lafadz hadis tentang nia

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Niat adalah salah satu unsur terpenting dalam setiap perbuatan yang dilakukan aleh manusia. Bahkan dalam setiap perbuatan yang baik dan benar (ibadah) menghadirkan niat hukumnya fardhu bagi setiap pelaksananya. Banyak hadis yang mencantumkan seberapa penting arti menghadirkan niat dalam setiap perbuatan. Niat juga mengan dung makna keikhlasan terhadap apa yang akan kita kerjakan.
Umar bin al-Khatthab yang diriwayatkan aleh al-Bukhari dan Muslim bahwa Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya amal-amal itu dengan niat dan sesungguhnya masing-masing arang mendapatkan apa yang dia niatkan.” Jadi pada intinya setiap niat yang baik pasti menghasilkan perbuatan yang baik pula dan sebaliknya, setiap niat yang buruk akan menghasilkan perbuatan yang buruk pula. Dalam makalah ini saya akan membahas tentang hadis tentang niat.

B.       Rumusan Masalah
1.      Bagaimana lafadz hadis tentang niat ?
2.      Bagaimana terjemahan hadis tentang niat ?
3.      Siapa-siapa yang menakhrijkan hadis tentang niat ?
4.      Bagaimana penjelasan hadis tersebut?

C.      Tujuan Pembahasan
1.      Untuk mengetahui bagaimana lafadz hadis tentang niat
2.      Untuk mengetahui bagaimana terjemahan hadis tentang niat
3.      Untuk mengetahui siapa-siapa saja yang mentakhrijkan hadis tentang niat
4.      Untuk memahami bagaimana penjelasan tentang niat

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Lafaz Hadis
عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ . رَوَاهُ إمَامَا الْمُحَدِثَيْنِ أَبُوْ عَبْدِ اللهِ مُحَمَّدْ بْنِ إِسْمَاعِيْلَ بْنِ إِبْرَاهِيْمَ بْنِ الْمُغِيْرَةِ بْنِ بَرْدِزْبَة البُخَارِيُّ وَاَبُوْ الْحُسَيْنِ مُسْلِمُ بْنُ اْلحَجَّاجِ بْنِ مُسْلِمِ الْقُشَيْرِيُّ النَّيْسَابُوْرِيُّ فِيْ صَحِيْحَيهِمَا اَللذَّيْنِ هُمَا أَصَخُ اْلكُتُبِ اْلمُصَنَّفَةِ.[1]
B.       Terjemahan Hadis
Dari Amirul Mu’minin, (Abu Hafsh atau Umar bin Khattab radiyallahu’anhu) dia berkata: ”Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu’alaihi wassalam bersabda: ’Sesungguhnya seluruh amal itu tergantung kepada niatnya, dan setiap arang akan mendapatkan sesuai niatnya. Aleh karena itu, barangsiapa yang berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang berhijrah karena (untuk mendapatkan) dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya itu kepada apa yang menjadi tujuannya (niatnya).’” (Diriwayatkan oleh dua imam ahli hadits; Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah Al-Bukhari dan Abul Husain Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim Al-Qusairy An-Naisabury di dalam kedua kitab mereka yang merupakan kitab paling shahih diantara kitab-kitab hadits).
C.      Takhrij Hadis
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhary no. 1, 54, 2529, 3898, 5070, 6689 dan 6953, Imam Muslim no. 3530 dan lain-lain dari jalan Yahya bin Sa’id Al-Anshory dari Muhammad bin Ibrahim at-Taimy dari ‘Alqomah bin Waqqosh Al-Laitsy dari ‘Umar ibnul Khoththob radhiallahu ‘anhu.
Dari konteks sanadnya kita bisa melihat bahwa hadits ini adalah hadits ahad atau lebih tepatnya ghorib karena tidak ada yang meriwayatkan hadits ini –secara shohih- dari Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam kecuali ‘Umar, tidak ada yang meriwayatkan hadits ini dari ‘Umar kecuali ‘Alqomah, tidak ada yang meriwayatkan hadits ini darinya kecuali Muhammad bin Ibrahim dan tidak ada yang meriwayatkan hadits ini darinya kecuali Yahya.[2]
D.      Penjelasan Hadis
Rasulullah mengeluarkan hadits di atas untuk menjawab pertanyaan salah seorang sahabat berkenaan dengan peristiwa hijrahnya Rasulullah Saw. Dari Mekah ke Madinah, yang diikuti  oleh sebagian besar sahabat. Dalam hijrah itu ada salah seorang laki-laki yang turut juga hijrah. Akan tetapi niatnya  bukan untuk kepentingan  perjuangan Islam, melainkan menikahi seorang wanita yang bernama Ummu Qais. Wanita itu rupanya sudah bertekan akan turut hijrah, sedangkan pada mulanya kali-laki itu memilih tinggal  di Mekah. Ummu qais hanya bersedia di kawini di tempat tujuan hijrahnya Rasulullah Saw. Yakni Madinah, sehingga laki-laki itu pun ikut hijrah ke Madinah.
Dalam kamus umum bahasa Indonesia niat di artikan sebagai maksud tujuan sesuatu perbuatan.[3] Berkenaan dengan niat, sebagian ulama mendefinisikan niat menurut syara’, sebagai berikut:
اَلِنِّيَةُ هِيَ قَصَدُ فِعْلِ شَىْءٍ مُقْتَرَ نًا بِفِعْلِهِ
Artinya : Niat adalah menyengajakan berbuat sesuatu disertai (berbarengan) dengan perbuatan.
Orang yang berhijrah dengan niat ingin mendapatkan keuntungan dunia atau ingin mengawini seorang wanita, ia tidak akan mendapat pahala dari Allah SWT. Sebaliknya kalau seseorang hijrah karena ingin mendapat rida Allah SWT. maka ia akan mendapatkannya, bahkan keuntungan duniapun akan diraihnya. Sebenarnya, hijrah yang  dimaksud pada hadits di atas adalah berhijrah dari Mekah ke Madinah karena saat itu penduduk Mekah tidak merespon da’ wah Nabi, bahkan mereka ingin mencelakai Nabi dan umat Islam. Akan tetapi, setelah Islam kuat, hijrah di atas lebih tepat diartikan berpindah dari kemungkaran atau kebatilan kepada hak. Namun demikian. niat tetap saja sangat berperan dalam menentukan berpahala atau tidaknya setiap hijrah, apapun bentuknya.
Niat dalam arti motivasi, juga sangat menentukan diterima atau tidaknya suatu amal oleh Allah SWT. Shalat umpamanya, yang dianggap sah menurut pandangan syara' karena memenuhi berbagai syarat dan rukunnya, belum  tentu diterima dan berpahala kalau motivasinya bukan karena Allah, tetapi karena manusia, seperti ingin dikatakan rajin, tekun, dan sebagainya. Motivasi dalam melaksanakan setiap amal harus betul-betul ikhlas, hanya mengharapkan ridha Allah saja.[4] Rasulullah Saw. Bersabda  yang   artinya:
Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, Rasulullah SAW, bersabda, Sesungguhnay  Allah AWT, tidak melihat bentuk badan danrupamu, tetapi melihat (memperhatikan niat dan keikhlasan dalam) hatimu.”(HR. Muslim)
Dengan demikian orang yang tidak Ikhlas dalam melakukan perintah Allah SWT, misalnya untuk mendapatkan keuntungan dunia semata, Allah akan memberikan balasannya di dunia, tetapi Dia tidak akan memberikan apa-apa kelak di akhirat.
Jadi, tidaklah heran seseorang yang ketika hidup di dunia sudah melakukan amal kebaikan, namun di akhirat tidak menemukan apa-apa karena perbuatan tersebut tidaklah  secara Ikhlas sehingga amalnya bagaikan debu yang bertebaran, Bagaimanapun Allah mengetahui segala sesuatu yang ada dalam hati seseorang, dan tidak akan menerima begitu saja amal setiap orang sebelum melihat motivasi sebenarnya.[5] Alah SWT berfirman:
!$uZøBÏs%ur 4n<Î) $tB (#qè=ÏJtã ô`ÏB 9@yJtã çm»oYù=yèyfsù [ä!$t6yd #·qèWY¨B ÇËÌÈ  
Artinya :   Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan. (Qs. AL-Furqan: 23)
















BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Amalan itu tergantung dengan apa yang kita niatkan. Oleh karena itu seseorang pelajar/mahasiswa/i seharusnya berniat dengan baik dalam amalannya. Niat bisa dijadikan motivasi untuk kita belajar, karena dengan niat yang ikhlas yang disertai dengan amalannya akan membuahkan hasil yang baik.
Barangsiapa yang niatnnya baik disertai dengan amalannya maka akan menghasilkan yang baik, sebaliknya barangsiapa yang niatnya jahat/buruk maka akan pula menghasilkan kejahatan/keburukannya. Sesungguhnya Allah Maha mengatahui akan niat-niat hamba-Nya.
B.       Saran
Demikianlah isi makalah ini yang dapat saya bahas, lebih dan kurang saya mohon maaf. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi diri pribadi saya sendiri.



DAFTAR PUSTAKA

Nawawi, Yahya bin Syarifuddin, Matan Arba’in Nawawiyah, Medan: Sumber Ilmu Jaya, 676 M
Poerwarminta, WJS. Kamus Umum bahasa Indonesia,  Balai Pustaka, 1976
Syafei, Rachmat, Al-Hadis (Akidah, Akhlak, Sosial, Hukum), Bandung,: Pustaka Setia,  2003






[1] Yahya bin Syarifuddin Nawawi, Matan Arba’in Nawawiyah, (Medan: Sumber Ilmu Jaya, 676 H), hal. 6
[2]http://fdj-indrakurniawan.blogspot.com/2011/03/makalah-hadits-tentang-niat-ikhlas-dan.html
[3] WJS. Poerwarminta, Kamus Umum bahasa Indonesia,  balai Pustaka, 1976, hal. 676
[4] Rachmat Syafei, Al-Hadis (Akidah, Akhlak, Sosial, Hukum), (Bandung,: Pustaka Setia,  2003), hal. 53-57
[5]Ibid,,,, hal. 60

0 comments

SYARIAT ISLAM

KISAH NABI SULAIMAN A.S-Kisah Tauladan Para Nabi Allah KISAH NABI SULAIMAN A.S Allah s.w.t berfirman: "Dan sesungguhnya Kami...

Ikuti

Powered By Blogger

My Blog List

Translate

Subscribe via email