BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Menunaikan zakat merupakan salah satu rukun
Islam yang wajib dilaksanakan oleh seorang muslim sebagai penyuci harta mereka,
yaitu bagi mereka yang telah memiliki harta sampai nishab (batas terendah
wajibnya zakat) dan telah lewat atas kepemilikan harta tersebut masa haul (satu
tahun bagi harta simpanan dan niaga), atau saat hasil pertanian telah tiba.
Zakat diwajibkan dengan tujuan untuk
meringankan beban penderitaan kaum dhu’afa, fakir miskin, atau melipur
orang-orang yang sengsara, dan membantu orangorang yang sangat membutuhkan
pertolongan. Di samping itu pemberian zakat dapat merekat tali kasih sehingga
tidak timbul ketegangan atau gejolak di tengah-tengah masyarakat yang sering
terjadi di antara orang-orang kaya dengan orang-orang miskin. Zakat adalah
ibadah yang memiliki dua dimensi: vertikal (ibadah sebagai bentuk ketaatan
kepada Allah) dan horizontal (sebagai kewajiban kepada sesama manusia.
Berkenaan
dengan zakat, Ayat 103 surat at-Taubah menjelaskan tentang implementasi zakat
dalam Islam, Melalui makalah ini akan dijelaskan beberapa hal yang berkaitan
dengan zakat yang didasarkan pada ayat al-Qur'an tersebut.
B.
RUMUSAN MASALAH
Dalam makalah ini kami akan membahas tentang
antara lain sebagai berikut:
b.
Terjemahan
mufradat At-Taubah: 103
c.
Terjemahan
keseluruhan At-Taubah: 103
d.
Tafsir ijmaly
At-Taubah: 103
e.
Tafsir tafshily
At-Taubah: 103
f.
Kesimpulan ayat
At-Taubah: 103
g.
Asbabun nuzul
At-Taubah: 103
BAB II
PEMBAHASAN
QS. AT-TAUBAH AYAT 103
1.
AYAT
õ‹è{ ô`ÏB
öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y‰|¹
öNèdãÎdgsÜè? NÍkŽÏj.t“è?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgø‹n=tæ
( ¨bÎ)
y7s?4qn=|¹
Ö`s3y™
öNçl°;
3 ª!$#ur
ìì‹ÏJy™ íOŠÎ=tæ ÇÊÉÌÈ [1]
2.
TERJEMAHAN MUFRADAT
‹è{ : Ambillah
ps%y‰|¹ : Sedekah ( zakat
)
@|¹ur : Dan mendoalah
`s3y™ : Ketrentaman
3.
TERJEMAHAN KESELURUHAN
Ambillah zakat dari sebagian harta
mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah
untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi
mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
4.
TAFSIR IJMALY
Allah
S.W.T memerintahkan kepada Rasul-Nya supaya beliau mengambil sedekah (zakat)
dari sebahagian harta mereka untuk menyucikan dan membersihkan mereka. Ayat
ini umum, yakni perintah wajib zakat ini diperuntukkan bagi seluruh kaum
muslimin yang mampu atau kaya. Ketentuan ini berlaku pula bagi orang yang
mencampurkan amal soleh dengan amal buruk.
"Serta
berdoalah bagi mereka" yaitu doakanlah mereka dan mintakanlah
keampunan bagi mereka. Penafsiran ini sejajar dengan hadits yang diriwayatkan
oleh Muslim di dalam Sahihnya dari Abdullah bin Abi Aufa, dia berkata, "
Apabila Nabi S.A.W. menerima sedekah dari suatu kaum, maka Baginda mendoakan
mereka. Ayahku pergi untuk menyampaikan sederkahnya (zakat). Maka Baginda
berdoa, "Ya. Allah, semoga Engkau melimpahkan rahmat kepada keluarga Abi
Aufa.”
"Sesungguhnya
selawat (do’a) engkau itu mendatangkan ketenteraman hati bagi mereka". Ibnu Abbas
menafsirkan ayat ini dengan, "Merupakan rahmat bagi mereka".
Menurut suatu pendapat yang dimaksud dengan sakanun adalah ketenangan batin
lantaran taubat mereka diterima.
"Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui," yaitu Maha
Mendengar doa-doamu dan Maha Mengetahui siapa yang berhak mendapat do’amu. Imam
Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Hudzaifah, "Sesungguhnya doa Nabi Muhammad
S.A.W itu menjangkau seorang ayah, anaknya dan cucunya".[2]
5.
TAFSIR TAFSHILY
Allah
SWT memerintahkan Rasulullah SAW dalam ayat ini untuk memungut zakat dari
umatnya untuk menyucikan dan membersihkan mereka dengan zakat itu. Juga diperintahkan
agar beliau berdo’a dan beristighfar bagi mereka yang menyerahkan bagian
zakatnya.
Pada
masa khalifah Abu Bakar, ayat ini dijadikan alasan oleh orang-orang yang
menolak mengeluarkan zakat karena yang diperintah untuk memungut zakat dari
mereka adalah Rasullullah sendiri, perintah Allah dalam ayat ini ditujukan
kepada beliau pribadi bukan Abu Bakar.
Akan
tetapi kemudian pendapat mereka ditolak oleh khalifah dan bahkan mereka karena
menolak menyerahkan zakat yang wajib itu dinyatakan sebagai orang-orang yang
murtad yang patut diperangi. Karena sifat tegas khalifah maka menyerahlah
mereka dan kembali kejalan yang benar. Abu bakar berkata: mengenai peristiwa
itu, “demi Allah, andaikan mereka menolak menyerahkan kepadaku seutas tali yang
pernah mereka serahkanya sebagai kewajiban berzakat kepada Rasulullah, niscaya
akan kuperangi mereka karena penolakan itu”.
Yang disebut mereka pada khususnya adalah golongan yang tersebut pada ayat sebelumnya, yaitu ornag yang msih campur aduk baginya diantara amalan yang baik dan yang buruk, tetapi dia sadar akan kekurangan dirinya dan ingin akan kebaikan.
Yang disebut mereka pada khususnya adalah golongan yang tersebut pada ayat sebelumnya, yaitu ornag yang msih campur aduk baginya diantara amalan yang baik dan yang buruk, tetapi dia sadar akan kekurangan dirinya dan ingin akan kebaikan.
Dalam
ayat ini dinyatakan suatu rahasia penting yang amat dalam, yaitu salah salah
satu sebab mengapa manusia itu menjadi degil, sampai ada ada juga yang masih
senang mencampur aduk amal baik dengan amal buruk, dan tidak juga insaf,
sehingga akhirnya bisa jatuh jadi munafik atau fasik. Sebab yang terutama
adalah pengaruh harta. [3]
Dalam
kehidupan manusia dikaruniai instink untuk ingin mempunyai, mencari makanan,
dan harta. Agama Islam tidak menghapuskan instink tersebut bahkan dikobarkan,
tetapi Islam mewajibkan supaya sebagian dari didapat itu diserahkan kepada yang
lemah. Yang kaya wajib membantu yang miskin. Bukan anjuran, bukan sunnat saja,
dan bukan hanya belas kasihan, tetapi kewajiban dan menjadi salah satu dari
tiang rukun Islam.
Setelah
Rasulullah SAW berhasil membentuk masyarakat atas dasar ajaran Islam, datanglah
perintah Tuhan kepadanya “Khudz” ambil dari sebagian harta mereka
sebagai sedekah. Kadang-kadang dia dinamai sodaqoh. Arti asal dari shodaqoh
ialah bukti dan kebenaran, atau bukti dari benar-benarnya ada kejujuran
(shiddiq) dan dia pun dinamai zakat, artinya pembersih, berkah, tumbuh,
bertambah, suci, dan baik. Maksud perintah Tuhan menyuruh mengambil dari
sebagian harta mereka itu sebagai sedekah dalam ayat ini adalah guna membersihkan
dan mensucikan mereka.
Zakat
menurut bahasa al-Qur'an juga disebut sedekah atau infak. Oleh karena itu Imam
Mawardi mengatakan, "Sedekah itu adalah zakat dan zakat itu adalah
sedekah; berbeda nama tetapi sama artinya." Namun makna sedekah dan infak
lebih luas yang mencakup zakat yang wajib dikeluarkan dan juga berarti
pemberian yang sunnah saja.
Jiwa
mesti selalu dijaga kebersihan dan kesuciannya. Pokok pangkal kebersihan dan
kesucian itu ialah bahwa semuanya ini adalah kepunyaan Allah. Tidak milik
perseorangan, harta benda yang belum dikeluarkan sebagiannya yang telah
ditentukan adalah kotor. Sebab itu maka zakat dan sedekah adalah salah satu
diantara tiang rukun Islam dengan melihat ke-urgensian dari pada zakat
tersebut.
Hamka
menyebutkan beberapa pokok perbaikan mengenai soal harta benda dalam Islam
dengan mengutip pendapat Rasyid Ridha dalam tafsirnya Tafsir juzu 11, Mesir, Al
Mannar, hal 30, bahwa diantara pokok-pokok tersebut adalah:[4]
a)
Islam mengakui
milik pribadi, dan melarang memakan harta manusia dengan jalan yang batil.
b)
Dilarang
melakukan riba dan segala macam perjudian.
c)
Dilarang
menjadikan harta benda hanya beredar ditangan orang orang yang kaya saja. Belum
pernah terjadi suatu zaman yang peredaran harta hanya beredar di tangan
orang-orang yang kaya saja sebagaimana yang terdapat pada bangsa-bangsa Barat
sekarang ini, dengan adanya peraturan bank, dan perkongsian-perkongsian dan
spekulasi, yang semuanya ini telah menimbulkan berontaknya kaum buruh kepada
kaum modal.
d)
Orang-orang
bodoh yang tidak pandai mengatur harta benda sendiri sehingga bisa hancur
licin-tandas yang membawa rugi bagi dirinya sendiri dan ummatnya, tidaklah
boleh memgang harta itu, melainkan dikuasai oleh penguasa.
e)
Wajib
mengeluarkan zakat. Pada mulanya di zaman Makkah, zakat adalah sebagai anjuran
keras saja, sebagai alamat iman, dipungut dan dibagikan saja secara
isytirakiyah, gotong-royong. Tetapi setelah Islam berbentuk sebagai suatu kekuasaan,
maka diadakanlah pungutan paksa. Maksud
isytirakiyah atau sosialisme zaman makka itu ialah, kalau terdapat suatu jamaah
Islamiyah yang terkurung atau terisolir disuatu tempat yang disana berkumpul
yang kaya dengan yang miskin, wajiblah hukumnya atas yang kaya menjamin seluruh
hidup yang miskin itu. Yaitu apabila zakat yang telah tertentu tidak mencukupi
hidup si miskan tersebut.
f)
Islam mengatur
zakat yang tertentu itu ialah dua setengah persen untuk emas perak dan
perniagaan. Dan sepersepuluh atau seperlima (sepuluh persen dan lima
persen) dari hasil pertanian makanan pokok. Demikian pula zakat binatang
ternak yang telah ada ketentuannya di dalam kitab-kitab fikih.
g)
Perbelanjaan
istri, keluarga, dan kerabat adalah wajib.
h)
Wajib membela
orang-orang yang kesusahan, memberi makan dan penginapan, kecuali
terhadap penjahat.
i)
Menjadi
kaffarah, yaitu dengan keagamaan karena berbuat suatu dosa tertentu.
j)
Selalu
dianjurkan dan dipujikan memperbanyak sedekah Tathawu’ (derma, hibah,
hadiah, dan sebaginya).
k)
Dicela keras
boros, royal dan tabdzir berfoya-foya, dicela kerasa bahil, kedekut, dan
kikir. Dinyatakan bahwa semuanya akan menyebabkan kehancuran dan kerunTuhan,
baik untuk dirinya sendiri atau ummat dan negara.[5]
l)
Dibolehkan
ibaa-hah (berhias), berharum-harum dengan rizki baik (halal), dengan syarat
tidak boros dan menyombong yang akan membawa pada menderita penyakit bagi diri
atau membuat harta menjadi punah dan menimbulkan dengki, permusuhan dan segala
gejala penyakit masyarakat. Dan keizinan berhias berindah-indah yang seperti
tersebut itu adalah salah satu dari sebab meningkatnya kekayaan (produksi)
m)
Dipuji orang
yang ekonomis dan sederhana di dalam memberi nafaqoh untuk diri sendiri dan
keluarganya.
n)
Orang yang kaya
tetapi bersyukur dipandang lebih utama dari pada orag miskin yang sabar.
Dipujikan lagi bahwa tangan yang diatas lebih mulia daripada tngan yang berda
dibawah. Dan amal kebajikan yang merata manfaatnya bagi banyak orang lebih
afdhal daripada amalan-amalan yang manfaatnya hanya terbatas kepada yang
membuatnya. Dan dijadikan pula suatu sedekah jariyah (wakaf) sebagai suatu
sumber pahala yang tidak terputus-putus.
Selanjutnya
dalam ayat ini Allah menyatakan kepada Rasulnya bahwa Shalawat atau do’a Nabi
SAW yang beliau berikan seketika beliau menyambut penyerahan sedekah atau zakat
itu adalah membawa ketentraman bagi hati mereka. Hilanglah segala jerih payah
mereka itu, jika mereka datang membawa zakat, disambut oleh Rasulullah dengan
muka jernih dan dia didoakan. Muka jernih dan shalawat dari Rasul itu
menyebabkan barang yang berat menjadi ringan, dan yang jauh menjadi hampir.
Mereka akan sudi selalu berzakat dan berkurban, karena sambutan Rasul yang
baikk itu.[6]
Dalam
penutup ayat Allah bersabda: “dan Allah adalah maha mendengar lagi maha
mengetahui” Sesudah Tuhan memerintahkan Rasulnya supaya sedekah ummat-Nya
dengan shalawat dan do’a untuknya, Tuhan mengatakan bahwa Dia mendengar,
artinya shalawat Nabi untuk ummat itu didengar oleh Tuhan, sebab itu akan
dikabulkan-Nya. Maka bertambah tenteramlah hati si mu’min tadi. Dan Tuhan pun
mendengan suara taubat hamba-Nya – yeng bertalian dengan ayat sebelumnya –
yaitu merasa menyesal karena selama ini, amalnya masih campur aduk diantara
yang baik dan yang buruk.
Dan
Tuhan pun mengetahui akan keikhlasan hati mereka dengan mengeluarkan harta itu.
Karena insaf bahwa harta itu Allah-lah yang sebenarnya punya, dan dia hanya
mengambil manfaat karena izin Allah.[7]
6.
KESIMPULAN
Dalam ayat tersebut dapat kita
simpulkan bahwa, kita sebagai umat Islam wajib mengeluarkan zakat, karena
dengan kita mengeluarkan zakat, maka kita telah membersihkan harta yang kita
punya. Maksudnya adalah zakat itu membersihkan kita dari kekikiran dan cinta
yang berlebih-lebihan kepada harta benda. Dan juga zakat itu menyuburkan
sifat-sifat kebaikan dalam hati kita dan juga memperkembangkan harta benda kita
semua.
7.
ASBABUN NUZUL
Ayat ini diturunkan berkenaan dengan apa yang
dilakukan oleh Abu Lubabah dan segolongan orang-orang lainnya. Mereka merupakan
kaum mukminin dan mereka pun mengakui dosa-dosanya. Jadi, setiap orang yang ada
seperti mereka adalah seperti mereka juga dan hukum bagi mereka juga sama.
Mereka mengikat diri mereka di tiang-tiang
masjid, hal ini mereka lakukan ketika mereka mendengan firman Allah SWT, yang
diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang tidak berangkat berjihad, sedang
mereka tidak ikut berangkat. Lalu mereka bersumpah bahwa ikatan mereka itu
tidak akan dibuka melainkan oleh Nabi SAW sendiri. Kemudian setelah ayat ini
diturunkan Nabi melepaskan ikatan mereka.
Nabi kemudian mengambil sepertiga harta mereka
kemudian menyedekahkannya kemudian mendoakan mereka sebagai tanda bahwa taubat
mereka telah diterima.
Dalam riwayat lain desebutkan bahwa sebab
turunnya ayat ini adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Thabrani dan
Baihaqi, bahwa Tsa'labah ibn Hathab meminta doa Rasulullah, "Ya Rasulullah
berdoalah pada Allah supaya Dia memberi rizki harta pada saya!' Kemudian
berkembang-biaklah domba Tsa'labah hingga dia tidak shalat Jum'at dan ikut
jama'ah, lalu turunlah ayat 'Khudz min amwaalihim.... [8]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Ayat ini merupakan perintah Allah SWT agar
setiap orang Islam mengeluarkan zakat kerena dalam zakat itu banyak hikmah baik
dzahir dan batin terhadap harta dan diri seseorang Insan. Zakat secara bahasa
berarti berkah, tumbuh, bertambah, suci, baik danbersih. Sedangkan secara
istilah, zakat adalah bagian tertentu dari harta yang dimiliki yang wajib
dikeluarkan untuk orang-orang yang berhak menerimanya yang sesuai dengan
tuntunan syariat.
Diantara hikmah-hikmah yang dapat kita ambil
tersebut adalah:
a)
Zakat adalah
merupakan rukun Islam yang ditunaikan oleh setiap orang Islam.
b)
Amil zakat
disunatkan supaya mendoakan orang yang menunaikan zakat sebagaimana sunnah
Rasulullah S.A.W.
c)
Zakat dapat
membesihkan kekotoran dzahir harta yang dimiliki oleh seseorang Islam.
d)
Zakat dapat
mensucikan kekotoran batin dalam diri seseorang Islam dari akhlak buruk seperti
kikir, takbur dan ria' yang bercampur dengan amal soleh.
e)
Zakat ini
disamping melambangkan hubungan seseorang muslim dengan Allah dengan
melaksanakan perintah-Nya untuk mengeluarkan juga hubungan dengan manusia lain
dengan memberikan bantuan harta dan membersihakn diri dari segala penyakit hati
sesama manusia.
f)
Zakat
memberikan ketenangan dan kebahagian ke dalam diri dan keluarga mereka yang
mengeluarkan zakat.
B.
SARAN
Demikian makalah ini kami buat.
Tentunya masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki. Sehingga kritik dan
saran yang sifatnya konstruktif sangat kami harapkan demi perbaikan dan
kesempurnaan makalah berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Amiin
DAFTAR PUSTAKA
1.
Yunus Mahmud, Tafsir Qur’an Karim, (Jakarta, PT. Mahmud
Yunus Wa Dzurriyah), 2011.
2.
Tafsir /
Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 103/ adahspace.
Blogspot.com/2011.
0 comments