar. Amar Ma’ruf merupakan pilar dasar
dari pilar-pilar akhlak yang mulia lagi agung. Kewajiban menegakkan kedua hal
itu adalah merupakan hal yang sangat penting dan tidak bisa ditawar bagi siapa
saja yang mempunyai kekuatan dan kemampuan melakukannya. Bahkan Allah swt
beserta RasulNya mengancam dengan sangat keras bagi siapa yang tidak melaksanakannya
sementara ia mempunyai kemampuan dan kewenangan dalam hal tersebut.
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرا Menurut beberapa ulama maksud dari hadis ini adalah ketika ada kemungkaran
maka harus diubah dengan beberapa cara, yaitu :
·
Kekuasaan
bagi para penguasa
·
Nasihat
atau ceramah bagi para Ulama, kaum cerdik pandai, juru penerang, para wakil
rakyat, dan lain-lain.
·
Membencinya
di dalam hati bagi masyarakat umum.
Setiap orang memiliki kedudukan dan kekuatan sendiri-sendiri untuk mencegah
kemungkaran. Dengan kata lain, hadis tersebut menunjukkan bahwa umat
Islam harus berusaha melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar
menurut kemampuannya, sekalipun hanya melalui hati.[5] ada
beberapa karakter masyarakat dalam menyikapi amar ma’ruf nahi
munkar. Antara lain :
1. Memerintahkan yang ma’ruf dan melarang yang munkar, atau
dinamakan karakter orang mukmin.
2. Memerintahkan yang munkar dan melarang yang ma’ruf, atau
dinamakan karakter orang munafik.
3. Memerintahkan sebagian yang ma’ruf dan munkar, dan melarang
sebagian yang ma’ruf dan munkar. Ini adalah karakter orang yang
suka berbuat dosa dan maksiat.[6]
Dengan melihat ketiga karakter tersebut, maka sudah jelas bahwa tugas berAmar
Ma’ruf Nahi Munkar bukanlah hanya tugas seorang da’i, mubaligh, ataupun
ustadz saja, namun merupakan kewajiban setiap muslim. Dan ini merupakan salah
satu kewajiban penting yang diamanahkan Rasulullah SAW kepada seluruh kaum
muslim sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Rasulullah mengingatkan, agar
siapa pun jika melihat kemunkaran, maka ia harus mengubah dengan tangan, dengan
lisan, atau dengan hati, sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya.
Begitu juga Imam al-Ghazali, dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin, beliau
menekankan, bahwa aktivitas “amar ma’ruf dan nahi munkar”
adalah kutub terbesar dalam urusan agama. Ia adalah sesuatu yang penting, dan
karena misi itulah, maka Allah mengutus para nabi. Jika aktivitas ‘amar ma’ruf
nahi munkar’ hilang, maka syiar kenabian hilang, agama menjadi
rusak, kesesatan tersebar, kebodohan akan merajalela, satu negeri akan binasa.
Begitu juga umat secara keseluruhan.[7]
Syaikh Shalih Abdul Aziz menjelaskan hadits tersebut sebagai berikut :
·
Bahwa فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ (mengubah kemungkaran
dengan tangan) bersifat wajib jika disertai Qudrah (kemampuan dan kekuasan).
Contohnya: kepala rumah tangga atau kepala pemerintahan, mereka wajib mengubah
kemungkaran yang terjadi di wilayah kekuasaannya dengan tangan. Jika
tidak, maka mereka berdosa.
·
Namun jika suatu kemungkaran
terjadi di luar wilayah kekuasaan seseorang, maka ini di luar Qudrah, sehingga
tidak wajib mengubahnya dengan tangan. Akan tetapi wajib mengingkari kemungkaran
dengan lisan, yaitu dengan dakwah dan nasehat. Jika tidak mampu, maka wajib
mengingkari dengan hati, yaitu dengan membenci dan tidak ridha dengan kemungkaran
tersebut. Tidak ada alasan bagi seorang mukmin untuk tidak bisa mengingkari kemungkaran
dengan hati. Karena jika tidak, sungguh keimanannya dalam bahaya yang besar.
·
Syarat wajibnya nahi
munkar menurut hadits di atas adalah ketika “melihat kemungkaran”.
(Jadi tidak boleh nahi munkar yang hanya didasarkan oleh
prasangka dan tuduhan atau kabar burung dan desas-desus. Tidak boleh sengaja
memata-matai aib orang dengan dalih menegakkan nahi munkar).
·
Menurut hadits di atas,
yang diubah ketika melihat kemungkaran adalah al-munkar (kemungkarannya).
Adapun pelakunya, maka ini perkara yang berbeda. Menyangkut penegakan hukuman.
Rukun Amar Makruf Nahi Munkar
Menurut imam ghazali Amar Ma’ruf Nahi Munkar memiliki empat rukun,
yaitu:
·
Al-Muhtasib (Pelaku amar
ma’ruf nahi munkar)
·
Al-Muhtasab ‘alaihi (orang
yang diseru)
·
Al-muhtasab fih
(perbuatan yang diseruhkan)
·
Al-Ihtisab (Perbuatan Amar
Ma’ruf Nahi Munkar itu sendiri).
Kaedah
yang harus diperhatikan bagi Pelaku Amar Makruf Nahi Munkar,
Pelaku Amar Ma’ruf Nahi Munkar hendaknya menghiasi dirinya dengan sifat
terpuji dan akhlak mulia. Di antara sifat pelaku Amar Ma’ruf Nahi Munkar yang
terpenting adalah:
·
Ikhlas
Hendaklah seorang pelaku Amar Ma’ruf Nahi Munkar manjadikan
tujuannya keridhaan Allah semata, tidak mengharapkan balasan dan syukur dari
orang lain.[8]
Demikianlah yang dilakukan para Nabi, Allah berfirman:
!$tBur öNä3è=t«ór& Ïmøn=tã ô`ÏB @ô_r& ( ÷bÎ) yÌô_r& wÎ) 4n?tã Éb>u tûüÏJn=»yèø9$# ÇÊÍÎÈ
Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan itu, upahku tidak
lain hanyalah dari Rabb semesta alam. QS.Asy-Syu’araa` :145
·
Berilmu.
Kerena masyarakat umumnya belum mengerti mana yang ma’ruf dan mana
yang mungkar. Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: niat terpuji yang
diterima Allah dan menghasilkan pahala adalah yang semata-mata untuk Allah .
Sedangkan amal terpuji lagi sholeh adalah itu yang diperintahkan Alla. Jika hal
itu menjadi batasan seluruh amal sholih, maka wajib bagi pelaku Amar Ma’ruf
Nahi Munkar memiliki keriteria tersebut dalam dirinya, dan tidak dikatakan
amal sholih apabila dilakukan tanpa ilmu dan fiqih, sebagaiman pernyataan Umar
bin Abdil Aziz: “Orang yang menyembah Allah tanpa ilmu, maka kerusakan yang
ditimbulkannya labih besar dari kemaslahatan yang dihasilkannya”. ini sangat
jelas, karena niat dan amal tanpa ilmu merupakan kebodohan, kesesatan dan
mengikuti hawa nafsu. maka dari itu ia harus mengetahui kema’rufan dan kemunkaran
dan dapat membedakan keduanya serta harus memiliki ilmu tentang keadaan yang
diperintah dan dilarang.”
·
Rifq
Rifq (lemah lembut dalam perkataan dan perbuatan serta
selalu mangambil yang mudah). Dalam kisah Nabi Musa Allah berfirman :
اذْهَبَآ إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ
طَغَى فَقُولاَ لَهُ قَوْلاً لَّيِّنًا لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى
Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah malampaui batas
maka berbicalah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut
mudah-mudahan ia ingat atau takut”. QS. Thoha : 43-44
·
Sabar
Kesabaran merupakan perkara yang sangat penting dalam seluruh perkara manusia,
apalagi dalam amar ma’ruf nahi munkar, karena
pelaku Amar Ma’ruf Nahi Munkar bergerak di medan perbaikan jiwanya dan
jiwa orang lain. Sehingga Luqman mewasiati anaknya untuk bersabar dalam Amar
Ma’ruf Nahi Munkar :
يَابُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاَةَ وَأْمُرْ
بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَآأَصَابَكَ إِنَّ
ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ اْلأُمُورِ
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik
dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang munkar dan bersabarlah terhadap apa
yang menimpa kamu.Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang
diwajibkan (oleh Allah). (QS. Luqmaan :17).
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari uraian yang telah kami bahas di atas, maka dapat kami simpulkan antara
lain sebagai berikut:
·
Memerintahkan suatu
kebajikan dan melarang suatu kemungkaran (Amar Ma’ruf Nahi
Mugkar) adalah perintah agama, karena itu ia wajib dilaksanakan oleh setiap
umat manusia sesuai dengan kemampuan dan kekuatannya.
·
Islam adalah agama yang
berdimensi individual dan sosial, maka sebelum memperbaiki orang lain seorang
Muslim dituntut berintrospeksi dan berbenah diri, sebab cara Amar Ma’ruf yang
baik adalah yang diiringi dengan keteladanan.
·
Menyampaikan Amar Ma’ruf
Nahi Mungkar disandarkan kepada keihklasan karena mengharap ridho Allah
semata.
B. Saran
Dan kami sadar bahwa dalam
pembuatan makalah
ini pasti terdapat banyak kesalahan, kekeliruan dan kekurangan, baik itu
dari segi tulisannya, bahasanya ataupun yang lain, oleh karena itu kami mengharapkan kepada
teman-teman sekalian serta segenap pihak yang bersangkutan, untuk dapat
memberikan kritik dan sarannya, agar dapat kita benari bersama dan dapat kita
ambil manfaatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hamid Ritonga, Hadis Seputar Fiqih dan Sosial Kemasyarakatan,
(Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2009)
Abdul Hamid Ritonga, Hadis Seputar Islam dan Tata Kehidupan.
(Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2009)
Ahmad Iwudh Abduh, Mutiara Hadis Qudsi, (Bandung: Mizan Pustaka,
2006)
Rachmat syafe’i, Al-Hadis Aqidah, Akhlak, Sosial, dan Hukum, (Bandung:
Penerbit Pustaka Setia, 2000)
Muhammad Jamaludin Qasyimi, Roudhlotul Mu’minin terjemah Abu Ridho,
(Semarang: Assyifa, 1999)
Ahmad Abdurraziq al-Bakri, Ringkasan Ihya ‘Ulumuddin Imam Ghazali,
(Jakarta: Sahara Publishers, 2010, cetakan ke VI)
[1] Abdul Hamid Ritonga, Hadis
Seputar Fiqih dan Sosial Kemasyarakatan, (Bandung: Citapustaka Media
Perintis, 2009), hal 88-89
[2] Abdul Hamid Ritonga,
Hadis Seputar Islam dan Tata Kehidupan. (Bandung: Citapustaka Media
Perintis, 2009), hal 202
[5] Rachmat syafe’i, Al-Hadis
Aqidah, Akhlak, Sosial, dan Hukum, (Bandung: Penerbit Pustaka Setia, 2000),
hal 241
[6] Muhammad Jamaludin
Qasyimi, Roudhlotul Mu’minin terjemah Abu Ridho, (Semarang: Assyifa,
1999), hal 373
[7] Ahmad Abdurraziq
al-Bakri, Ringkasan Ihya ‘Ulumuddin Imam Ghazali, (Jakarta: Sahara
Publishers, 2010, cetakan ke VI), hal 246
0 comments