HADIS TINGKAH LAKU YANG TERCELA (AKHLAK MAZMUMAH)

BAB I
PENDAHULUAN

Membahas dan menghilangkan sifat-sifat tercela ini bagi mahasiswa maupun di kalangan masyarakat umum sangatlah penting, karena dengan kita mengetahui sifat-sifat ini kita dapat menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal tersebut. Ini termasuk usaha tahliyyah mengosongkan / membersihkan diri dan jiwa lebih dahulu sebelum diisi dengan sifat-sifat terpuji. Sifat tercela in adalah terjemahan dari pada bahasa arab “sifahul mazmumah”, artinya sifat-sifat yang tidak baik yang tidak membawa seseorang manusia kepada pekerjaan-pekerjaan atau akibat-akibat yang membinasakan.
Imam Ghazali menyebut sifat-sifat tercela ini dengan sifat-sifat muhkilat, yakni segala tingkah laku manusia yang dapat membawanya kepada kebinasaan, sifat-sifat yang tercela ini beliau sebut juga sebagai suatu kehinaan. Pada dasarnya sifat-sifat yang tercela dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu maksiat lahir dan maksiat batin.
Maksiat lahir adalah segala sifat yang tercela yang dikerjakan oleh anggota lahir seperti mulut, tangan, mata dan lain-lain. Sedangkan maksiat batin adalah segala sifat yang tercela yang diperbuat oleh anggota batin, yaitu hati.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    SOPAN SANTUN DUDUK DIJALAN (AN : 29)
1.      Lafadz Hadits
عَنْ أَبِى سَعِيْدِ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ الله ُعَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِيَّاكُمْ وَالْجُلُوْbسَ عَلَى الطُّرُقَاتِ فَقَالُوْا : مَالَنَابُدٌّ إِنَّمَاهِيَ مَجَالِسُنَا نَتَحَدَّثُ فِيْهَا قَالَ : فَإِذَاأَبَيْتُمْ إِلاَّ الْمَجَالِسَ فَأَعْطُوْاالطَّرِيْقَ حَقَّهَا قَالُوْا : وَمَاحَقُّ الطَّرِيْقِ ؟ قَالَ : غَضُّ اْلبَصَرِوَكَفُّ اْلاَذَى وَرَدُّ السَّلاَم ِوَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوْفِ وَنَهْيٌ عَنِ الْمُنْكَرِ. (رواه البخاري ومسلم وأبوداود)
2.      Terjemahan Hadits :
"Dari Abu Said Al-Khudry r.a. Rasulullah SAW. bersabda, Kami semua harus menghindari untuk duduk di atas jalan (pinggir jalan)-dalam riwayat lain, di jalan – mereka berkata, "Mengapa tidak boleh padahal itu adalah tempat duduk kami untuk mengobrol. Nabi bersabda, "Jika tidak mengindahkan larangan tersebut karena hanya itu tempat untuk mengobrol, berilah hak jalan." Mereka bertanya, "Apakah hak jalan itu?" Nabi bersabda, "Menjaga pandangan mata, berusaha untuk tidak menyakiti, menjawab salam, memerintahkan kepada kebaikan dan larangan kemunkaran.
(H.R Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud)
3.      Penjelasan Hadits
Ini adalah penomena yang terjadi pada saat ini dimana nongkrong disamping jalan adalah hal yang lumrah tetapi kadang terjadi sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan seperti mengganggu orang yang lewat, bahkan membahayakannya. Nongkrong dijalanan menjadi hobi dan hal yang menyenangkan khususnya diperkotaan dimana makin sempitnya lahan buat berekreasi sehingga tidak ada pilihan selain memanfaatkan jalanan sebagai penggantinya.
Rasulullah SAW melarang duduk di pinggir jalan, baik di tempat duduk yang khusus, seperti diatas kursi, di bawah pohon, dan lain-lain. Sebenarnya larangan tersebut bukan berarti larangan pada tempat duduknya, yakni bahwa membuat tempat duduk di pinggir jalan itu haram. Terbukti ketika para sahabat merasa keberatan dan berargumen bahwa hanya itulah tempat mereka mengobrol. Rasulullah SAW. pun membolehkannya dengan syarat mereka harus memenuhi hak jalan, yaitu berikut ini.
·         Menjaga Pandangan Mata
Menjaga pandangan merupakan suatu keharusan begi setiap muslim atau muslimat, sesuai dengan perintah Allah SWT. Dalam al-Qur'an yang artinya :
"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat".
Hal itu tidak mungkin dapat dihindari bagi mereka yang sedang duduk dipinggir jalan. Ini karena akan banyak sekali orang yang lewat, dari berbagai uisa dan berbagai tipe. Maka bagi para lelaki jangalah memandang dengan sengaja kepada para wanita yang bukan muhrim dengan pandanagan syahwat. Begitu pula, tidak boleh memandang dengan pandangan sinis atau iri kepada siapa saja yang lewat. Pandangan seperti tidak hanya akan melanggar aturan Islam. Tetapi akan menimbulkan kecurigaan, persengketaan dan memarahan dari orang yang dipandangnya, apalagi begi mereka yang mudah tersinggung. Oleh karena itu, mereka yang sedang duduk dipinggir harus betul-betul menjaga pandangannya.
·         Tidak Menyakiti
Tidak boleh menyakiti orang-orang yang lewat, dengan lisan, tangan, kaki, dan lain-lain. Dengan lisan misalnya mengata-ngatai atau membicarakannya, dengan tangan misalnya melempar dengan batu-batu kesil atau benda apa saja yang akan menyebabkan orang lewat sakit dan tersinggung, tidak memercikkan air, dan lain-lain yang akan menyakiti orang yang lewat atau menyinggung perasaannya.
·       Menjawab Salam
Menjawab salam hukumnya adalah wajib meskipun mengucapkan- nya sunnat. Oleh karena itu, jika ada yang mengucapkan salam ketika duduk dijalan, hukum menjawabnya adalah wajib. Untuk lebih jelas tentang salam ini, akan dibahas di bawah.
·         Memerintahkan kepada Kebaikan dan Melarang kepada Kemungkaran.
Apabila sedang duduk di jalan kemudian melihat ada orang yang berjalan dengan sombong atau sambil mabuk atau memakai kendaraan dengan ngebut, dan lain-lain, diwajibkan menegurnya atau memberinya nasihat dengan cara yang bijak. Jika tidak mampu, karena kurang memiliki kekuatan untuk itu, doakanlah dalam hati supaya orang tersebut menyadari kekeliruan dan kesombongannya.
B.     GHIBAH DAN BUTHAN (RS. 1520)
1.    Lafadz Ayat
عن ابى هريرة رضي الله عنه ان رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : أتدرون بالغيبة ؟ قالوا : الله ورسوله اعلم . قال : ذكرك اخاك بمايكره قيل : أفرأيت إن كان فى أخى ما أقول ؟ قال أن كان فيه ماتقول فقد إغتبته وان لم يكن فيه ماتقول فقد بهته . رواه مسلم
2.    Terjemahan Hadits :
“Dari Abu Huroiroh ra. bahwasanya Rasulullah SAW. bertanya: Tahukah kalian apakah menggunjing itu? Para sahabat berkata: Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Beliau bersabda: Yaitu bila kamu menceritakan keadaan saudaramu yang ia tidak menyenanginya. Ada seorang sahabat bertanya: Bagaimanakah seandainya saya menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada saudara saya itu? Beliau menjawab: Apabila kamu menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada saudaramu itu, maka berarti kamu telah menggunjingnya. Dan apabila kamu menceritakan apa yang sebenarnya tidak terjadi pada saudaramu, maka kamu benar-benar mendustakannya. HR. Muslim.
3.   Penjelasan hadis
Ghibah adalah menceritakan aib seseorang kepada orang lain (menggunjing), sedangkan buthan adalah mendustakan/ menfitnah seseorang dengan perilaku tercela.
Didalam hadits tersebut, kita diperintahkan untuk menjadi manusia yang perwira dan toleran (dengan tidak menggunjing orang lain) betapapun buruknya ia, tetapi hati tetap ingkar terhadap perbuatan tercela tersebut; karena ketika kita menguak aib seseorang dengan tujuan yang buruk/sesat, berarti kita telah membeberkan aib diri sendiri. Begitu pula fitnah, amat sangat dilarang oleh hukum syar`i karena perbuatan itu dianggap lebih kejam dibanding pembunuhan.
Seperti di zaman yang semakin maju ini, manusia (seorang muslim) sudah tidak begitu memperhatikan hak-hak saudaranya. Media massa dengan sangat percaya diri dan bangga menguak sisi negative seseorang cuma bertujuan mengeruk materi tanpa memperhatikan etika yang telah diajarkan oleh agama.
Padahal dalam Al-qur’an sudah dijelaskan
#sŒÎ)ur (#qãèÏJy uqøó¯=9$# (#qàÊtôãr& çm÷Ztã (#qä9$s%ur !$uZs9 $oYè=»uHùår& öNä3s9ur ö/ä3è=»uHùår& íN»n=y öNä3øn=tæ Ÿw ÓÈötFö;tR tûüÎ=Îg»pgø:$# ÇÎÎÈ 
Artinya:
Dan apabila mereka mendengar Perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: "Bagi Kami amal-amal Kami dan bagimu amal-amalmu, Kesejahteraan atas dirimu, Kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil". (Al-Qashash: 55)
Alangkah baiknya kalau kita menjaga lidah supaya tidak terjerumus kedalam hal-hal tersebut, karena setiap amalan kita akan diminta pertanggung jawaban dihari pembalasan nanti, seperti yang tertera dalam Al-qur’an
Ÿwur ß#ø)s? $tB }§øŠs9 y7s9 ¾ÏmÎ/ íOù=Ïæ 4 ¨bÎ) yìôJ¡¡9$# uŽ|Çt7ø9$#ur yŠ#xsàÿø9$#ur @ä. y7Í´¯»s9'ré& tb%x. çm÷Ytã Zwqä«ó¡tB ÇÌÏÈ  
Artinya:
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (QS. Al-israa: 36)

























BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat kami simpulkan sebagai berikut:
·         Buruk sangka (Suuzhan) adalah merupakan suatu perbuatan yang timbulnya dari lidah, tidak ada buruk sangka terhadap seseorang, jika lidah tidak bicara / mengata-ngatai.
·         Duduk dijalan Rasulullah SAW membolehkan dengan syarat sebagai berikut:
o   Menjaga Pandangan Mata
o   Tidak Menyakiti
o   Memerintahkan kepada Kebaikan dan Melarang kepada Kemungkaran.
o   Menjawab Salam
·         Ghibah adalah menceritakan aib seseorang kepada orang lain (menggunjing)

B.     Saran
Demikian makalah ini kami buat. Tentunya masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki. Sehingga kritik dan saran yang sifatnya konstruktif sangat kami harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan makalah berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.






DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Al-Lu’lui wal Marjan, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2006

Ahmad Syauqi Al-Fanjari, Nilai Kesehatan dalam Syari’at Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996

0 comments

SYARIAT ISLAM

KISAH NABI SULAIMAN A.S-Kisah Tauladan Para Nabi Allah KISAH NABI SULAIMAN A.S Allah s.w.t berfirman: "Dan sesungguhnya Kami...

Ikuti

Powered By Blogger

My Blog List

Translate

Subscribe via email