pengertian mudharabah

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Mudharabah merupakan satu pembahasan yang banyak diungkap dalam kitab-kitab fiqh klasik. Dewasa ini, wacana tentang Mudharabah menjadi semakin mencuat seiring perkembangan perbankan syari’ah. Dalam lembaga perbankan syari’ah itu, Mudharabah menjadi salah satu kunci penting dalam kajian-kajian lebih komprehensif mengenai perbankan syari’ah. Apa yang dikenal dengan sistem bagi hasil sebagai alternatif sistem bunga dalam perbankan konvensional, sejatinya, dari term Mudharabah ini.
Semua rasanya sepakat bahwa Mudharabah mengandung nilai-nilai luhur kemanusiaan dan perwujudan prinsip keadilan dalam sebuah usaha ekonomi. Heterogenitas tingkat kemakmuran hidup manusia bagian dari realitas kehidupan yang tak terbantahkan sepanjang masa. Mudharabah ada untuk memberikan kesempatan agar heterogenitas itu tidak terlampau curam menghubungkan golongan kaya dengan masyarakat miskin. Namun, eksistensinya dalam dunia modern belum menampakan kontribusi yang signifikan. Perbankan syari’ah sebagai penopang Mudharabah tidak dapat berbuat banyak untuk memberdayakannya. Ada apa dengan Mudharabah Dan mengapa dengan perbankan syari’ah dalam prakteknya?

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengertian mudharabah?
2.      Apa saja permasalahan mudharabah?
3.      Bagaimana dasar hukum mudharabah?




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Mudharabah
Salah satu bentuk kerjasama antara pemilik modal dengan seseorang, yang pakar dalam berdagang, di dalam fiqh islam disebut dengan mudharabah, yang oleh ulama fiqh Hijaz menyebutnya dengan qiradh.
Secara termonologi, para ulama fiqh mendefinisikan mudharobah atau qiradh dengan:
 أﻥ يد فع ا لما لك إلى العا مل ما لا يتجر فيه و يكو ن الر بح مشتر كا
Pemilik modal menyerahkan modalnya kepada pekerja (pedagang) untuk diperdagangkan, sedangkan keuntungan dagang itu menjadi milik bersama dan dibagi menurut kesepakatan bersama.
Apabila terjadi kerugian dalam perdagangan itu, kerugian ini ditanggung sepenuhnya oleh pemilik modal. Definisinya ini menunjukan bahwa yang diserahkan kepada pekerja (pakar dagang) itu adalah berbentuk modal, bukan manfaat seperti penyewaan rumah.

B.     Hukum Mudharabah dan dasar hukumnya
“Akad mudharabah dibolehkan dalam islam, karena bertujuan untuk saling membantu antara pemilik modal dengan seorang pakar dalam memutarkan uang. Banyak di antara pemilik modal yang tidak pakar dalam mengelola dan memproduktifkan uangnya, sementara banyak pula para pakar di bidang perdagangan yang tidak memiliki modal untuk berdagang. Atas dasar saling menolong dalam pengelolaan modal itu, Islam memberikan kesempatan untuk saling bekerja sama antara pemilik modal dengan seseorang yang terampil dalam mengelola dan memproduktifkan modal itu. [1]
Alasan yang dikemukakan para ulama fiqh tentang keboleh-an bentuk kerja sama ini adalah firman Allah dalam surat al-Muzzammil, 73: 20 yang berbunyi:
tbrãyz#uäur tbqç/ÎŽôØtƒ Îû ÇÚöF{$# tbqäótGö6tƒ `ÏB È@ôÒsù «!$#
dan sebagian mereka berjalan di  muka bumi mencari sebagian karunia Allah…
Dan surat al-Baqarah, 2: 198 berikut:
}§øŠs9 öNà6øn=tã îy$oYã_ br& (#qäótGö;s? WxôÒsù `ÏiB öNà6În/§ 4
Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perdagangan) dari Tuhanmu…
Kedua ayat di atas, secara umum mengandung kebolehan akad mudharabah, yang secara bekerja sama mencari rezeki yang ditebarkan Allah di atas bumi. Kemudian sabda Rasulullah SAW dijumpai sebuah riwayat dalam kasus mudharabah yang dilakukan oleh ‘Abbas ibn ‘Abd al-Muthalib yang artinya:
Tuhan kami ‘Abbas ibn ‘Abd al-Muthalib jika menyerahkan hartanya (kepada seseorang yang pakar dalam perdagangan) melalui akad mudharobah, dia mengemukakan syarat bahwa harta itu jangan diperdagangkan melalui lautan, juga jangan menempuh lembah-lembah, dan tidak boleh diberikan hewan ternak yang sakit tidak dapat bergerak/berjalan. Jika (ketiga) hal itu dilakukan, maka pengelola modal dikenai ganti rugi. Kemudian syarat yang dikemukakan ‘Abbas ibn ‘Abd al-Muthalib ini sampai kepada Rasulullah SAW, dan Rasul membolehkannya. (HR ath-Thabrani).

C.    Rukun dan Syarat mudharabah
 Terdapat perbedaan pandangan ulama Hanafiyah jumhur ulama dalam menetapkan rukun akad mudharabah. Ulama Hanafiyah, menyatakan  bahwa rukun mudharabah adalah ijab dan qobul. Sedangkan menurut jumhur ulama ada tiga, yaitu : [2]
  1. Orang yang berakad ( shahibul maal dan pengelola )
  2. Modal, pekerjaan, dan keuntungan
  3. Shigat ( ijab qabul)
Adapun syarat–syarat mudharabah, sesuai dengan rukun yang dikemukakan jumhur ulama di atas adalah:
  1. Yang terkait dengan orang yang melakukan akad, harus orang yang mengerti hukum dan cakap diangkat sebagai wakil, karena pada satu sisi posisi orang yang akan mengelola modal adalah wakil dari pemilik modal. Itulah sebabnya, syarat–syarat seorang wakil juga berlaku bagi pengelola modal dalam akad mudharabah.
  2. Yang terkait dengan modal, disyaratkan: (1)berbentuk uang, (2)jelas jumlahnya, (3)tunai, (4)diserahkan sepenuhnya kepada pedagang/pengelola modal. Oleh sebab itu, jika modal itu berbentuk barang, menurut ulama fiqh tidak dibolehkan, karena sulit untuk menentukan keuntungannya. Demikian halnya juga dengan utang, tidak boleh dijadikan modal mudharabah. Akan tetapi, jika modal itu berupa wadi’ah (titipan) pemilik modal pada pedagang, boleh dijadikan modal mudharabah. Apabila modal itu tetap dipegang sebagiannya oleh pemilik modal, dalam artian tidak diserahkan seluruhnya, menurut ulama Hanafiyah, Malikiyah, dan Syafi’iyah, akad mudharabah tidak sah. Akan tetapi, ulama Hanabilah menyatakan boleh saja sebagian modal itu berada di tangan pemilik modal, asal tidak menganggu kelancaran usaha itu.
  3. Yang terkait dengan keuntungan, disyaratkan bahwa pembagian keuntungan harus jelas dan bagian masing – masing diambilkan dari keuntungan dagang itu, seperti setengah, sepertiga, atau seperempat. Aqpabila pembagian keuntungan tidak jelas, menurut ulama Hanafiyah, akad itu fasid (rusak). Demikian juga halnya apabila pemilik modal mensyaratkan bahwa kerugian ditanggung bersama, menurut ulama Hanafiyah, syarat seperti ini batal dan kerugiaan tetap ditanggung sendiri oleh pemilik modal.
Atas dasar syarat – syarat di atas, ulama Hanafiyah membagi bentukbakad mudharabah kepada dua bentuk, yaitu mudharabah shahihah ( mudharabah yang sah) dan mudharabah fasidah (mudharabah yang rusak ). Jika mudharabah yang dilakukan itu jatuh kepada fasid, menurut ulama Hanafiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah, pekerja hanya berhak menerima upah kerja sesuai dengan upah yang berlaku dikalangan pedagang di daerah itu, sedangkan seluruh keuntungan menjadi milik pemilik modal. Ulama Malikiyah menyatakan bahwa dalam mudharabah fasidah, status pekerja tetap seperti dalam mudharabah shahihah, dalam artian bahwa ia tetap mendapatkan bagian keuntungan.

D.    Macam-macam Mudharabah
“Dilihat dari segi transaksi yang dilakukan pemilik modal dengan pekerja, para ulama fikih membagi akad mudharabah kepada dua bentuk, yaitu mudharabah muthlaqah (penyerahan modal secara mutlak, tanpa syarat dan batasan) dan mudharabah muqqayadah (penyerahan modal dengan syarat dan batasan tertentu). Dalam mudharabah muthlaqah, pekerja diberi kebebasan untuk mengelola modal itu selama profitable. Sedangkan, dalam mudharabah muqayyadah, pekerja mengikuti ketentuan-ketentuan yang diajukan oleh pemilik modal. Misalnya, pemberi modal menentukan barang dagangan, lokasi bisnis dan suppliernya.[3]
   Jika suatu akad mudharabah telah memenuhi rukun dan syaratnya, maka mempunyai akibat sebagai berikut :
  1. Modal ditangan pekerja berstatus amanah, dan posisinya sama dengan posisi seorang wakil dalam jual beli. Pekerja berhak atas bagian keuntungan yang dihasilkan.
  2. Apabila akad ini berbentuk mudharabah muthlaqah, pekerja bebas mengelola modal.
  3. Jika kerja sama itu menghasilkan keuntungan, maka pemilik modal mendapatkan keuntungan modalnya, tetapi jika tidak menghasilkan keuntungan, pemilik modal tidak mendapatkan apa-apa.




E.     Aplikasi Mudharabah dalam Perbankan Syariah
Mudharabah di dunia bank syariah merupakan karakteristik umum dan landasan dasar bagi operasional bank Islam secara keseluruhan. [4]’’Aplikasi mudharabah pada bank syariah cukup kompleks, namun secara global dapat diklasifikasikan menjadi dua:
  1. Akad mudharabah antara nasabah penabung dengan bank
  2. Akad mudharabah antara bank dengan nasabah peminjam
Berikut ini uraian sekaligus tinjauan syar’i terhadap aplikasi tersebut :
  1. Akad mudharabah antara nasabah penabung dengan bank.
Aplikasinya dalam perbankan syariah adalah:
  1. tabungan berjangka yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus seperti tabungan qurban, tabungan pendidikan anak, dan sebagainya. Sistem atau teknisnya adalah nasabah penabung memiliki ketentuan-ketentuan umum yang ada pada bank seperti syarat-syarat pembukaan, penutupan rekening, mengisi formulir, menyertakan fotokopi KTP, specimen tanda tangan, dan lain sebagainya.Lalu menyebutkan tujuan dia menabung, misal untuk pendidikan anaknya, lalu disepakati nominal yang disetor setiap bulannya dan tempo pencairan dana.  Pada praktiknya, dana akan cair pada saat jatuh tempo plus bagi hasil dari usaha mudharabah. Secara kenyataan di lapangan, pihak bank bisa langsung memberikan hasil mudharabah secara kredit tiap akhir bulan.
  2. Deposito biasa Ketentuan teknisnya sama seperti ketentuan umum yang berlaku di semua bank. Pada produk ini, pihak penabung bertindak sebagai shahibul maal (pemodal) dan pihak bank sebagai mudharib (amil). Pada praktiknya harus ada kesepakatan tenggang waktu antara penyetoran dan penarikan agar modal (dana) dapat diputarkan. Sehingga ada istilah deposito 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan. Juga dibicarakan nisbah (persentase) bagi hasilnya dan biasanya dana akan cair saat jatuh tempo. Secara kenyataan, semua akad pada tabungan berjangka dan deposito tertuang pada formulir yang disediakan pihak bank di setiap Customer Service (CS)nya.
  3. Deposito khusus (special investment) Di mana dana yang dititipkan nasabah khusus untuk bisnis tertentu. Keumuman bank syariah tidak menerapkan produk ini.
  1. Akad mudharabah antara bank dan nasabah peminjam
Pada umumnya banyak bank syariah yang tidak mengalokasikan dana pembiayaan ke produk mudharabah dikarenakan risiko yang cukup tinggi, di antaranya:
  1. Side streaming, nasabah menggunakan dana itu tidak seperti yang disebut dalam akad
  2. Lalai dan kesalahan nasabah yang disengaja
  3. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila dia tidak jujur.
Bank syariah lebih banyak mengalokasikan pembiayaan2 ke produk murabahah. Pihak bank akan mengadakan akad dengan skema mudharabah dengan masalah melalui proses yang cukup ketat, di antaranya:
a.       Melihat reputasi nasabah dalam dunia usaha
b.      Melakukan pembiayaan pada usaha-usaha yang dapat diprediksi pendapatannya seperti :
1)      mudharabah dengan koperasi yang melakukan akad murabahah untuk memenuhi kebutuhan karyawannya.
2)      mudharabah dengan pihak yang bergerak di bidang rental officer.
c.       Untuk usaha-usaha yang kurang bisa diprediksi pendapatannya, seringkalinya dialihkan ke akad murabahah. Pada akad mudharabah ini pihak bank bertindak sebagai shahibul maal (pemodal) dan nasabah sebagai mudharib (amil) Saat akad, nasabah dan bank melakukan kesepakatan tentang:
1)      Biaya yang dikeluarkan
2)      Nisbah (persentase) bagi hasil Nisbah ini bisa berubah-ubah, misal: 3 bulan pertama 60:40, tiga bulan kedua 50:50.
3)      Tenggang waktu mudharabah
a)      pihak nasabah memberikan dokumen tentang reputasi dia, pendapatan usahanya, dan lain-lain yang dibutuhkan pihak bank
b)      setiap tiga bulan, pihak nasabah membayar kepada bank keuntungan usaha dengan membuat laporan realisasi pendapatan (LRD)
c)      Pada umumnya pihak bank tidak terlibat dalam usaha nasabah, pihak bank hanya terlibat dalam pembiayaan
d)     Akad mudharabah ini disertai adanya jaminan dari pihak nasabah.
e)      Sistem Mudharabah Dan Perkembanganya Di Perbankan Syari’ah.
Sistem Mudharabah di perbankan syari’ah dalam mengaplikasikan sistem mudharabah sebagai berikut :
  1. Didalam praktik perjanjian dilaksanakan dalam bentuk perjanian baku (standart contract).hal ini membatasi atas kebebasan kontrak. Adanya pembatasan dimaksud, berkaitan dengan kepentingan umum agar perjanjian baku itu diatur dalam undang-undang atau setidak-tidaknya diawasi oleh pihak dewan pengawas nasional.
  2. Bentuk akad produk mudharabah dibank syari’ah dimaksud, dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis yang disebu perjanjian bagi hasil.
  3. Dalam perjanjian tertulis akad perjanjian mudharabah disebutkan nisbah bagi hasilpemilik dana (shahibul mal) dan untuk pengelola dana (mudharib).nisbah bagi hasil ini berlaku sampai berakhirnya perjanjian.
  4. Pelaksanaan akad mudharabah terjadi apabila ada calon nasabah yang akan menabung atau meminjam modal dari bank syari’ah.
  5. Nasabah yang meminjam uang kemudian terlambat membayar bank tidak memberi denda , tetapi memberi peringatan.
  6. Sistem amanah (kepercayaan).
Seseorang memperoleh kredit karena pihak bank mempunyai kepercayaan kepada peminjam.karena itu, pemberian krdit kepada seseorang karena ada kepercayaan dari pihak bank.kredit tnpa kepercayaan tidak mungkin terjadi, karena dikhawatirkan dana yang diserahkan kepada pihak disalahgunakan oleh pihak nasabah dan/atau tidak dibayar/dikembalikan kepada pihak bank pinjaman yang dimaksud.
Selain menggunakan sistem yang digunakan diatas , phak perbankan syari’ah berpedoman pada undang-undang no 10 tahun 1998 tentang perubahan atas undang-undang no 7 tahun 1992 tentang perbankan.undang-undang dimaksud, menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pembiayaan berdaarkan prinsip syari’ah adalah penyediaan uang atau tagihan-tagihah n yang dapat dipersamakan dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentudengan imbalan atau bagi hasil.oleh karena itu , sebelum pihak bank mengeluarkan kredit terlebih dahulu calon peminjam memenuhi persyaratan sebagai prosedur yang diatur oleh per undang-undangan agar terjadi ketertiban dan mendapat kredit.[5]
Untuk mendapatkan pinjaman dari pihak bank yang dikemukakan diatas, mengenai prosedur permohonan pembiayaan, yaitu mulai dari prosedur permohonan pembiayaan, yaitu mulai dari prosedur permohonan , pengisian formulir, dan smapai mendapatkan kredit dari pihak bank , maka dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut :
a)      Calon nasab mengajukan permohonan pembiayaan secara tertulis kebank pelaksanaan terdekat, yang alamat/tempat tinggalnya (calon nasabah) termasuk wilayah kerja (daerah hukum) bank yang setuju dan sesuai dengan bidang atau sekor konomi yang ditentukan.
b)      Calon nasabah mengisi daftar isian /formulir/blanko yang telah isediakan oleh pihak bank.
c)      Bank melakukan penelitian/menganalisis terhadap dana yamg tersedia (plafond pembiayaan) dan pribadi calon nasabah.
d)     Setelah bank selesai mengadakan analisisdan semua persyaratan terpenuhi maka dilakukan penandatanganan perjanjian pembiayaan dan pengikatan perjanjian.
e)      Penarikan pembiayaanatau pencairan pembiayaan /relisasi pembiayaan.hal ini berarti calon nasabah memperoleh kredit dengan sendirinya calon nasabah menjadi nasabah.
Berdasarkan hal diatas, dapat dikatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pihak bank dalam menilai si pemohon pembiayaan mengenai kelayakan untuk memperoleh pinjaman adalah sebagai berikut :
a)      Karakter (charakter), yaitu sifat pribadi termasuk perilaku permohonan pembiayaan perlu dibahas dan diteliti secara hati-hati oleh pihak bank.
b)      Kemampuan(capability), yaitu penilaian atas besrnya modal nasabah yang akan diserahkan dalam perusahaan.
c)      modal (capital), yaitupenilaian atas besarnya modal nasabahyang diserahkan dalamperusahaan.
d)     Persyaratan (condition), yaitupada umumnya adalah penilaian terhadap kondis ekonomi, regional,nasional,maupun internasional terutama yang berhubungan dengan sektor usaha nasabah dan keamanan kredit itu sendiri;
e)      Jaminan (collateral).istilah ini berarti jaminan tambahan karena jamnan utama adalah pribadi yang dinilaibonafiditasdan solidaritasnya.

















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Salah satu bentuk kerjasama antara pemilik modal dengan seseorang, yang pakar dalam berdagang, di dalam fiqh islam disebut dengan mudharabah, yang oleh ulama fiqh Hijaz menyebutnya dengan qiradh.
Pemilik modal menyerahkan modalnya kepada pekerja (pedagang) untuk diperdagangkan, sedangkan keuntungan dagang itu menjadi milik bersama dan dibagi menurut kesepakatan bersama.
Apabila terjadi kerugian dalam perdagangan itu, kerugian ini ditanggung sepenuhnya oleh pemilik modal. Definisinya ini menunjukan bahwa yang diserahkan kepada pekerja (pakar dagang) itu adalah berbentuk modal, bukan manfaat seperti penyewaan rumah.
Akad mudharabah dibolehkan dalam islam, karena bertujuan untuk saling membantu antara pemilik modal dengan seorang pakar dalam memutarkan uang. Banyak di antara pemilik modal yang tidak pakar dalam mengelola dan memproduktifkan uangnya, sementara banyak pula para pakar di bidang perdagangan yang tidak memiliki modal untuk berdagang. Atas dasar saling menolong dalam pengelolaan modal itu, Islam memberikan kesempatan untuk saling bekerja sama antara pemilik modal dengan seseorang yang terampil dalam mengelola dan memproduktifkan modal itu.

B.     Saran
Demikian makalah ini saya susun, semoga bisa memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Dengan selesainya makalah ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang ikut andil dalam penulisan makalah ini. Tak lupa kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan karena kesempurnaan hanyalah milik Allah, Untuk itu  sebagai manusia yang tak luput dari khilaf  saran dan kritik yang membangun selalu kami tunggu dan kami perhatikan dari para pembaca demi perbaikan penyusunan yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

H. Zainuddin Ali. Hukum perbankan Syariah. Sinar Grafika: Jakarta . 2008
Muhammad Syafi’I Antonio. Apa dan Bagaimana Bnak Islam. Dana Bhakti Wakaf, yogyakata. 1992
Rahmat Syafi’i. Fiqih Muamalah. Pustaka setia: Bandung. 2001
http://www.asysyariah.com/aplikasi-Mudharabah.php. akses 3 Oktober 2010



[1] H.Zainuddin Ali . Hukum perbankan Syariah. (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal 21
[2] Muhammad Syafi’I Antonio,Apa Dan Bagaimana bank islam. (Yogjakarta: Dana bakti wakaf. 1992), hal. 46
[3] Rahmat Syafie. Fiqih Muamalah. (Bandung: Pustaka setia : 2001), hal. 37
[4] “ \http:// zona ekies.com devinisi Mudharabah.Akses 3 oktober 2012
[5] www.syariah .com / Aplikasi Mudharabah.php.Akses 3 Oktober 2010

0 comments

SYARIAT ISLAM

KISAH NABI SULAIMAN A.S-Kisah Tauladan Para Nabi Allah KISAH NABI SULAIMAN A.S Allah s.w.t berfirman: "Dan sesungguhnya Kami...

Ikuti

Powered By Blogger

My Blog List

Translate

Subscribe via email