PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pada zaman jahiliah, perdagangan yang
melintasi wilayah yang sangat jauh dan memakan waktu berbulan-bulan, dilakukan
secara ekstensif. Perdagangan ini melibatkan produksi atau impor barang-barang
di satu pihak dan penjualannya atau ekspor di pihak lain. Hal ini tidak dapat
dilakukan tanpa penghimpunan sumber-sumber daya finansial dan keahlian
perdagangan serta pengolahan (manufacturing). Selama masa jahiliah, semua
sumber daya finansial dimobilisasi berdasarkan bunga atau mudharabah dan
syirkah. Akan tetapi, Islam menghapuskan riba dan mengorganisasikan keseluruhan
produksi dan perdagangan berdasarkan mudharabah dan syirkah. Dengan terhapusnya
bunga, kegiatan ekonomi dalm dunia islam tidak mengalami kemerosotan, justru
terjadi peningkatan kemakmuran.
Suatu kombinasi dari beberapa faktor
politik dan ekonomi termasuk kemampuan memobilisasi sumber-sumber daya
finansial yang memadai, merupakan faktor yang bertanggung jawab bagi kemakmuran
ini. Kekayaan besar akan barang material yang dikirim oleh dunia islam dari
daratan yang begitu jauh, juga di ekspor ke Eropa. Barang-barang ini terdiri
bukan saja atas produk-produk Cina, India dan Afrika, melainkan juga
barang-barang yang dibuat oleh negara-nagara muslim sendiri. Kemakmuran ekonomi
dalam dunia islam telah memungkinkan terjadinya suatu pengembangan keahlian
industri yang memiliki nilai seni tiada bandingnya.
B.
TUJUAN
Dengan adanya makalah ini
setidaknya dapat megenal sedikit tentang BMT, dan juga dengan ada makalah ini
yang sebagai mana persyaratan dalam akademis untuk memperoleh satuan nilai
tugas dari bapak yang membimbing mata kuluiah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
MANAJEMEN OPRASIONALBMT
A.
BAITUL MAL WA
TAMWIL (BMT) DI INDONESIA
1. Pengertian BMT
BMT merupakan
kependekan dari Baitul Mal wa
Tamwil.Lembaga ini merupakan gabungan dari dua fungsi, yaitu baitul malatau rumah dana serta baitul tamwil atau rumah usaha. Baitul mal telah dikembangkan sejak
zaman Nabi Muhammad SAW sebagai lembaga yang bertugas untuk mengumpulkan
sekaligus membagikan (tashoruf)
dana sosial, seperti zakat, infak dan shodaqoh (ZIS). Sedangkan baitu tamwil
merupakan lembaga bisnis keuangan yang berorientasi laba.
BMT merupakan sebuah usaha bisnis.
Dengan begitu, BMT dikelola secara profesional sehingga mencapai tingkat
efiiensi ekonomi tertentu, demi mewujudkan kesejahteraan anggota, seiiring
penguatan kelembagaan BMT itu sendiri. Pada sudut pandang sosial, BMT (dalam
hal ini baitul mal) berorientasi pada peningkatan kehidupan anggota yang tidak
mungkin dijangkau dengan prinsip bisnis. Stimulan melalui dana ZIS akan
mengarahkan anggota untuk mengembangkan usahanya, untuk pada akhirnya mampu
mengembangkan dana bisnis.
2. Landasan Yuridis
Walaupun
sama-sama merupakan lembaga keuangan syariah, serta memiliki sistem dan
mekanisme kerja yang relatif sama, pada tataran hukum, BMT belum bisa
disejajarkan dengan bank syariah. Perbankan syariah telah memperoleh landasan
yuridis berdasarkanUndang Undang Perbankan. Pertama kali berdasarkan
Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992 dan kemudian diubah dengan Undang Undang Nomor
10 Tahun 1998. Berdasarkan undang-undang tersebut perbankan syari’ah telah
memiliki legitimasi hukum yang kuat.
Legalitas keberadaan BMT dianggap sah
karena tetap berasaskan Pancasila, UUD 1945 dan prinsip syariah Islam. Pada
sudut pandang lembaga sosial, BMT memiliki kesamaan fungsi dengan Lembaga Amil
Zakat. BMT dituntut untuk daapat menjadi LAZ yang mapan dalam pengumpulan dan
penyaluran zakat, infak, sedekah dan wakaf dari mustahiq kepada golongan yang paling berhak sesuai
ketentuan syariah dan UU No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat.
Sebagai lembaga
bisnis, legalitas BMT sebagai lembaga yang bergerak dalam penghimpunan dana masyarakat
terbentur status hukum yang sulit. Sebagai lembaga yang bukan bank, usaha yang
dilakukan oleh BMT lebih dekat kepada koperasi simpan-pinjam.BMT sebagai
lembaga keuangan mikro bergerak dalam kegiatan usaha menghimpun dan menyalurkan
dana dari masyarakat. Betapapun kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana oleh
BMT ini dalam skala kecil, namun kegiatan usaha ini secara yuridis tampak
berlawanan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang
perbankan.
Menurut pasal 16 ayat (1) Undang Undang
Nomor 10 tahun 1998, kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan hanya dapat dilakukan oleh Bank Umum atau BPR, kecuali apabila
kegiatan itu diatur dengan undang-undang tersendiri. Sebagaimana juga yang
tercantum dalam pasal 46 UU tersebut, BMT seharusnya mendapatkan sanksi karena
menjalankan usaha perbankan tanpa izin usaha. Namun di sisi lain, keberadaan
BMT di Indonesia justru mendapatkan dukungan dari pemerintah, dengan
diluncurkan sebagai Gerakan Nasional pada tahu 1994 oleh Presiden.
Untuk mengatasi krisis hukum tersebut,
maka dalam prakteknya sebagian BMT mengambil bentuk badan usaha koperasi dan
sebagian lain belum memiliki badan usaha yang jelas atau masih bersifat
pra-koperasi. Koperasi sendiri merupakan bentuk badan usaha yang relatif
lebih dekat untuk BMT, tetapi menurut Undang Undang Perkoperasian kegiatan
menghimpun dana simpanan terbatas hanya dari para anggotanya (Pasal 44 UU. No.
25/ 1992). Pasal 44 ayat (1) U.U. No. 25 Tahun 1992 mengatur bahwa koperasi
dapat menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam
dari dan untuk anggota koperasi yang bersangkutan, ataukoperasi lain dan/atau
anggotanya. Salah satu nama yang berkembang kemudian adalah lembaga KJSK
(Koperasi Jasa Keuangan Syariah) yang berstatus hukum koperasi.
3. BMT
di Indonesia
Sejarah BMT ada
di Indonesia, dimulai tahun 1984 dikembangkan mahasiswa ITB di Masjid Salman
yang mencoba menggulirkan lembaga pembiayaan berdasarkan syari’ah bagi usaha
kecil. Kemudian BMT lebih di berdayakan oleh ICMI sebagai sebuah gerakan yang
secara operasional ditindaklanjuti oleh Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil
(PINBUK). Pada perkembangannya, menurut Ketua Umum Asosiasi BMT Seluruh
Indonesia (Absindo), Aries Muftie, saat ini setidaknya terdapat sekitar
3.000-4.000 BMT di seluruh Tanah Air.[2]
Perkembangan tersebut terjadi
disebabkan oleh gerakan BMT yang berskala mikro, sehingga lebih dekat kepada
masyarakat menengah ke bawah. Cukup dengan sejumlah modal dan beberapa orang
yang bersedia menggerakkan dengan prinsip syariah, maka BMT sudah dapat
didirikan, bahkan di desa terpencil sekalipun.
Dalam kinerja operasionalnya, BMT di
Indonesia sama dengan fungsi utama operasional bank syariah yang mencakup
penghimpunan dana dari masyarakat (funding)
dan penyaluran dana (fibnancing) sebagai
bentuk usaha BMT itu sendiri. Sistem yang digunakan tentu saja merupakan sistem
yang berlandaskan syariah Islam. Akad-akad yang diterapkan dalam perbankan
syariah juga diterapkan di BMT, seperti mudharabah, murabahah, wadia’ahhingga qardhul hasan, baik dalam konteks penghimpunan maupun
penyaluran dana dari dan kepada masyarakat.
B. KOMPARASI OPERASIONAL BMT DAN BANK SYARIAH
Pada bagian ini
akan dibahas mengenai BMT Dana Mentari. Perbedaan, persamaan maupun keunggulan BMT dibandingkan bank syariah
juga akan dibahas di sini. Selain itu, produk-produk dari BMT Dana Mentari juga
akan dibahas.
1. Profil
BMT
Gagasan
berdirinya BMT ini berawal dari diskusi kecil tentang perekonomian Islam
yang dilakukan oleh beberapa orang, antara lain Sutopo Aji, A. Sobirin,
Waryoto, Khomsatun, dan Johar pada tahun 1995. Mereka merupakan aktivis AMM
(Angkatan Muda Muhammadiyah). Beberapa kali diskusi dilakukan dari bulan
Agustus sampai bulan Oktober. Setelah muncul kesepakatan dengan berbagai
analisis yang kuat maka, pada 1 Oktober 1995, BMT Dana Mentari mulai melangkah
di Purwokerto, yang sekaligus merupakan BMT pertama di kota Satria ini.
Modal awal BMT Dana Mentari adalah dua
juta rupiah. Dengan modal awal yang tidak terlalu banyak tersebut tidak
menyurutkan langkah pengelola BMT Dana Mentari untuk tetap semangat
memperjuangkan ekonomi islam. Setelah berjalan beberapa bulan, baru pada tahun
berikutnya, yaitu 1996, BMT Dana Mentari memiliki izin atau berbadan hukum
sebagai lembaga koperasi. Sejak saat itulah, BMT Dana Mentari memulai
gerakannya melalui bisnis keuangan yang berasaskan prinsip syariah Islam.
2. Mekanisme
Kerja
Mekanisme kerja
dari BMT Dana Mentari pada prinsipnya sama dengan bank syariah, di mana BMT
Dana Mentari juga menerapkan sistem penghimpunan dana dari masyarakat (baik
dana sosial maupun bisnis), serta menyalurkan dana tersebut dalam bentuk
pembiayaan atau pinjaman sosial. Yang membedakannya dengan bank syariah dalam
hal ini adalah pangsa pasar yang lebih kecil, yaitu seputar wilayah Kabupaten
Banyumas, khususnya bagi masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah.
Sistem funding yang diterapkan oleh BMT
Dana Mentari berlandaskan pada akad-akad syar’i seperti mudharabah dan wadi’ah
dalam produk tabungan, deposito maupun wadi’ah amanah.. Dana tersebut kemudian
dikumpulkan menjadi satu (pool of fund),
untuk kemudian disalurkan ke dalam pembiayaan produktif maupun konsumtif. Hal
di atas kecuali dana sosial (ZIS) yang dikhususkan penyalurannya kepada yang
berhak, sebagai pinjaman produktif tanpamark
up keuntungan bagi BMT.
Pada financing, BMT Dana Mentari
menyalurkan dana pihak ketiga kepada masyarakat yang membutuhkan pembiayaan
modal kerja, maupun untuk urusan konsumsi. Pemberian pinjaman di BMT Dana
Mentari menerapkan empat jenis akad yaitu mudharabah, musyarakah, bai’
bitsamanin ‘ajil, serta murabahah. Selain itu terdapat produk qordh al hasan
yang merupakan perpanjangan tangan dari penghimpunan dana sosial (ZIS).
3. Produk-produk
Unggulan
Produk-produk
unggulan, antara lain antara lain produk tabungan dan produk-produk pembiayaan.
Produk pembiayaan atau pinjaman antara lain, Mudharabah, Musyarakah, Bai’
Bitsaman Ajil (BBA), Murabahah, dan Qordh Al-Hasan. Produk Mudharabah dan
Musyarakah mengarah kepada pembiayaan produktif, dengan nisbah bagi hasil yang
belum ditentukan. Nisbah ini akan ditentukan melalui kesepakatan antara pihak
peminjam dan bank pada saat akad pembiayaan akan dilaksanakan.
Pada produk BBA
dan Murabahah, pinjaman yang diberikan lebih bersifat konsumtif, seperti untuk
pengadaan barang atau bahan baku. Kebanyakan dari para nasabah meminta jasa
produk pembiayaan konsumtif, yaitu pada produk murabahah karena mereka cenderung
mencari kemudahan dalam perhitungan transaksi.
BMT Dana Mentari juga menerbitkan
beberapa produk simpanan, simpanan berjangka maupun simpanan amanah. Produk
simpanan meliputi, antara lain :
1) Simpanan
UMMAT
Merupakan
simpanan dana pihak ketiga yang dapat dipergunakan oleh BMT Dana Mentari dimana
pihak ketiga mendapatkan bagi hasil dari pendapatan atas dana tersebut.
2) Simpanan
PENDIDIKAN
Merupakan
simpanan yang diperuntukan bagi para pelajar yang akan mempersiapkan dana untuk
melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
3) Simpanan
PERSIAPAN QURBAN
Merupakan
simpanan yang ditujukan untuk ibadah penyembelihan Qurban.
4) Simpanan
WALIMAH
Simpanan yang
disediakan untuk pernikahan dan akan mendapatkan bagi hasil setiap bulan. Dana
tersebut boleh diambil di hari menjelang pernikahan.
5) Simpanan
HARI TUA
Simpana ini
ditujukan untuk kepentingan hari tua/ masa pensiun.
6) Simpanan
HAJI/UMROH
Merupakan
simpanan yang ditujukan untuk Ibadah Haji/ Umroh.
7) Simpanan
IBU BERSALIN
Simpanan ini
dikhususkan untuk Ibu yang akan melahirkan.
8) Simpanan
BERJANGKA
Simpanan ini
merupakan simpanan dana pihak ketiga baik perorangan maupun kelembagaan dengan
jumlah dana yang besar dan jangka waktu yang ditentukan.
9) Simpanan
AMANAH
Di samping
menerima simpan pinjam BMT menjadi sarana penyaluran zakat, infak, shadaqah,
wakaf, dan hibah baik dalam bentuk dana maupun barang.
Untuk produk simpanan Ummat dan
Pendidikan diberikan nisbah bagi hasil sebesar 35:65 (nasabah:bank). Untuk
produk simpanan Qurban hingga simpanan Ibu Bersalin mendapat nisbah 38:62. Pada
simpanan berjangka, nisbah bagi hasil ditentukan oleh jangka waktu tertentu,
38:63 bagi simapanan berjangka 1 bulan, 40:60 (3 bulan), 45:55 (6 bulan), dan
50:50 (12 bulan). Sedangkan pada simpanan Amanah, BMT menjadi LAZ yang akan
menyalurkan dana ke pembiayaan Qrdh al Hasan dan sumbangan bagi
kegiatan-kegiatan sosial, beasiswa dan dakwah.
4. Perbedaan Sistem antara BMT dan Bank
Syaria
Secara prinsip
BMT dan Bank Syariah sama-sama menjunjung asas ekonomi islam dalam sistem
maupun operasionalnya. Namun, BMT (Dana Mentari) memiliki beberapa perbedaan
dengan Bank Syariah.
Perbedaan yang paling menonjol adalah
status hukum yang menaungi keduanya dimana Bank Syariah sudah berbentuk
perseroan dan tunduk di bawah Undang-Undang tentang Perbankan Syariah.
Sedangkan BMT masih belum memiliki status dan perundang-undangan yang jelas
walaupun mendapat dukungan dari pemerintah. Sebagai solusinya, hingga saat ini
BMT masih menginduk pada perundang-undangan koperasi walaupun secara mekanisme
kerja berbeda.
Pada nisbah bagi hasil produk tabungan,
Bank Syariah dan BMT cenderung memiliki perbedaan, dimana BMT menentukan nisbah
yang lebih kecil bagi nasabah (penabung). Hal ini disebabkan karena
pertimbangan modal BMT yang lebih kecil, sistem profit sharing yang berbeda dengan bank syariah (revenue sharing), tidak adanya
pembebanan biaya administrasi bagi nasabah, serta tingkat likuiditas BMT itu
sendiri. Pada kasus BMT Dana Mentari, biaya administrasi dibebankan pada
nasabah saat nasabah hendak menutup rekening tabungannya.
Pada produk pembiayaan, BMT tidak
menentukan nisbah tertentu. Prosentase bagi hasil tersebut ditentukan melalui
kesepakatan antara pihak BMT dengan calon peminjam secara personal. Hal ini
disebabkan karena BMT tidak tunduk kepada regulasi BI (Bank Indonesia) sehingga
lebih leluasa dalam menerapkan konsep bagi hasil yang sesungguhnya.
5. Problematika BMT
Dengan segala
kekurangan, kelebihan, keunggulan dari BMT, problematika tetap saja ada, antara
lain :
a. Modal
Modal yang
relatif kecil menjadi permasalahan yang setiap saat ada pada BMT. Didukung
dengan perputaran modal yang belum tentu kembali 100 % untuk BMT. Diperlukan
adanya suntikan dana yang cukup baik dari pemerintah atau pihak-pihak yang
tertarik untuk berinvestasi di BMT.
b. Kredit
Macet
Lambatnya
angsuran yang diterima oleh BMT menjadi alasan yang klasik bagi BMT. Persoalan
ini sudah menjadi santapan tiap terjadi akad-akad pembiayaan walaupun tidak
semua peminjam selalu bermasalah.
c. Likuiditas
Dengan modal
yang relatif kecil dan diharuskan terjadi perputaran untuk memperoleh laba, di
samping dana pihak ketiga juga ikut diputar agar dana yang disimpan memperoleh
bagi hasil, maka BMT akan mengalami permasalahan likuiditas jika tidak dapat
memenuhi permintaan uang oleh nasabah.
d. Pangsa
Pasar
Pasar yang
digarap oleh BMT (Dana Mentari) adalah terbatas lingkup kabupaten, sehingga
jika diambil sebuah analisis, di kabupaten Banyumas tidak terdapat
industri-industri yang besar sehingga kurang mendukung adanya BMT sebagai
intermediasi. Selain itu, pangsa pasar di Purwokerto sudah terbatas karena saat
ini banyak bank yang sudah masuk ke dalam kegiatan ekonomi skala kecil.
KESIMPULAN
Dari berbagai
data di atas dapat diperoleh kesimpulan bahwa BMT secara hukum
berbeda status dengan bank syaruah. Dengan begitu, BMT menerapkan konsep
syariah lebih baik dari Bank Syariah karena tidak diatur oleh regulasi Bank
Indonesia. Selain itu, BMT memiliki pangsa pasar yang berbeda dengan Bank
Syariah, khususnya dalam hal luasnya. Hal tersebut pula yang kemudian berimbas
pada perbedaan dalam hal mekanisme kerja keduanya. Proporsi pendapatan dalam
nisbah bagi hasil selalu lebih besar bagi pihak BMT, khususnya dalam produk
simpann.
Gerakan BMT
yang gencar ini membutuhkan dukungan dari berbagai pihak. Pemerintah misalnya,
perlu meregulasikan perundang-undangan yang jelas bagi BMT, sehingga kinerjanya
lebih optimal dan tidak terbentur urusan hukum. Masyarakat pun akan mulai
mempercayakan kebutuhan ekonominya pada lembaga mikro syariah ini, khususnya
masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah.
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, M.
Syaf’i. 2001. Bank Syariah : Dari Teori Ke Praktek. Jakarta : Gema Insani
Press.
Suhendi, Hendi.
2008. Fiqh Muamalah. Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada.
Ridwan,
Muhammad. 2004. Manajemen Baitul
Maal Wa Tamwil.Yogyakarta: UII Press.
Rosyidin, Ahmad
Dahlan. 2004. Lembaga Mikro dan
Pembiayaan Mudharabah. Yogyakarta: Global Pustaka Utama.
Widodo,
Hertanto dkk. 1999. PAS (Pedoman
Akuntansi Syariat): Panduan Praktis Operasional Baitul Mal Wat Tamwil (BMT).Bandung:
Mizan.
0 comments