makalah tafsir


makalah tafsir makalah tafsir
BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk menjadi pedoman hidup umat Islam diseluruh penjuru (belahan) dunia. Oleh karena itu sebagai seorang muslim membaca, mengkaji, dan menganalisis Al-qur’an merupakan tuntutan agama. Memang Ql-qur’an memiliki kekayaan bahasa yang luar biasa, yang didalam terkandung berbagai macam ilmu pengetahuan. Salah satunya berkenaan dengan makalah adalah tentang penafsiran ayat, dan beberapa pendapat ulama tentang ayat yang dimaksud.
B.     TUJUAN
Ulama tafsir menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an bertujuan utama adalah supaya mudah dimengerti dan dipahami oleh umat Islam umumnya. Meskipun ada kaidah terjemahannya, namun memerlukan penjelasan yang lebih konkrit. Seperti menafsirkan ayat-ayat sebagai perumpamaan bahasanya, dan lainnya. Disamping itu agar mudah dijalankan dan diamalkan oleh setiap muslim sebagai pribadi yang memiliki keislaman yang utuh. Oleh karena itu pembelajaran tafsir ini, islam menuntut sangat kepada setiap muslim agar mempelajarinya, baik itu penafsiran berdasarkan kaidah (terjemahannya) maupun yang telah ditafsirkan ulama tafsir.



BAB II
PEMBAHASAN AYAT
TENTANG SHALAT

A.    QS. AL-ISRA’: 78
ÉOÏ%r& no4qn=¢Á9$# Ï8qä9à$Î! ħôJ¤±9$# 4n<Î) È,|¡xî È@ø©9$# tb#uäöè%ur ̍ôfxÿø9$# ( ¨bÎ) tb#uäöè% ̍ôfxÿø9$# šc%x. #YŠqåkôtB ÇÐÑÈ  
Terjemahannya
Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat). (Qs. Al-isra’: 78)
B.     TERJEMAHAN MUFRADAT
 o4qn=¢Á9$# ÏOÏ%r&     : Aqimish - sholah, yaitu perintah melaksanakan shalat.
 §ôJ¤±9$# Ï8qä9à$Î : Dulukusy – syams, artinya tergelincir matahari dari pertengahan siang.[1]
,|¡îال  : Al-gasaq, artinya kegelapan yang pekat.
tôfxÿø9$# b#uäöè%        : Qur’anal fajr, artinya shalat pada waktu subuh.
#YŠqåkôtB c%x.     : Kaana masyhudaa, artinya dipersaksikan oleh saksi-saksi.
kekuasaan Allah aneka ragam hikmah ilahi, dan keindahan alam atas maupun bawah. Dari gelap gulita berubah menjadi cahaya yang terang benderang dan sinarnya yang cemerlang; dari timur yang lelap menjadi bangun dari tidurnya dan bergerak, terus berusaha mencari rezeki Allah. Maka Maha sucilah Tuhan yang maha Esa dan Maha pencipta.
Dan adakah disana pemandangan yang lebih indah dalam pandangan orang yang melihat daripada munculnya cahaya pagi yang terbit dari sela-sela kegelapan yang pekat, cahaya itu mendesaknya dengan kuat, untuk selanjutnya menerangi alam dengan keindahannya; dan dengan bagkitnya orang-orang tidur dan gerak mereka diatas permukaan dan hamparan bumi, padahal beberapa saat yang lalu mereka diam tanpa berkutik. Sungguh, shalat subuh merupakan awal dari kehidupan baru setelah bangkit dari mati dan kelapnya panca indra.[2]
C.     TAFSIR IJMALY
Dirikanlah shalat dari condong matahari atau tergelincir matahari sampai datang gelap malam, yaitu perintah perintah melaksanakan sholat pada waktu-waktu yang telah ditentukan (yaitu shalat fardhu dzuhur, ashar, magrib, dan isya) dan Al-Qur’an fajar ialah sholat pada waktu subuh. Shalat subuh itu disaksikan oleh malaikat-malaikat, yakni amat besar pahalanya disisi Allah, meskipun shalat subuh hanyalah dua rakaat saja. Biasanya orang-orang yang selalu mengerjakan shalat subuh pada waktunya, pagi-pagi sebelum terbitnya matahari, senang dan bahagia hidupnya, serta murah rezekinya, karena mereka mulai berusaha pagi-pagi benar.[3]


D.    TAFSIR TAFSILY
اَقِمِ الصَّلوةَ لِدُلُوْكِ الشَّمْسِ اِلىَ عَسَقِ اْلَيْلِ
Maksudnya, laksanakan shalat yang telah difardhukan Allah kepadamu, setelah tergelincirnya matahari, sampai terbenam atau gelapnya malam.
Pernyataan ini, membuat shalat yang empat, yaitu shalat fardhu dzuhur, ashar, magrib, dan isya.
 ôfxÿø9$# b#uäöè%ur
Dan tunaikanlah pula shalat subuh, setelah shalat yang empat tadi. Dalam pada itu, sunnah Nabi yang mutawatir dan tel;ah pula menerangkan lewat perkaraan atau perbuatan beliau SAW; rincian tentang waktu-waktu shalat yang dilaksanakan oleh umat Islam, sebagai kewajiban dan tanggung jawab sebagai muslim sampai dengan sekarang. Yang dilakukan pada masa Rasulullah SAW dan dari generasi ke generasi berikutnya, atau dari zaman ke zaman.
Dalam pada itu telah diterangkan pula dalam surat Al-baqarah bahwa yang dimaksud dengan mendirikan shalat adalah melaksanakannya sesuai dengan cara yang telah digariskan agama dan jalan yang telah dipersyaratkannya. Seperti menghadap hati untuk munajat kehadapan Allah dan takut kepada-Nya secara rahasia, atau terang-terangan. Disamping shalat itu harus memuat syarat dan rukun yang telah ditetapkan (dijelaskan) oleh imam mujtahid.
Shalat adalah inti ibadah, karena dalam shalat terkandung munajat kepada Maha pencipta serta berpaling dari apa saja selain Allah. Juga memuat do’a kepadanya semata-mata do’a adalah otak ibadah manapun. Karena dalam hadis menyatakan
اعبدالله كأنّك تراه, فإن لم تكن تراه فإنّه يراك
“Sembahlah Allah seolah-olah kamu melihatnya, dan jika kamu tidak dapat melihatnya, maka sesungguhnya Allah melihat engkau.[4]
Malaikat Silih Berganti Menjaga Manusia
¨bÎ) tb#uäöè% ̍ôfxÿø9$# šc%x. #YŠqåkôtB
Maksudnya, sesungguhnya shalat subuh adalah shalat yang dipersaksikan oleh para malaikat-malaikat, karena pada pada waktu fajar itulah para malaikat malam dan malaikat siang bertemu dan menyaksikan waktu fajar itu secara bersama-sama, sesudah itu malaikat malam pun naik, sedangkan yang tinggal adalah malaikat siang. Menurut Abu Huraira r.a. bahwasanya Rasulullah SAW telah bersabda:
“pergantian menjaga kalian para malaikat malam dan malaikat siang, dan mereka bertemu pada shalat barda’in. Maka naiklah para malaikat yang tadi tinggal bersamamu. Lalu ditanyalah mereka oleh Tuhan, padahal dia lebih tahu mengenai halmu “ bagaimanakah keadaan hamba-hamba-Ku ketika kamu tinggalkan,,,?” maka menjawab para malaikat “kami datang kepada mereka ketika mereka sedang shalat dan kami tinggalkan mereka ketika mereka sedang shalat.”
Menurut riwayat Ath-Thirmizi dan Abu Hurairah, dari Nabi SAW: mengenai firman Allah ta’ala, Nabi SAW bersabda:
تشهده ملئكة اليل وملئكة النهار
“Shalat subuh disaksikan oleh malaikat siang, dan malaikat malam”
Namun demikian yang dimaksud ialah seperti yang dikatakan Ar-Razi, bahwa pada waktu subuh manusia menyaksikan bekas-bekas kekuasaan Allah dan aneka ragam hikmahnya, baik dilangit maupun dibumi. Karena disana mereka menyaksikan kegelapan alam sedang diusir oleh cahaya yang cemerlang.[5]

Dan disanalah kebangkitan dari tidur setelah lenyapnya perasaan lahiriyah panca indra, tampaknya gejala-gejala kekuasaan kerajaan ilahi. Seluruh alam berkata dengan keadaan bahasa masing-masing atau bahkan dengan bahasa ucapan:
سبّوح قدّوسٌ رب الملئكة والروح
“Maha suci dan Qudus Tuhan yang memiliki malaikat dan jibril.[6]
Ulama tafsir semua mushaf sepakat bahwa shalat tidak boleh didirikan sebelum masuk waktu. Dan apabila matahari telah tergelincir, berarti telah tiba waktu shalat dzuhur, hanya saja mereka berbeda pendapat tentang batas ketentuan waktu ini dan kapan waktu shalat berakhir. Adapun pendapat imamiah bahwa waktu dzuhur hanya khusus setelah tergelincir matahari sampai diperkirakan dapat melaksanakannya. Dan waktu ashar juga khusus dari akhir waktu siang sampai diperkirakan dapat melaksanakannya.
Antara yang pertama dan akhir itu ada mustarok (menggabung) shalat dzuhur dengan ashar. Dasar inilah Imamiyah membolehkan melakukan jama’. Apabila waktu sempit dan sisanya hanya bisa untuk melaksanakan shalat dzuhur saja, maka boleh mendahulukan shalat ashar dan dzuhur, dan shalat dzuhur pada waktu akhir adalah qadha.
Imam Maliki mengatakan bahwa, shalat ashar memiliki dua waktu :
1.      Mulai dari lebihnya (dalam ukuran panjang) bayang-bayang suatu benda sampai kuning matahari.
2.      Sinar matahari kuning-kuningan, sampai terbenam matahari.
Imam Hambali mengatakan termasuk paling akhir waktu shalat ashar adalah sampai bayang suatu lebih panjang 2x dari panjang suatu benda pada saat itu boleh mendirikan shalat ashar sampai terbenam matahari.
Kemudia waktu isya, menurut Imam Asy-syafi’i dan Hambali waktu magrib mulai dari hilangnya sinar matahari dan berakhir sampai hilangnya cahaya merah arah barat. Adapun menurut Imam Maliki sungguh waktu magrib itu sempit, khususnya dari awal tenggelamnya matahari sampai diperkirakan dapat melaksanakannya. Yang termsuk didalamnya cukup waktu bersuci dan azan dan tidak boleh mengakhirinya waktu ini.[7]
Menurut Imamiyah, waktu magrib hanya kasus awal waktu terbenamnya matahari sampai diperlukan dapat melaksanakannya, sedangkan isya, khusus dari separoh malam pada bagian pertama dan sampai diperkirakan dapat melaksanakan antara dua waktu, disebut mustarok antara magrib dengan isya. Mereka Imamiyah membolehkan jama’ waktu ini. Waktu diatas kalau dihubungkan dengan orang yang memilih. Tetapi bagi orang yang terpaksa baik tidur (lupa), maka waktu dua shalat tersebut sampai terbit fajar. Hanya waktu isya’ dari waktu sampai diperkirakan cukup (dapat) untuk melaksanakannya saja.
Untuk shalat waktu subuh, mulai terbit fajar shadiq sampai terbit matahari. Kesepakatan ulama semua mashaf, kecuali Imam Maligi, yaitu subuh ada dua :
1.      Ikhtiyari (memilih) antara terbit fajar hingga terlihat wajah.
2.      Idhtisari (terpaksa) dari terlihat wajah sampai terbit matahari.
Demikian pembahasan tafsir singkat menurut ulama mushaf.[8]
E.     TENTANG ASHBABUN NUZUL
Suatu hal yang karenanya Al-qur’an diturunkan untuk menerangkan status hukum nya pada masa hal Ql-qur’an (ayat) tersebut diturunkan, baik berupa peristiwa maupun pertanyaan.
Mengenai ashbabun nuzul berkenaan dengan qs. Al-isra’: 78. Ayat ini diturunkan di mekkah, untuk menerangkan dan menjelaskan tentang kewajiban mengerjakan shalat lima waktu sehari semalam. Dimana setelah Nabi Muhammad SAW telah melakukan perjalanan isra’ dan mi’raj atas kuasa Allah. Sedangkan ketika itu Nabi menyampaikan dakwahnya ini baru bersifat lisan, waktu pelaksanaannya belum lagi tercantum dalam Al-qur’an, sehingga akhirnya turunlah ayat ini, untuk menentukan waktu-waktu pwlaksanaan shalat.
Dalam riwayat lain, pada waktu Nabi Muhammad mendapat cemoohan dan hinaan dari kafir bahwa Nabi adalah tukang sihir, gila, dsb. Sehingga Allah memerintahkan Beliau untuk senantiasa untuk mengingat dan mensucikan Tuhannya dengan bertasbih dan shalat sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya.[9]
Setelah Allah menyebutkan tipu daya orang kafir dan pengarahan mereka agar Rasul SAW terusir dari kampung halamannya, yang kemudian Beliau dihibur oleh Allah dengan cara yang khusus, maka Beliau diperintahkan supaya mencurahkan perhatiannya kepada Tuhan dengan melakukan ibadah kepada-Nya, supaya Dia memberi pertolongan atas orang-orang kafir dan tak perlu memperdulikan usaha mereka atau berpaling kepada mereka.[10]
Demikian pembahasan singkat mengenai sebab dan status turun ayat ini.



BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Allah SWT memerintahkan hambanya untuk menunaikan shalat lima waktu sehari semalam sebagai kewajiban dan tanggung jawab muslim terhadap Allah. Adapun shalat lima waktu itu, yaitu shalat Dzuhur, Ashar, Magrib, Isya’ dan Subuh, beserta ketentuan dan waktu pelaksanaannya.
Ulama tafsir semua mushaf sepakat bahwa shalat tidak boleh didirikan sebelum tiba waktunya, seperti shalat dzuhur dilaksanakan pada saat matahari tergelincir, shalat ashar pada saat setelah habis waktu dzuhur, dan ditandai dengan bayang-bayangan lebih panjang 2x dari aslinya pada suatu benda, sampai dengan kuningnya matahari. Kemudian shalat magrib mulai terbenam matahari sampai hilang mega merah di arah barat, waktu terlalu sempit. Tibanya waktu shalat isya’ waktunya lebih panjang hingga separoh malam setelah habisnya waktu magrib hingga menjelang fajar. Untuk shalat subuh mulai terbitnya fajar, hingga minculnyamentari pagi.

B.     SARAN
Kami team penyusun makalah ini menyadari betul, bahwa dalam penyusunan tugas makalah ini sungguh masih jauh dengan kesempurnaan. Karena keterbatasan ilmu dan pengalaman yang kami miliki. Jadi untuk membentuk sebuah tugas ilmiah dan fariatif, maka kami sangat mengharap akan kritik/saran anda, guna untuk menjadikan sebuah tugas yang perfect demi untuk tugas berikutnya. Mudah-mudahan dapat diterima pihak dosen kami, dan tentunya menarik perhatian minat pembaca, maupun pengguna lainnya.
WALLAHU A’LAM



DAFTAR PUSTAKA

1.      Yunus Mahmud Prof. Dr. H, Tafsir Qur’an Karim, (Jakarta, PT. Mahmud Yunus Wa Dzurriyah), 2011.
2.      Al-Maraghi Ahmad Mustafa, Tafsir Al-Maraghi, (Semarang. CV. Toha Putra), 1987 (1), 1994 (11)
3.      Kajian tentang Dasar Hukum Shalat/ adahspace. Blogspot.com/2011.



[1] Ahmad Mustafa Al-Maraghi, (Semarang CV. Taha Putra, 1987 (1), 1994 (11) ) hal. 157-158.
[2] Ibid,......... hal. 157-158
[3] Prof. Dr. H.Mahmud Yunus, Tafsir Qur’anul Karim (Jakarta, PT. Mahmud Yunus Wa Dzurriyyah, 2011) hal. 413
[4] Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, (Semarang CV. Toha Putra, 1987 (1), 1994 (11) hal 159-160.
[5] Ibid….. hal. 160-161
[6] Ibid.....
[7] Adahspace.blogspot.com/ Kajian Tentang Dasar Hukum Islam/ 2011.
[8] Ibid,,,,,,,, 2011
[9] Adahspace.blogspot.com/Kajian Tentang Dasar Hukum Sholat,/ 2011.
[10] Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi,(Semarang CV. Toha Putra, 1987 (1), 1994 (11)) hal. 159

0 comments

SYARIAT ISLAM

KISAH NABI SULAIMAN A.S-Kisah Tauladan Para Nabi Allah KISAH NABI SULAIMAN A.S Allah s.w.t berfirman: "Dan sesungguhnya Kami...

Ikuti

Powered By Blogger

My Blog List

Translate

Subscribe via email