Haditz jujur

   PENDAHULUAN

Allah SWT menciptakan manusia dalam bentuk yang paling sempurna jika dibandingkan dengan makhluk Allah yang lain. Sebagai makhluk yang sempurna dan sebagai khalifah dibumi manusia dituntut untuk berakhlak terpuji, karena dengan akhlak terpuji manusia akan selamat didunia dan diakhirat. Dengan demikian hendaklah menghias diri dengan akhlak terpuji dimanapun berada, dimulai dengan berbuat baik terhadap diri sendiri, lingkungan keluarga, dan masyarakat.
Salah satu akhlak terpuji yang harus dimiliki oleh setiap manusia adalah bersikap jujur, karena kejujuran akan membawa pada kebaikan. Kejujuran merupakan pilar keimanan. Kejujuran merupakan kesempurnaan, kemuliaan, saudara keadilan, sebaik-baiknya ucapan, dan hiasan perkata


BAB II
PEMBAHASAN


حديث عبدالله بن مسعود رضي الله عنه عن النّبيّ صلّى الله عليه وسلّم قل : إِنَّ الصِّدْقَ يَهْد إِلَى اْلبِرِّ وَإِنَّ اْلبِرَّ يَهْدِي إِلَى اْلجَنَّةِ وَ إِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ حَتَّى يَكُوْنَ صِدِّيْقًا. وَإِنَّ اْلكِذْبَ يَهْدِي إِلَى اْلفُجُوْرِ وَ إِنَّ اْلفُجُوْرِ يَهْدِي إِلَى النَّارِ. وَ إِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ خَتىَّ يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا.  (رواه البخارى)

Terjemah Hadits: ”Abdullah ibnu Mas’ud berkata bahwa Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya benar (jujur) itu menuntun kepada kebaikan, dan kebaikan itu menuntun ke surga, dan seseorang itu berlaku benar sehingga tercatat di sisi Allah sebagai seorang yang siddiq (yang sangat jujur dan benar). Dan dusta menuntun kepada curang, dan curang itu menuntun ke dalam neraka. Dan seorang yang dusta sehingga tercatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (Dikeluarkan oleh imam Bukhari dalam kitab ”Tatakrama” bab: firman Allah Ta’ala: Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan jadilah kamu semua bersama orang-orang yang benar).

B.     Tinjauan Bahasa
الصِّدْقُ      : Dalam  ucapan berarti lawan dari bohong Dalam niat berarti ikhlas; dalam janji  berarti menepatinya; dalam kelakuan berarti tidak melakukan kejahatan; baik secara sembunyi-sembunyi maupun zahir. Kalau dalam berbagai hal shiddiq (benar) Dinamakan  الصِّدِّيْقُtetapi kalau benar dalam berbagai sifat saja dinamakan الصَّادِقُ
اَلْبِرُّ           : Sebutan yang mencakup segala kebaikan
يهدي        : Menuntun, membawa
اَلْفُجُو رُ     : Lawan (kebalikan) dari  اَلْبِرُّ
Kata kata  الصدق  yang berarti jujur, terbagi dalam 6 bagian :
1.      Jujur dalam berbicara yaitu tidak berbicara bohong
2.      Jujur dalam niat yaitu ikhlas ( menjaga ma’na kejujuran dalam bermunajat atau mendekatkan diri kepada allah),
3.      Jujur dalam bertekad (kemauan yang besar) pada hal yang baik yang telah kalian niatkan dalam artian menguatkan apa yang telah kita tekadkan
4.      Jujur dalam menepati tekad yang kuat, kategori jujur kali ini ditujukan kepada penguasa yang mengumbar janji tatkala kampanye
5.      Jujur dalam beramal, maksudnya ketika dalam keadaan tertutup atau rahasia maupun terang terangan dia berperilaku dan berkata sama
6.      Jujur dalam maqomat seperti jujur dalam khauf dan roja’
Barang siapa yang dapat mempunyai sifat 6 tersebut maka seseorang tersebut mendapat predikat  صديق , apabila hanya sebagian yang terpenuhi dari sifat jujur tersebut maka mendapat predikat صادق 
C.    Penjelasan
Sebagaimana diterangkan di atas bahwa berbagai kebaikan dan pahala akan diberikan kepada orang yang jujur, baik di dunia maupun di akhirat. Ia akan dimasukan ke dalam surga dan mendapat gelar yang sangat terhormat, yaitu siddiq, artinya orang yang sangat jujur dan benar. Bahkan dalam Al-qur’an dinyatakan bahwa orang yang selalu jujur dan selalu menyampaikan kebenaran dinyatakan sebagai orang yang bertaqwa:
وَٱلَّذِي جَآءَ بِٱلصِّدۡقِ وَصَدَّقَ بِهِۦٓ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُتَّقُونَ
Artinya :” Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.”
(Q.S. Az- Zumar : 33)
Seorang hamba yang terus menerus berbuat kebohongan didalam hatinya akan ada satu titik, titik itu berwarna hitam, sehingga membuat hatinya menjadi hitam dan dicatat disisi allah sebagai pembohong.
Hadits ini menganjurkan agar selalu berkata jujur, sengaja berbuat jujur dan menikmati kejujuran, dan juga hadits ini memberikan peringatan agar takut berbicara bohong, mempermudah bohong, karena apabila sering mempermudah bohong akan memperbanyak dan menarik kebohongan kebohongan yang lain.[1]
Penjelasan Lain:
Kata shidq adalah bentuk intensif dari shadiq, dan berarti orang yang diresapi oleh kebenaran. Kata shadiq (orang yang jujur) sendiri berasal dari kata shidq (kejujuran). Derajat paling rendah kejujuran adalah jika batin seseorang serasi dengan perbutan lahirnya. Shadiq adalah orang yang benar dalam kata-katanya. Shidq adalah orang yang benar dalam semua kata-kata, perbuatan dan keadaan batinnya.[2]
Al-Raghib dalam kitabnya Mufradat Al-Qur’anmengatakan: kata al-shidq (kejujuran) dan al-kidzb (kedustaan, kebohongan) pada mulanya dipakai untuk bentuk ucapan yang berlalu atau akan tiba, berupa janji atau bukan- dalam bentuknya berita, pertanyaan atau tuntutan. Dimana kejujuran adalah ketepatan antara ucapan, isi hati, dan realitas yang diberitakan, dimana apabila syarat itu tidak terpenuhi maka bukanlah kejujuran, tetapi kedustaan atau diantara kejujuran dan kedustaan, seperti ucapan orang munafik.[3]
Barangsiapa yang menginginkan pahala, niscaya mudah baginya patuh akan aturan Allah SWT. Tetapi barangsiapa yang menganggapnya remeh, yaitu adanya surga, niscaya berat baginya untuk melaksanakannya. Bersikap jujur sangatlah ringan bagi mereka yang menginginkan pahala yang besar.[4][5]
Rasulullah memilih kata yahdi (menunjukkan), karena kejujuran itu menarik kesurga, sebagaimana surga itu membawa keneraka. Beliau juga memilih kata al-fujur (kejahatan) karena kata tersebut mencakup segala bentuk kejahatan.[5][6]
Petunjuk (menunjukkan) ialah penunjukan untuk sampai tujuan. Kejahatan (al-fujur) ialah menyobek tutup keagamaan, atau diartikan  sebagai kecondongan merusak dan semangat bermaksiat, yakni bahwa kata al-fujr mencakup semua keburukan, dimana asal kata al-fujr adalah bermakna sobekan yang luas.
Kejujuran atau kebenaran ialah nilai keutamaan dari yang utama-utama dan pusat akhlak, dimana dengan kejujuran maka suatu bangsa menjadi teratur, segala urusan menjadi tertib dan perjalanannya adalah perjalanan yang mulia. Kejujuran akan mengangkat harkat pelakunya ditengah manusia, maka ia menjadi orang terpercaya, pembicaraannya disukai, ia dicintai orang-orang, ucapannya diperhitungkan para pengusaha, persaksiannya diterima didepan pengadilan. Dengan ini Rasulullah SAW memerintahkan kita berkejujuran, sebagaimana juga Al-Qur’an memerintahkan kita didalam firman-Nya.[6][7]
Kebenaran dan kedustaan merupakan dua hal yang bertolak belakang. Kedustaan (al-kizb) merupakan final dari segala hal yang buruk dan sekaligus merupakan asal dari berbagai celaan (al-zamm) dengan segala natijah (hasil) yang jelek. Bertentangan dengan kedustaan yang mengarah cara berfikir yang negatif,maka kebenaran (as-shidq) adalah menginformasikan sesuatu sesuai dengan kenyataan, mengarah kepada cara berfikir yang positif.[7][8]



Ø  Dalil dan Hadits penguat

A.    DALIL AL-QUR’AN
Dalam AlQur’an telah di sebutkan beberapa ayat tentang kejujuran antara lain adalah:
1. Surat Al-Anfal ayat 58
Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, Maka kembalikanlah Perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat.
2. Surat An-Nahl ayat 105
Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka Itulah orang-orang pendusta.
3. Surat At-Taubah ayat 119
Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang jujur (benar)
B. DALIL AL-HADIST
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى اللّه عليه وسلم : عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَاِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِى إلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا (اخرجه مسلم)
Dari Abdillah berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Kalian harus jujur, karena sesungguhnya jujur itu menunjukkan kepada kebaikan, dan kebaikan itu menunjukkan kepada surga. Seseorang yang senantiasa jujur dan berusaha untuk jujur akan ditulis disisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah oleh kalian dusta, karena sesungguhnya dusta itu menunjukkan kepada keburukan, dan keburukan itu menunjukkan kepada neraka. Seseorang yang senantiasa berdusta dan berusaha untuk berdusta akan ditulis disisi Allah sebagai seorang pendusta.”[8][1]
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ رَجُلًا جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا عَمَلُ الْجَنَّةِ قَالَ الصِّدْقُ وَإِذَا صَدَقَ الْعَبْدُ بَرَّ وَإِذَا بَرَّ آمَنَ وَإِذَا آمَنَ دَخَلَ الْجَنَّةَ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا عَمَلُ النَّارِ قَالَ الْكَذِبُ إِذَا كَذَبَ الْعَبْدُ فَجَرَ كَفَرَ وَإذَا كَفَرَ دَخَلَ يَعْنِي النَّارَ
(اخرجه أحمدفي الرسالة)
Dari Abdillah bin Umar bahwasanya seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW kemudian bertanya kepada Rasul. Apa itu amal surga? Rasul menjawab, “jujur, ketika seorang jujur maka dia telah melakukan perbuatan baik, dan bila ia berbuat baik maka dia akan aman/ selamat dan bila dia selamat, maka dia akan masuk surga.” Laki-laki itu bertanya, “Apa itu amal neraka?” Rasul menjawab, “Bohong, ketika seorang (hamba) berbohong maka dia telah berbuat salah. Ketika salah maka dia telah kafir dan apabila dia kafir maka dia masuk neraka.”
Ø  Makna Secara Umum:
Dalam hadits ini mengandung isyarat bahwa siapa yang berusaha untuk jujur dalam perkataan maka akan menjadi karakternya dan barangsiapa sengaja berdusta  dan berusaha untuk dusta maka dusta menjadi karakterya. Dengan latihan dan upaya untuk memperoleh, akan berlanjut sifat-sifat baik dan buruk. 
Hadits diatas menunjukkan agungnya perkara kejujuran dimana ujung-ujungnya akan membawa orang yang jujur ke jannah serta menunjukan akan besarnya keburukan dusta dimana ujung-ujungnya membawa orang yang dusta ke neraka

Jujur dan dusta tidak pernah terpisah, padahal keduanya adalah berlawanan. Orang-orang masih mempergunakan timbangan kepada yang manakah sikap atau perangai seseorang. Tetapi dusta (bohong) itu tetap dusta, tidak ada pertikaian diantara yang memandangnya dan tidak ada yang sanggup membela suatu kedustaan, untuk mengatakan bahwa dia itu benar. Dusta menimbulkan kebencian diantara orang-orang dan menyebabkan kehilangan kepercayaan diantara mereka dan menjadikan mereka saling menjauh, tidak saling menolong dan tidak terdapat kerukunan diantara mereka. Karena itu, benarlah islam menganggap dusta sebagai dosa yang besar, sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadits diatas.[9][9]
Di era materialisme dewasa ini, kejujuran telah banyak dicampakkan dari tata pergaulan sosial-ekonomi-politik dan disingkirkan dari bingkai kehidupan manusia. Fenomena ketidak jujuran saat ini telah benar-benar menjadi realitas sosial yang menggelisahkan. Drama ketidakjujuran saat ini telah berlangsung sedemikian transparan dan telah menjadi semacam rahasia umum yang merasuk keberbagai wilayah kehidupan manusia. Sosok manusia jujur telah menjadi makhluk langka dibumi ini. Mencari orang-orang pintar lebih mudah daripada mencari orang-orang jujur. Keserakahan dan ketamakan kepada materi kebendaan, mengakibatkan manusia semakin jauh dari nilai-nilai kejujuran dan terhempas dalam kubangan materialisme dan hedonisme yang cenderung menghalalkan segala cara.
Pada masa sekarang, banyak manusia tidak mempedulikan jalan-jalan yang halal dan haram dalam mencari uang dan jabatan. Sehingga sering didengar ungkapan-ungkapan kaum materialis, “Mencari yang haram saja sulit, apalagi yang halal”. Bahkan banyak juga yang mengucapkan, “kalau jujur akan terbujur, kalau lurus akan kurus, kalau ikhlas akan tergilas.” Ungkapan-ungkapan itu menunjukkan bahwa manusia zaman kini telah dilanda penyakit mental yang luar biasa, yaitu penyakit ketidak jujuran.
Dengan demikian, sangat dibutuhkan usaha-usaha untuk meningkatkan kejujuran pada setiap individu. Adapun faktor-faktor yang mendorong tindak kebenaran (as-shidq), menurut Al-Mawardi adalah:
1.      Akal,disamping ia mampu membedakan mana yang benar dan mana pula yang tidak benar, akal juga memiliki kecenderungan kepada kebaikan (mustahsinat).
2.      Agama, karena ia tidak mungkin bertentangan dengan akal, maka syariat datang menguatkan argumentasi akal.
3.      Kepribadian yang baik (muru’ah) ia selalu menentang kecenderungan yang negatif, dan mendorong kepada hal-hal yang positif.[10][10]
Adapun macam-macam dari kejujuran adalah sebagai berikut:
1.      Jujur dalam niat
Yang dimaksud dengan niat yang benar adalah senantiasa berharap akan ridha Allah SWT dalam setiap perbuatan dan perkataan yang keluar dari mulut seseorang.
2.      Jujur dalam lisan
3.      Jujur dalam berbuat


Ø  Faedah yang Dapat Diambil dari Hadits
Berikut ini merupakan faedah yang dapat dipetik dari sikap jujur didalam hadits, diantaranya sebagai berikut:
1.      Kejujuran merupakan akhlak terpuji yang dianjurkan oleh islam
2.      Diantara petunjuk islam hendaknya perkataan orang sesuai dengan isi hatinya
3.      Jujur merupakan sebaik-baiknya sarana keselamatan didunia dan diakhirat
4.      Seorang mukmin yang bersikap jujur dicintai disisi Allah dan disisi manusia
5.      Membimbing bahwa jujur itu jalan keselamatan didunia dan diakhirat
6.      Dusta merupkan sikap buruk yang dilarang islam
7.      Menasehati orang yang mempunyai sifat dusta
8.      Dusta merupakan jalan yang menyampaikan keneraka
9.      Menegakkan keadilan dan kebenaran
10.  Mendatangkan ketentraman jiwa


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kata الصدق  yang berarti jujur, terbagi dalam 6 bagian yaitu: Jujur dalam berbicara, jujur dalam niat, jujur dalam bertekad, jujur dalam menepati tekad yang kuat, jujur dalam beramal, dan jujur dalam maqomat. Barang siapa yang dapat mempunyai sifat 6 tersebut maka seseorang tersebut mendapat predikat  صديق. Sedangkan orang yang terus-menerus berbuat kebohongan akan dicap disisi Allah sebagai  كذابا, orang yang   كذاباdikenal malaikat sebagai ahli bohong, dan akan dihiasi sifat-sifat pembohong dan akan mendapatkan siksa.
Di era materialisme dewasa ini, kejujuran telah banyak dicampakkan dari tata pergaulan sosial-ekonomi-politik dan disingkirkan dari bingkai kehidupan manusia. Adapun faktor-faktor untuk mendorong tindak kebenaran (as-shidq), menurut Al-Mawardi adalah: akal, agama, dan kepribadian yang baik (muru’ah).
Faedah yang dapat dipetik dari sikap jujur didalam hadits, diantaranya sebagai berikut: kejujuran merupakan akhlak terpuji yang dianjurkan oleh islam, jujur merupakan sebaik-baiknya sarana keselamatan didunia dan diakhirat, seorang mukmin yang bersikap jujur dicintai disisi Allah dan disisi manusia.

B.     Saran
Demikian makalah ini penulis susun, semoga dapat memberi manfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Penulis berharap kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun kepada penulis demi perbaikan makalah yang akan datang.









DAFTAR PUSTAKA

al-Bukhori, al-Khusaini al-Qonuji. 1992. As-Siroojul Wahhaaj.
al-Ghazali, Imam. 1994. Bahaya Lidah. Jakarta: Bumi Aksara.
al-Imam Abi Qosim Abdul Karim. Ar-Risalatul Qusyairiyyah.
al-Khauli, Muhammad Abdul Aziz. 2006. Menuju Akhlak Nabi.Semarang: Pustaka Nuun.
al-Musawi, Khalil. 1992. Bagaimana Membangun Kepribadian Anda?. Jakarta: PT Lentera Basritama.
al-Qusyayri, Abd al-Karim Ibn Hawazin. 1990. Risalah Sufi al-Qusyayri. Bandung: Pustaka.
Khalid, Amru. 2007. Berakhlak Seindah Rasulullah. Semarang: Pustaka Nuun.
Syukur, Suparman. 2004. Etika Religius. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.



[1][2] 
[2][3]  [3][4] 
[4][5] Amru Khalid, Berakhlak Seindah Rasulullah (Semarang: Pustaka Nuun, 2007), hlm. 100.
[5][6] Ibid., hlm. 101.
[6][7] Muhammad Abdul Aziz al-Khauli, op.cit., hlm. 151-152.
[7][8] Suparman Syukur, Etika Religius (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm.274.
[8][1] Muhammad Abdul Aziz al-Khauli, Menuju Akhlak Nabi(Semarang: Pustaka Nuun, 2006), hlm. 150.
[9][9] Imam al-Ghazali, Bahaya Lidah, (Jakarta: Bumi Aksara,1994), hlm. 7.
[10][10] Ibid., hlm. 275.




[1] al-Khusaini al-Qonuji al-Bukhori, As-Siroojul Wahhaaj, 1992, hlm. 163-167.
[2] Abd al-Karim Ibn Hawazin al-Qusyayri, Risalah Sufi al-Qusyayri, (Bandung: Pustaka,1990), hlm. 187-188.
[3] Muhammad Abdul Aziz al-Khauli, op.cit., hlm. 151.

0 comments

SYARIAT ISLAM

KISAH NABI SULAIMAN A.S-Kisah Tauladan Para Nabi Allah KISAH NABI SULAIMAN A.S Allah s.w.t berfirman: "Dan sesungguhnya Kami...

Ikuti

Powered By Blogger

My Blog List

Translate

Subscribe via email