BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Dalam pembahasan mengenai teori
kepribadian, banyak dikemukakan definisi mengenai kepribadian. Untuk memberikan
gambaran yang lebih luas mengenai kepribadian itu, maka pendapat-pendapat
tersebut, walau tidak seluruhnya, agaknya perlu dikemukakan. Paling tidak
dengan mengetahui pendapat para ahli psikologi kepribadian dimaksud, akan dapat
ditarik kesimpulan umum mengenai apa yang di maksud dengan kepribadian itu.
Morrison mengatakan bahwa
kepribadian merupakan kepribadian merupakan keseluruhan dari apa yang dicapai
seseorang individu dengan jalan menampilkan hasil-hasil cultural dari evolusi
social. Adapun Mark A. May mengemukakan bahwa kepribadian adalah nilai
perangsang sosial seseorang. Atau sesuatu yang ada pada seseorang yang
memungkinkannya untuk memberi pengaruh kepada orang lain. Kemudian Gordon
W.Allport menyatakan, bahwa keoribadian merupakan susunan dinamis psikofisis
dalam diri seseorang yg menentukan dirinya dapat atau tidak menyesuaikan diri
dengan lingkungannya.
Adapun pedoman untuk mewujudkan
pembentukan hubungan itu secara garis besarnya terdiri atas tiga macam usaha,
yakni: (1) member motivasi untuk berbuat baik; (2) mencegah kemungkaran; (3)
beriman kepada Allah (Q.3:110). Dan untuk memenuhi ketiga persyaratan itu,
usaha untuk membentuk kepribadian muslim sebagai ummah dilakukan secara bertahap, sesuai dengan ruang lingkup yang
menjadi lingkungan masing-masing.[1]
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa yang dimaksud dengan kepribadian...?
2.
Apa yang dimaksut dengan kepribadian muslim...?
3.
Bagaimana cara pembantukannya...?
C.
TUJUAN PEMBAHASAN
1.
Untuk mengetahui maksud kepribadian.
2.
Untuk mengetahui maksud kepribaidian muslim.
3.
Untuk mengetahui proses pembentukannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN KEPRIBADIAN
Kepribadian bahasa inggrisnya “Personalty”
berasal dari bahasa Yunani “Per” dan “ sonare” yang berarti
topeng, tetapi juga berasal dari kata “personae” yang berarti pemain sandiwara,
yaitu pemain yang memakai topeng tersebut.[2]
Kata kepribadian diartikan sebagai keadaan manusia orang per-orangan, atau
keseluruhan sifat-sifat yang merupakan watak
per-orangan. Dan kepribadian, adalah sifat hakiki yang tercermin pada
sikap seseorang atau suatu bangsa yang membedakan dirinya dari orang atau
bangsa lain.[3]
Dalam pengertian yang lebih
rinci William stern mengemukakan kepribadian adalah suatu kesatuan banyak (unit multi complex) yang diarahkan
kepada tujuan-tujuan tertentu dan mengandung sifat-sifat khusus seseorang yang
bebas menentukan dirinya sendiri. Ada tiga hal yang menjadi cirri khas
kepribadian itu, yakni: (1) kesatuan
banyak, terdiri atas unsure-unsur yang banyak dan tersusun secara
berjenjang dari unsure yang berfungsi tinggi ke unsure yang terendah; (2) bertujuan, untuk mempertahankan diri dan
mengembangkan diri; dan (3) individualitas,
merdeka untuk menentukan diri sendiri secara luar sadar.
B. KEPRIBADIAN MUSLIM
Kepribadian muslim dapat dilihat
dari kepribadian orang perorang (individu) dan kepribadian dalam kelompok
masyarakat (ummah). Kepribadian
individu meliputi ciri khas kepribadian seseorang dalam sikap dan tingkah
laku, serta kemampuan intelektual yang dimilikinya. Karena adanya unsur
kepribadian yang dimiliki masing-masing, maka secara individu, seorang muslim
akan memiliki cirri khasnya masing-masing. Dengan demikian aka ada perbedaan
kepribadian antara orang muslim dengan muslim lainnya. Dan secara fitrah
perbedaan individu ini diakui adanya. Islam memandang setiap manusia memeiliki
potensi yang berbeda, hingga kepada
setiap orang dituntut untuk menunaikan perintah agamanya sesuai dengan
tingkat kemampuan masing-masing.[4]
Orang islam
perlu juga memiliki jasmani yang sehat serta kuat, terutama berhubungan dengan
keperluan penyiaran dan pembelaan serta penegakan ajaran islam.dilihat dari
sudut ini maka islam mengidealkan Muslim yang sehat serta kuat jasmaninya.
Islam
menghendaki agar orang islam itu sehat mentalnya karena inti ajaran islam
(iman) adalah persoalan mental. Kesehatan mental berkaitan erat dengan
kesehatan jasmani. Karena kesehatan mental penting, maka kesehatan jasmani pun
penting pula.[5]
C.
PROSES PEMBENTUKANNYA
Sebagaimana dijelaskan
sebelumnya bahwa cirri khas kepribadian muslim adalah terwujutnya perilaku
mulia sesuai dengan tuntunan allah SWT, yang dalam istilah lain disebut akhlak
yang mulia. Ciri khas ini sekaligus menjadi sasaran pembentukan kepribadian.
Sabda Rasulullah SAW:
“sesungguhnya aku di utus adalah untuk membentuk akhlak mulia”
Tampak jelas bagaimana
eratnya hubungan antara keimanan seseorang dengan ketinggian akhlaknya. Dalam
memberikan analisanya Dr. Mohd. Abdullah Darraz mengemukakan bahwa “pendidikan
akhlak berfungsi sebagai pemberi nilai-nilai islam. “Dengan adanya nilai-nilai
islam itu dalam din seseorang atau ummah akan
terbentuk pulalah kepribadiannya sebagai kepribadian muslim.[6]
1.
Pembentukan Kepribadian Manusia
Proses
ini dapat dibagi dua yaitu:
1.
Proses pembentukan kepribadian muslim secara perorangan dapat
dilakukan melalui tiga macam pendidikan.
a.
pranatal education (Tarbiyah Qal
Al-Wiladah)
proses pendidikan jenis iilakukan secara tidak langsung (indirect). Proses ini dimulai di saat pemilihan calon suami atau istri dari
kalangan baik dan berakhlak, sudah disinyalir oleh beberapa hadist, seperti
yang dikemukakan sebelumnya. Pilihlah tempat yang sesuai untuk benih (mani) mu
karena keturunan boleh mengelirukan”.
b.
Education by Another (Tarbiyah ma’a
ghairih)
Proses
pendidikan jenis ini dilakukan secara langsung oleh orang lain (orang tua di rumah tangga, guru disekolah dan pemimpin
dalam masyarakat dan para ulama). Manusia sejak dilahirkan tidak menge tahui
sesuatu tentang apa yang ada dalamdirinya dan diluar dirinya.
c.
Self Education (Tarbiyah al-Nafs)
Proses
ini dilaksanakan melalui kegiatan pribadi tanpa bantuan orang lain seperti
membaca buku-buku, majalah, koran dan sebaginya, atau melalui kegiatan untuk
menemukan hakikat sesuatu tanpa bantuan orang lain.
2.
Proses pembentukan kepribadian muslim secara ummah (bangsa/negara) dilakukan dengan memantapkan kepribadian
individu muslim (arena individu bagian dari ummah),
juga dapat dilakukan dengan menyiapkan kondisi dan tradisa sehingga
memungkinkan terbentuknya kepribadian (akhlak) ummah.[7]
Tradisi dan kondisi yang
telah tersedia di isi dengan usaha-usaha untuk mengisi pergaulan sosial
bernegara dan antar negara dengan akhlak islam berupa:
a.
Pergaulan sosial
1.
Tidak melakukan hal-hal yang keji dan tercela.
2.
Membina hubungan tata tertib.
3.
Mempererat hubungan kerja sama.
4.
Menggalakkan perbuatan-perbuatan terpuji yang member dampak positif
kepada masyarakat.
b.
Pergaulan dalam negara
Pegaulan
dalam negara dapat dilakukan dengan menanamkan nilai-nilai keislaman dalam
negara berupa:
1.
Kewajiban kepala negara untuk bermusyawarah dengan rakyatnya.
2.
Menerapkan prinsip-prinsip keadilan, kejujuran dan kasih sayang
serta tanggung jawab terhadap rakyat.
3.
Kewajiban mengikuti siplin dengan taat dan bersyarat.
4.
Menyiapkan diri dalam membela negara.
c.
Pegaulan antar negara
1.
Melaksanakan perdamaian antar bangsa.
2.
Tidak serang menyerang.
3.
Menghargai perjanjian.
4.
Membina kerukunan antar negara dan bantu membantu sesama.
2.
Pembentukan Kepribadian Samawi
Proses pembentukan kepribadian ini dapat
dilakukan dengan cara membina nilai-nilai ke Islaman dalam hubungan dengan Allah
SWT.
Nilai ke Islaman dalam hubungan dengan
Allah SWT dapat dilakukan dengan cara:
1.
Beriman dengan Allah SWT.
2.
Mengerjakan perintahnya dan menjauhi larangannya.
3.
Bertakwa kepadanya.
4.
Mensyukuri nikmat Allah dan tidak berputus harapan terhadap rahmatnya.
5.
Berdo’a kepada Tuhan selalu, mensuci dan membesarkanNya dan selalu
mengingat Allah.
6.
Menggantungkan segala perbuatan masa depan kepadaNya.
Dan yang paling
tinggi di antaranya adalah mencintai Allah dan Rasulnya melebihi kecintaan
kepada yang lain. Penerapan beberapa unsure akhlak ummah menempatkan manusia (muslim) kembali kefitrah kejadiannya
sebagai suatu ummah yang terpilih dan
jabatan khalifah Allah yang dipertanggungjawabkan kepada-nya melalui amanah
yang diberi Allah.[8]
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Kata kepribadian diartikan sebagai
keadaan manusia orang perorangan, atau keseluruhan sifat-sifat yang merupakan
watak perorangan. Dan kepribadian adalah sifat hakiki yang tercermin pada sikap
seseorang atau suatu bangsa yang membedakan dirinya dari orang atau bangsa
lain.
Kepribadian muslim dapat dilihat
dari kepribadian orang perorangan (individu) dan kepribadian dalam kelompok
masyarakat (ummah). Kepribadian
individu meliputi cirri khas seseorang dalam sikap dan tingkah laku, serta
kemampuan intelektual yang dimilikinya. Karena adanya unsur kepribadian yang
dimiliki masing-masing, maka secara individu, seorang muslim akan memiliki cirri khas masing-masing.
Pendidikan akhlak berfungsi sebagai
pemberi nilai2 islam. Dengan adanya nilai-nilai islam itu dalam din seseorang
atau ummah akan terbentuk pulahlah kepribadiannya sebagai kepribadian muslim.
B.
SARAN
Untuk merealisasi kepribadian muslim
dan kehidupan makmur di bumi, paling tidak harus ditopangi oleh kemampuan untuk
memelihara, mengelola serta mengawasi kehidupan bumi dengan segala
kandungannya.
Demikianlah isi pembahasan makalah
ini, mohon maaf bila ada kesalahan ataupun kejanggalan baik itu dalam bentuk
penulisan maupun ucapan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua,
khususnya bagi pemakalah sendiri.
DAFTAR
PUSTAKA
Jalaluddin dan
Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam,
Konsep dan Perkembangan Pemikirannya, Jakarta : Raja Graindo persada, 1994
Ramayulis dan
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam,
Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya, Jakarta : Kalam
Mulia, 2009
Nana
Syaodih Sukmadinata, Lanadasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2005), cet. Ke-3
Tim Penyusun, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta:
Bumi Aksara, 2004
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2007
[1] Jalaluddin & Usman Said. Filsafat pendidikan islam. (Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada, 1994) hal. 89 & 101
[2] Nana Syaodih Sukmadinata, Lanadasan
Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), cet.
Ke-3, hal. 136
[5] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 41
[6] Ibid,,,,
Hal. 264
[7] Ibid,,,,
Hal. 266
0 comments