BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Meskipun
masih relative muda, perbankan Islam di Indonesia sudah memikul banyak amanah,
ekspektasi dan harapan yang besar. Sejak berdirinya Bank Muamalat Indonesia
pada tahun 1992, sebagai salah satu lembaga intermediator yang menghimpyn dana
darri unit yang mengalami surplus lalu menyalurkan dana tersebut ke unit
defiti, Bank Islam diharapkan untuk dapat mengoptimalkan laba serta
meningkatkan nilai bagi para stakeholder-nya. Kreditbilitas dan kinerja
pimpinan, karyawan, system, produk dan layanan, jaringan, dan teknologi
perbankan Islam diharapkan sempurna dan menyempurnakan system perbankan yang
ada.
Lebih lanjut, masa depan perbankan akan
sangat ditentukan oleh kemampuan manajeman perbankan Islam dan menghadapi
berbagai perubahan pesat yang terjadi saat ini. Tidak dapat dielakannya
globalisasai, pesatnya informasi dan teknologi serta inovasi keuangan membuat
sector keuangan, tempat perbankan Islam bernauang, menjadi makin kompleks,
dinamis dan kompetitif. Kondisi ini berpotensi meningkatnya deraan resiko
terhadap perbakan Islam di mana semua resiko ini Mutlak harus di kelola.
Pada
intinya, Bank Islam harus memulai mengella risikonya, mulau dari menetapkan
tujuan dan strategi manajemen resiko, mengidentifikasi risiko, mengukur risiko,
memitigasi risiko dan melakukan monitoring serta pelaoran terhadap implementasi
manajemen risiko yang dilakukan. Lebih jauh, tahap-tahapan ini akan di jelaskan
lebih rinci pada makalah ini.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud pengertian risiko?
2. Apa yang di maksud Tahapan Manajemen
Risiko?
3. Apa yang di maksud Bank Sebagai Bisnis
Risiko Kepercayaan Dan Pengelolaan Risiko?
4. Apa yang di maksud Risiko-Risiko Yang
Dihadapi Bank Islam?
C.
Tujuan Penulisan
1. Dapat menjelaskan defenisi resiko
2. Dapat menjelaskan Tahapan Manajemen
Risiko.
3. Dapat menjelaskan Bank Sebagai Bisnis
Risiko Kepercayaan Dan Pengelolaan Risiko
4. Dapat menjelaskan Risiko-Risiko Yang
Dihadapi Bank Islam .
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Defenisi resiko
Sering
kali risiko muncul karena adanya lebih dari satu pilihan dan dampak dari tiap
pilihan tersebut belum dapat diketahui dengan pasti, sebagaimana tidak pastinya
masa depan. Selalu ada opportunity cost
yang membuntuti setiap pilihan yang di ambil. Dengan demikian, risiko biasa di
definisikan sebagai konsekuensi atas pilihan yang mengandung ketidakpastian
yang berpotensi mengakibatkan hasil yang tidak diharapkan atau dampak negative lainnya yang merugikan
bagi pengambil keputusan. Inilah definisi klasik dari risiko. Dari definisi
tersebut, risiko mengandung beberapa dimensi, yakni biaya peluang, potensi
kerugian atau dampak negative lainnya, ketidakpastian, dan diperolehnya hasil
yang tidak sesuai harapan. Disebut juga: Risiko yang tidak dapat
didiversifikasi, risiko sistemis, risiko sistematis Contoh: Risiko akibat
kebakaran, banjir, polusi, gempa bumi dan sebagainya. Risiko keuangan: risiko
kredit, risiko likuiditas, risiko inventasi. Risiko non keuangan/hukumanDisebut
juga: risiko non sistematif, risiko yang dapat di diversifikasi
B.
Tahapan Manajemen Risiko
1. Manajemen Risiko Sebagai Proses
Berkelanjutan
Dalam
menghadapi risiko, Bank Islam perlu memiliki berbagai amunisi pengelolaan
risiko. Persiapan amunisi sudah seharusnya dimulai sejak tahap menetapkan
tujuan dan strategi manajemen risiko, mengidentifikasi, mengukur dan memitigasi
risiko, malakukan pengawasan, serta pelaporan implementasi manajemen risiko
yang telah dilakukan. Pengelolaan ini perlu dilakukan secara berkelanjutan,
sebagaimana juga risiko yang makin lama makin banyak jenis dan ragamnya.
2. Membangun Filosofi dan Budaya Organisasi
Proses
manajemen risiko harus dimulai dengan membangun budaya organisasi, mananamkan
filosofi, dan mengintgrasikan visi dan misi ke dalam system yang ada. Bukan
hanya sekedar membangun system manajemen risiko secara fisik, system tekhnologi
informasi, prosedur standar operasi, system reward dan punishment dan
sebagainya. Namun lebih penting lagi adalah membangun kesadaran dan budaya kerja
berbasis pengendalian risiko.
3. Membangun Komitmen Manajemen Puncak
Hal
yang perlu diingat bahwa manajemen risiko pada perbankan Islam tidak mungkin
berjalan dengan efektif jika lingkungan di sekitar tidak memiliki kesadaran
tinggi akan risiko yang bias muncul kapan dan di mana saja. Untuk mencapai
efektifitas tersebut, diperlukan satu system manajemen risiko yang membudaya
dari level komisarus dan direksi samapai ke lini terbawah pada institusi
perbankan Islam
4. Menyiapkan Sistem Bank Data Ynag Memadai
Tujuan
proses berkelanjutan manajemen risiko adalah untuk menjadi makin baik dan
sempurna dalam menghadapi tantangan zaman. Hal ini sangat bergantung pada
kesiapan system Bank data, kecukuoan system teknologi informasi, perangkat
lunak dank eras, kedisiplinan dala mencatat setiap kejadian risiko, kecukupan
standar pelaporan, serta terbangunnya prosedur analisis dan evaluasi secara
berkala dan kontinu. Semua temuan yang mengindikasikan adanya penyimpangan
harus tercatat dan segera dikonfirmasikan.
5. Mengukur dan Menyajikan Risiko
Setelah
menidentifikasi, risiko perlu diukur secara konsisten dalam bentuk yang mudah
dipahami. Pengukuran risiko dapat dilakukan dengan menyusun matrik risiko.
Risiko perlu diukur, bukan hanya untuk kepentingan mitigasi risiko bagi bank,
namun juga disyaratkan oleh regulator.
6. Mitigasi Risiko
Setelah
diidentifikasi dan diukur, diharapkan risiko dapat ditekan sebisa mungkin.
Namun, bila ternyata risiko tetap terjadi, maka perlu dilakukan upaya-upaya
mitigasi agar dampak yang ditimbulkan risiko tersebut bisa diminimalisasi
sekali mungkin. Setelah mitigasi dilakukan, semua risiko perlu
didokumentasikan.
7. Pengawasan Praktik Manajemen Risiko
Pengawasan
atas keseluruhan proses dan tahapan ini dilakukan secara berkesinambungan dan
terdokumentasi. Dengan demikian tahapan manajemen risiko telah dilakukan
sepenuhnya. Pengaasan praktik manajemen risiko biasnya dilakukan dalam kendalai
direksi dengan arahan dari komite manajemen risiko. Namun, seiring meluasnya
potensi risiko yang mungkin menyerang bank Islam, Proses supervise risiko
sebaiknya dilakukan oleh divisi atau departemen tersendiri dan bertanggung
jawab pada direksi. Bahkan, idelanya sebagai Bank islam, tanpda di awasi pun,
apa yang telah menjadi kesepakatan bersama seharusnya dijalankan dengan penuh
amanah dan tanggung jawab. Terlebih lagi, wajib diyakini baha setiap amanah
yang diemban di dunia ini pasti akan dimintai petanggung jawaban oleh Allah
Ta’ala di hari kiamat.[1]
C.
Bank Sebagai Bisnis Risiko Kepercayaan Dan
Pengelolaan Risiko
Pada
dasarnya bisnis yang dilakukan oleh bank Islam adalah bisnis kepercayaan.
Sebagai lembaga yang mengelola dana masyarakat, bank harus bisa mengelola
resiko yang dihadapinya dengan baik. Bank perlu menerapkan strategi manajemen
resiko yang andal dalam menghadapi seluruh resiko agar tidak mengalami
kegagalan. Dalam memegang amanah dana masyarakat, bank Islam harus mampu
menyakinkan nasabah bahwa dana yang telah dititipkan atau diinvestasikan akan
dikelola dengan baik. Apabila tidak mampu mengelola resiko yang dihadapinya,
bank berpotensi mengalami kerugian. Kerugian ini akan berdampak pada
tergerusnya modal bank, kemampuan bank memberikan imbal hasil investasi, dan
bahkan berpotensi tidak mampu mengembalikan dana nasabah.
Apabila
sebuah bank mengalami kegagalan, dampaknya tidak hanya dirasakan oleh karyawan,
nasabah dan pemegang saham bank tersebut namun juga dapat berdampak
perekonomian secara umum dalam skala nasional maupun internasional. Efek ini muncul
ketika dampak kerugian yang dialami bank tersebut sangatlah besar dan tidak
mampu ditutupi oleh modal yang ada.
D.
Risiko-Risiko Yang Dihadapi Bank Islam
Berdasarkan
PBI Nomer 13/23/PBI/2011 tentang Penerapan Manajemen Resiko bagi Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah. Terdapat sepuluh jenis risiko yang dihadapi
bank Islam, yaitu: risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko
operasional, risiko hukum, risiko reputasi, risiko strategis, risiko kepatuhan,
risiko imbal hasil, dan risiko investasi.
Delapan risiko pertama merupakan risiko umum yang juga dihadapi oleh
bank konvensional. Sedangkan dua risiko terakhir merupakan risiko unik yang
khusus dihadapi oleh bank Islam.
1. Risiko Kredit
Risiko
kridit muncul akibat kegagalan nasabah atau pihak lain dalam memenuhi
liabilitas kepada bank islam sesui kontrak. Risiko ini disebut juga risiko
gagal bayar (default risk), risiko pembiayaan (fnancing risk), risiko penurunan
rainting (downgranding risk), dan risiko penyelesaiaan (settlementrisk). Termasuk dalam kelompok risiko kredit yaitu risiko
konsentrasi pembiayaan.
Risiko
konsentrasi timbul akibat terkonsentrasinya penyaluran dana kepada satu pihak
atau sekelompok pihak, industri, sektor, dan atau area geografis tertentu yang
berpotensi menimbulkan kerugian cukup besar dan dapat mengancam
kelangsungan bisnis bank islam. Risiko
konsentrasi ini terkait dengan strategi diversifikasi pengolaan portofolio
pembiayaan bank. Risiko kredit yang dihadapi oleh bank islam sangat terkait
dengan bentuk akad pembiayaan. Pada akad murabahah atau istishna’. Risiko
kredit terjadi saat bank islam telah menyelamatkan aset kepada debitur tetapi
tidak menerima pembayaran tepat waktu pada akad salam, risiko kredit terjadi
karena kegagalan debitur mengirim barang (komoditas) tepat waktu atau gagal
menyerahkan barang sesuai spesifikasi sebagaimana dinyatakan dalam kontrak.
Sedangkan pada investasi murabahah, risiko kredit terkait kemampuan
menghasilkan keuntungan dari debitur atau masalah keagenan yang muncul akibat
adanya ketidaksimetrisan informasi. Bank islam sebagai pemilik (principal) dan debitur
(mudharib)sebagai agen.
Sumber
dana bank tidak memberikan pengaruh langsung atas risiko kreditnya, sebab
walaupun deposan dan pemberi pinjaman menanggung risiko bank namun tidak
membayar risiko tersebut. Tetapi pengaruhnya tidak langsung terlihat. Deposan
dan pemberi pinjaman mungkin cemas akan kemampuan bank membayar klaim mereka
tepat pada waktunya.[2]
Secara
umum, ada tiga jenis kebijakan yang terkait dengan manajemen risiko kredit.
Kebijakan pertama bertujuan membatasi atau mengurangi risiko kredit. Ini
termasuk kebijakan pada konsentrasi dan pemaparan besar, diversifikasi,
pinjaman kepada pihak terkait, dan kebijakan pemaparan. Kebijakan kedua bertujuan
mengklasifikasikan aset. Hal ini mengamanatkan evaluasi berkala terhadap
kolektibilitas portofolio instrumen kredit. Kebijakan ketiga bertujuan untuk
kerugian provisi atau membuat tunjangan pada tingkat yang memadai untuk
menyerap kerugian yang dapat di antisipasi.[3]
2. Risiko Pasar
Risiko
pasar muncul adanya pergerakan harga pasar (adverse movement) dari portofolio
aset yang dimiliki oleh bank dan dapat merugikan bank. Risiko ini hanya muncul
jika bank memegang aset, namun tidak untuk dimiliki atau dipegang hingga jatuh
tempo, melainkan untuk dijual kembali. Lazimnya, cakupan risiko pasar meliputi
risiko nilai tukar, risiko komoditas, dan risiko ekuitas. Risiko nilai tukar
muncul ketika aset bank dinilai dalam satu mata uang asing.
Satu-satunya
risiko yang dihadapi oleh bank konvensional dan tidak dihadapi oleh bank islam
adalah risiko suku bunga. Namun, karena pemberlakuan dual banking system dalam
sistem perbankan di indonesia, peningkatan tingkat bunga di bank konvensional
bisa berdampak merugikan pada bank islam. Bank islam bisa mengalami risiko
likuiditas akibat penarikan dana nasabah. Nasabah menarik dananya dari bank
islam dan memindahkannya ke bank konvensional untuk mendapatkan bunga lebih
tinggi dibandingkan bagi hasil dari bank islam.
Risiko pasar adalah risiko dari suatu
entitas yang munkin mengalami kerugian sebagai akibat dari fluktuasi pergerakan
harga pasar, karena perubahan harga (volatilitas) instrumen-instrumen
pendapatan tetap, instrumen-instrumen ekuitas, komoditas, kurs mata uang, dan
kontrak-kontrak di luar neraca terkait. Selain itu, risiko berasal dari risiko
valuta asing umum dan risiko komoditas seluruh bank (yaitu, di bidang
perdagangan dan pembukuan perbankan).[4]
3. Risiko Likuiditas
Risiko
likuiditas terjadi akibat ketidakmampuan bank islam dalam memenuhi liabilitas
yang jatuh tempo, untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya, bank dapat
menggunakan sumber pendanaan arus kas dan aset likuid berkualitas tinggi yang
dapat digunakan tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan bank.
Likuiditas
secara luas dapat didefinisikan sebagai kemampuan bank memenuhi kebutuhan dana
(cash flow) dengan segera dan dengan biaya yang normal. Likuiditas penting bagi
bank untuk menjalankan transaksi bisnisnya sehari-hari, mengatasi kebutuhan
dana yang mendesak, memuaskan permintaan nasabah akan pinjam dan memberikan
flekssibilitas dalam meraih kesempatan investasi menarik dan menguntungkan.[5]
Ada
kemungkinan deposan atau pemberi pinjaman sewaktu-waktu menarik dananya. Dua
sumber potensial untuk deposit yang terkait dengan likuiditas akan ditinjau
dalam bagian ini. Pertama, mungkin suatu bank mampu menarik dana lebih banyak,
karena tingkat bunga yang ditawarkan cukup tinggi dibandingkan bank pesaing.
Kedua, bila bank meminjam dana dari suatu perusahaan broker dengan bunga yang
tinggi.[6]
Manajemen
risiko likuiditas menjadi pusat kepercayaan dalam sistem perbankan, karena
bank-bank komersial merupakan institusi yang sangat berpengaruh dengan rasio
aset dan modal inti (tingkat 1), yang berada dalam kisaran 20:1. Pentingnya
likuiditas di satu institusi dapat memengaruhi keseluruhan film[7]
4. Risiko Operasional
Risiko
operasional adalah risiko kerugian yang diakibatkan oleh pengendalian internal
yang kurang memadai, kegagalan proses internal, kesalahan manusia (human error),
kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadian-kejadian eksternal yang mempengaruhi
operasional bank selain itu, kegagalan memenuhi peraturan, disebut risiko
kepatuhan (compliance risk), dan risiko bisnis sering kali dimasukkan dalam
katagori risiko operasional.
5. Risiko Hukum
Risiko
hukum muncul akibat adanya tuntutan hukum dan/atau kelemahan aspek yuridis.
Risiko ini timbul, antara lain, karena adanya tuntutan secara hukum dan
ketidakan peraturan perundangan-undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan,
seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak atau pengikatan agunan yang
tidak sempurna. Risiko ini tidak berbeda dengan yang dialami oleh bank
konvensional.
6. Risiko Reputasi
Risiko
reputasi terjadi akibat menurunnya tingkat kepercayaan pemangku kepentingan
yang bersumber dari persepsi negatif terhadap bank. Pemangku kepentingan bank
meliputi nasabah, debitur, investor, regulator, dan masyarakat umum, meskipun
belum menjadi nasabah bank. Hal-hal yang berpengaruh pada reputasi bank adalah
manajemen, pelayanan, ketaatan pada aturan, kompetensi, dan sebagainya. Risiko
ini timbul, antara lain, karena adanya pemberitaan media dan rumor mengenai
bank yang bersifat negatif serta adanya strategi komunikasi bank yang kurang
efektif. Publikasi negatif terhadap salah satu bank islam akan mencemari
reputasi bank islam lainya, meskipun bank islam lain tidak terlibat dalam
tindakan yang bertanggung jawab tersebut. Dampak dari publikasi negatif juga
berpengaruh terhadap keuntungan yang akan diperoleh, likuiditas, dan
mempengaruhi harga saham bank islam yang bersangkutan.
7. Risiko Strategis
Risiko
strategis terjadi akibat ketidaktepatan dalam pengambilan dan pelaksanaan suatu
keputusan strategis serta kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan
bisnis. Risiko ini timbul, antara lain, karena bank menetapkan strategi yang
tidak komprehensif. Risiko strategis dapat juga muncul karena kegagalan bank
dalam mengantasipasi perubahan lingkungan bisnis, seperti perubahan teknologi,
perubahan kondisi ekonomi makro, dinamika kompetisi di pasar, dan perubahan
kebijakan otoritas terkait.
8. Risiko Kepatuhan
Risiko
kepatuhan muncul akibat bank tidak memenuhi dan tidak melaksanakan peraturan
perundang-undangan, ketentuan yang berlaku, dan berprinsip syariah. Selain
harus memenuhi semua regulasi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
sebagaimana pada bank konvensional, bank islam diharuskan memenuhi
prinsi-prinsip syariah dalam aktivitas bisnis. Bank islam harus benar-benar
beroperasi murni berdasarkan syariat islam. Islam harus menjadi identitas bank
yang mewarnai kegiatan operasional dan bisnis bank islam. Kepatuhan terhadap
peraturan syariah harus menjadi fitur utama dalam perbankan islam.
Ketidakpatuhan terhadap syariah akan membawa dampak negatif bagi bank islam. Bank
islam akan kehilangan citra dan karakter kunci yang membedakannya dengan bank
konvensional. Rusaknya reputasi akan menyebabkan bank islam kehilangan nasabah
loyalitas. Dimana nasabah ini memilih bank islam lebih karena unsur kesyariahan
yang seharusnya melekat pada bank islam.
9. Risiko Imbal Hasil
Risiko
imbal hasil terjadi akibat perubahan tingakat imbal hasil yang dibayarkan bank
kepada nasabah dan memengaruhi perilaku nasabah. Risiko ini muncul sebagai
akibat terjadinya perubahan tingkat imbal hasil yang diterima bank dari
penyaluran dana ke debitur. Bagi nasabah rasional, terjadinya perubahan
ekspektasi imbal hasil akan mempengaruhi perilakunya. Perubahan ekspektasi ini
dapat disebabkan oleh faktor internal, seperti menurunnya nilai aset bank,
turunnya pendapatan bagi hasil bank dari debitur, dan gagalnya bayarnya
debitur, dan faktor eksternal, seperti naiknya imbal hasil yang ditawarkan bank
lain.
10. Risiko Investasi
Risiko
investasi muncul akibat bank ikut menanggung kerugian usaha debitur yang
dibiayai dalam pembiayaan berbasis bagi hasil. Berdasarkan fatwa DSN MUI,
perhitungan bagi hasil tidak hanya didasarkan atas jumlah pendapatan atau
penjualan yang diperoleh debitur, namun telah dikurangi dengan biaya pokoknya.
Risiko investasi ini makin besar jika basis bagi hasilnya berdasarkan atas
operasi atau laba neto usaha debitur. jika sampai usaha debitur bangkrut, bank
dapat kehilangan pokok pembiayaan yang diberikan kepada debitur.[8]
11. Risiko Mata Uang
Tanggung
jawab untuk menentukan kebijakan (policy-setting responsibilities). Terdapat
banyak aktifitas bank yang melibatkan pengambilan risiko, tetapi hanya sedikit
aktifitas yang dilakukan bank ketika mengalami kerugian dengan begitu cepat
seperti dalam transaksi valuta asing yang tidak di ketahui. Inilah yang menjadi
penyebabmengapa manajemen risiko mata uang harus mendapatkan perhatian dari
manajemen senior dan dewan bank tersebut. Direksi harus menetapkan tujuan dan
prinsip-prinsip manajemen risiko mata uang. Hal ini secara khusus harus
mencakup penetapan batasan-batasan yang tepat terhadap risiko yang diambil oleh
bank dalam bisnis valuta asing dan menetapkan langkah-langkah untuk memastikan
bahwa ada prosedur kontrol internal yang tepat mencakup bidang bisnis bank ini.[9]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pada
dasarnya bisnis yang dilakukan oleh bank Islam adalah bisnis kepercayaan.
Sebagai lembaga yang mengelola dana masyarakat, bank harus bisa mengelola
resiko yang dihadapinya dengan baik. Bank perlu menerapkan strategi manajemen
resiko yang andal dalam menghadapi seluruh resiko agar tidak mengalami
kegagalan. Dalam memegang amanah dana masyarakat, bank Islam harus mampu
menyakinkan nasabah bahwa dana yang telah dititipkan atau diinvestasikan akan
dikelola dengan baik. Apabila tidak mampu mengelola resiko yang dihadapinya,
bank berpotensi mengalami kerugian. Kerugian ini akan berdampak pada
tergerusnya modal bank, kemampuan bank memberikan imbal hasil investasi, dan
bahkan berpotensi tidak mampu mengembalikan dana nasabah.
Tahapan manajemen risiko:
a. Manajemen Risiko Sebagai Proses
Berkelanjutan
b. Membangun Filosofi dan Budaya Organisasi
c. Membangun Komitmen Manajemen Puncak
d. Menyiapkan Sistem Bank Data Ynag Memadai
e. Mengukur dan Menyajikan Risiko
f. Mitigasi Risiko
g. Pengawasan Praktik Manajemen Risiko
Berdasarkan
PBI Nomer 13/23/PBI/2011 tentang Penerapan Manajemen Resiko bagi Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah. Terdapat sepuluh jenis risiko yang dihadapi
bank Islam, yaitu: risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko
operasional, risiko hukum, risiko reputasi, risiko strategis, risiko kepatuhan,
risiko imbal hasil, dan risiko investasi.
Delapan risiko pertama merupakan risiko umum yang juga dihadapi oleh
bank konvensional. Sedangkan dua risiko terakhir merupakan risiko unik yang
khusus dihadapi oleh bank Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Herman Darmawi, Manajemen Perbankan,
Bumi aksara,Jakarta. 2011
Hennie Van Greuning dan Sonja Bracovic
Bratanovic, 2011. Analisis Risiko Perbanka. Salemba Empat. Jakarta.
Imam Wahyudi. 2013. Manajemen Risiko
Bank Islam. Salemba Empat. Jakarta
[1] Imam Wahyudi. Manajemen Risiko Bank Islam. Jakarta.
Salemba Empat. 2013. Hlm. 2-13
[2] Herman Darmawi, Manajemen Perbankan, Bumi
aksara,Jakarta:2011.hlm. 83
[3] Ennie Van Greuning
dan Sonja Bracovic Bratanovic, Analisis
Risiko Perbankan, Salemba Empat, Jakarta:2011. hlm 140
[4] Hennie Van Greuning
dan Sonja Bracovic Bratanovic,Op cit.
hlm 221
[5] Imam Wahyudi. Op cit. hlm. 27-28
[6] Herman Darmawi, Op cit. Hlm,81-82
[7] Hennie Van Greuning
dan Sonja Bracovic Bratanovic,Op cit.
hlm 22
[8] Hennie Van Greuning
dan Sonja Bracovic Bratanovic,Op cit.
Hlm, 162
[9]I mam Wahyudi.. op cit. hlm. 26-31

0 comments