Skim Ba’i Al-Murabahah

BAB I
PENDAHULUAN
A.     LATAR BELAKANG

Dalam kehidupan sehari – hari, masyarakat memiliki kebutuhan kebutuhan yang harus dipenuhi baik kebutuhan primer, sekunder maupun tersier. Ada kalanya masyarakat tidak memiliki cukup dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karenanya, dalam perkembangan perekonomian masyarakat yang semakin meningkat muncullah jasa pembiayaan yang ditawarkan oleh lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank.
Oleh karena pada zaman modern ini kegiatan perekonomian tidak akan sempurna tanpa adanya lembaga perbankan, maka lembaga perbankan ini pun menjadi wajib untuk diadakan.,Lembaga pembiayaan merupakan salah satu fungsi bank, selain fungsi menghimpun dana dari masyarakat. Fungsi inilah yang lazim disebut sebagai intermediasi.
Produk pembiayaan adalah pemberian fasilitas penyediaan dana untuk mendukung investasi yang telah direncanakan berdasarkan kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasili keuangan.
             


BAB II
PEMBAHASAN
PRODUK PEMBIAYAAN
A.    Skim Ba’i Al-Murabahah
Skim ini adalah bentuk jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati, dalam ba’i Al- murabahah, penjual harus menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya (mark up). margin keuntungan adalah selisih harga jual dikurangi harga asal yang merupakan pendapat bank. Pembayaran dari harga barang dilakukan secara tangguh atau dengan kata lain dibayar lunas pada waktutertentu yang disepakati. Dari segi hukumnya bertransaksi dengan menggunakan elemen murabahah ini adalah suatu yang dibenarkan dalam islam. Keabsahannya juga bergantung pada syarat-syarat dan rukun-rukun yang telah ditetapkan.
v  syarat-syarat  jual beli murabahah
1)      Pembeli hendaklah betul-betul mengetahui modal sebenarnya dari suatu barang yang hendak dibeli.
2)        Penjual dan pembeli hendaklah setuju dengan kadar untung atau tambahan harga yang ditetapkan tanpa ada sedikit pun paksaan.
3)        Barang yang dijualbelikan bukanlah barang barang ribawi.
4)       Sekiranya barang tersebut telah dibeli dari pihak lain, jual beli yang pertama itu mestilah sah menurut perundangan Islam.



v  rukun jual beli murabahah
1)      Penjual (ba’i)
2)       Pembeli (musytariy)
3)        Barang (mabi’)
4)           Sighat dalam bentuk ijab kabul.

B.     Skim IjarahMuntahiyahBitTamlik (IMBT) dengan hibah
Skim ini merupakan Ijarah dengan janji untuk memberikan hibah pada akhir masa sewa.Pilihan untuk menghibahkan barang di akhir masa sewa (alternatif 2) biasanya diambil bila kemampuan finansial penyewa untuk membayar sewa relatif lebih besar. Karena sewa yang dibayarkan relatif besar, akumulasi sewa di akhir periode sewa sudah mencukupi untuk menutup harga beli barang dan margin laba yang ditetapkan oleh bank. Dengan demikian, bank dapat menghibahkan barang tersebut di akhir masa periode sewa kepada pihak penyewa.
Ilustrasi Misalnya :
Dengan semakin pesatnya kemajuan usaha Bapak Ffadhil di bidang penjualan komputer, maka Bapak Fadhil memerlukan sebuah mobil untuk kegiatan operasional toko. Bapak Fadhil memerlukan mobil tersebut pada tanggal 1 April 2009 dengan cara menyewa selama 1 tahun kemudian membelinya di akhir masa penyewaan yaitu tanggal 1 April 2010. Penjual mobil menginginkan pola pembayaran sewa tunai di muka sebesar Rp. 60 juta (1 April 2009) dan Rp. 90 juta di akhir masa sewa(1 April 2010) untuk dapat memiliki mobil tersebut, dengan pola pembayarn seperti di atas, kemampuan keuangan Bapak Fadhil tidak memungkinkan. Beliau hanya dapat membayar cicilan sebesar Rp. 15 juta per bulan. Untuk itu Bapak Fadhil mengajukan pembiayaan kepada Bank Syariah menginginkan prosentase keuntungan sebesar 20 % per tahun.
Analisis Bank:
Harga barang
Harga sewa 1 tahun (tunai di muka) : Rp. 60.000.000,-
Harga mobil (di akhir masa sewa) : Rp. 90.000.000,-
Keuntungan bank : Rp. 30.000.000,-
Total harga barang : Rp. 180.000.000,-
Kemampuan membayar nasabah
Pembayaran sewa cicilan Rp. 15 juta
Per bulan : Rp. 180.000.000,-
Pembelian ruko di akhir masa sewa : Rp. 0,-
Total kemampuan membayar : Rp. 180.000.000,-
1.      Posisi Bank dalam IMBT
Dalam IMBT bank bertindak selaku pihak yang menyewakan dalam akad pertama dan selaku pemeberi hibah atau penjual dalam akad kedua. Sedangkan nasabah bertindak selaku penyewa pada tahap pertama dan selaku penerima hibah/pembeli pada akad kedua.
Hal itu karena akad ijarah dan akad hibah / jual beli tidak bisa digabungkan pada waktu, asset dan pihak yang sama


2.      Tahapan IMBT di Bank Syariah
a)      Nasabah menejelaskan kepada bank bahwa suatu saat di tengah atau di akhir periode ijarah ia ingin memiliki
b)      Setelah melakukan penelitian, bank setuju akan menyewakan asset itu kepada nasabah
c)      Apabila bank setuju, bank terlebih dahulu memiliki aset tersebut
d)     Bank membeli atau menyewa aset yang dibutuhkan nasabah
e)      Bank membuat perjanjian ijarah dengan nasabah untuk jangka waktu tertentu dan menyerahkan asset itu untuk dimanfaatkan
f)       Nasabah membayar sewa setiap bulan yang jumlahnya sesuai dengan kesepakatan
g)      Bank melakukan penyusutan terhadap asset. Biaya penyusutan dibebankan kepada laporan laba rugi
h)      Di tengah atau di akhir masa sewa, bank dan nasabah dapat melakukan pemindahan kepemilikan asset tersebut secara jual beli cicilan
i)        Jika pemindahan kepemilikan di akhir masa sewa, akadnya dilakukan secara hibah.

C.    Skim Ijarah With Promise to Sell
Skim ini merupakan Ijarah dengan janji akan menjual pada akhir masa sewa
Pilihan untuk menjual barang di akhir massa sewa (alternatif 1) biasanya diambil bila kemampuan finansial penyewa untuk membayar sewa relatif kecil. Karena sewa yang dibayarkan relatif kecil, akumulasi nilai sewa yang sudah dibayarkan sampai akhir masa periode sewa belum mencukupi harga beli barang tersebut dan margin laba yang ditetapkan bank. Karena itu, untuk menutupi kekurangan tersebut, bila pihak penyewa ingin memiliki barang tersebut, ia harus membeli barang tersebut di akhir periode.
Ijarahmuntahiyabittamlik memiliki banyak bentuk, bergantung pada apa yang disepakati kedua pihak yang berkontrak. Misalnya, ijarah dan janji menjual nilai sewa yang mereka tentukan dalam ijarah, harga barang dalam transaksi jual, dan kapan kepemilikan dipindahkan. IjarahMuntahiyahbitTamlik (IMBT) di dalam Fatwa MUI nomor: 27/DSN-MUI/III/2002 diartikan sebagai perjanjian sewa-menyewa yang disertai dengan opsi pemindahan hak milik atas benda yang disewa, kepada Penyewa, setelah selesai masa aqadijarah. Adapun di dalam Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam dan LK) Nomor: PER.04/BI/2007 dalam Bab ketentuan Umum IMBT adalah akad penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (Ujrah) antara Perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa (mu’ajjir) dengan penyewa (musta’jir) disertai opsi pemindahan hak milik atas barang tersebut kepada penyewa setelah selesai masa sewa.
Sedangkan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) menjelaskan IMBT pada pasal 323 yaitu Dalam akad ijarahMuntahiyahbitTamlik suatu benda antara Mua’jir/pihak yang menyewakan dengan Musta’jir/pihak penyewa diakhiri dengan pembelian ma’jur/objek ijarah oleh musta’jir/pihak penyewa.
Ijarah yang termasuk akad dalam bidang jasa sekarang ini telah diperluas dengan dihubungkan konsep intiqal al-milkiyah (berpindah kepemilikan), oleh karena itu salah satu jasa yang berkembang dalam ekonomi syariah adalah produk IjarahMuntahiyahbitTamlik (IMBT).
Secara konseptual IMBT hampir sama dengan leasing, bahwa leasing merupakan bentuk pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh perusahaan tertentu, berdasarkan pembayaran secara berkala, disertai dengan hak pilih/opsi bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama. Dalam pelaksanaan akad IMBT ada ketentuan ketentuan yang bersifat umum dan ketentuan bersifat khusus. Ketentuan bersifat umum yaitu:
1)      rukun dan syarat yang berlaku dalam akad ijarah berlaku pula dalam aqadIMBT, 
2)      perjanjian untuk melakukan akad IMBT harus disepakati ketika akad ijarah    ditandatangani,
3)       hak dan kewajiban setiap pihak dijelaskan dalam aqad. Sedangkan yang bersifat khusus yaitu:
a)      pihak yang melakukan IMBT harus melakukan akad ijarah terlebih dahulu. Akad pemindahan kepemilikan baik dengan jual beli (bai’) atau pemberian (hibah) hanya dapat dilakukan setelah masa ijarah selesai.
b)      Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati diawal akad ijarah adalah wa’ad (janji) yang hukumnya tidak mengikat. Apabila wa’ad (janji) dilaksanakan, maka pada akhir masa ijarah (sewa) wajib dibuat akad pemindahan kepemilikan. Artinya dalam akad IMBT tidak bertentangan dengan prinsip syariah yaitu melarang 2 (dua) akad dalam satu perjanjian. Namun IjarahMuntahiyaBittamlik memiliki perbedaan dengan leasing konvensional.
Ø  Rukun Ijarah Muntahia Bittamlik.
1)      Penyewa (must’jir)
2)      Pemberi sewa (mu’ajjir)
3)      Objek sewa (ma’jur)
4)       Harga sewa (ujrah)
5)       Manfaat sewa (manfa’ah


D.    Skim Bai’alIstishna’ paraler
Istishna’ Paralel adalah pembeli dapat mengizinkan pembuat barang menggunakan sub kontraktor untuk melaksanakan kontrak tersebut. Dengan demikian, pembuat barang dapat membuat kontrak istishna kedua untuk memenuhi kewajibannya pada kontrak pertama.
Skim ini adalah Bila nasabah juga membutuhkan pembiayaan untuk proses produksi sampai menghasilkan barang jadi, bank dapat memberikan fasilitas bai’ al-istishna’. Melalui fasilitas ini, bank melakukan pemesanan barang dengan harga yang disepakati kedua belah pihak (biasanya sebesar biaya produksi ditambah keuntungan bagi produsen, tetapi lebih rendah dari harga jual) dan dengan pembiayaan dimuka secara bertahap, sesuai dengan tahap-tahap proses produksi. Bila produksi gagal, pengusaha berkewajiban menggantinya, apakah dengan cara memproduksi lagi ataupun dengan cara membeli dari pihak lain. Setelah barang selesai, produk tersebut statusnya menjadi milik bank, dan segera dijual kembali dengan mengambil keuntungan. Kombinasi pembelian dari nasabah produsen dan jualan kepada pihak pembeli itu menghasilkan skema pembiayaan berupa istishna’ paralel atau istishna’ wal-murabahah, dan bila hasil produksi tersebut disewakan, skemanya menjadi istishna’ wal-ijarah.Bank memperoleh keuntungan dari selisih harga beli (istishna) dengan harga jual (murabahah) atau dari hasil sewa (ijarah).

Transaksi Bai’ al Istishna merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang melalui pesanan, pembuat barang berkewajiban memenuhi pesanan pembeli sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati. Pembayaran dapat dilakukan di muka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai batas waktu yang telah ditentukan.
Dalam fatwa DSN-MUI dijelaskan bahwa jual beli istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan paembauatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan ( pembeli, mustashni’) dan( penjual, shani’).
Transaksi istishna’ ini hukumnya boleh (jawaz) dan telah dilakukan oleh masyarakat muslim sejak masa awal tanpa ada pihak (ulama) yang mengingkarinya. Pada dasarnya, pembiayaan istishna’ merupakan transaksi jual beli cicilan pula seperti transaksi murabahahmuajjal. Namun, berbeda dengan jual beli murabahah dimana barang diserahkan di muka sedangkan uangnya dibayar cicilan, dalam jual beli istishna’ barang diserahkan belakang. Walaupun uangnya juga sama-sama dibayar secara cicilan.
Dengan demikian, metode pembayaran pada jual-beli murabahahmuajjal sama dengan metode pembayaran dalam jual-beli istishna’, yakni sama-sama dengan sistem angsuran (installment). Satu-satunya hal yang membedakan adalah waktu penyerahan barangya.
v    Fatwa No. 22/DSN-MUI/III/2002. Tentang Jual Beli Istishna’ Pararel

v  Ketentuan Umum
1)      Jika LKS melakukan transaksi istishna’, untuk memenuhi kewajibannya kepada nasabah ia dapat melakukan istishna’ lagi dengan pihak lain pada objek yang sama, dengan syarat istishna’ pertama tidak tergantung (Mu’allag) pada istishna’ kedua.
2)      LKS selaku mustashni’ tidak diperkenankan untuk memungut MDC (Margin During Construction) dari nasabah (Shani’) karena hai ini tidak sesuai dengan prinsip syariah.
3)      Semua rukun dan syarat-syarat yang berlaku dalam akad istishna’ (Fatwa DSN No. 06/DSN-MUI/IV/2000) Berlaku pula dalam istishna’ pararel.
v  Ketentuan Lain
1)      Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan  diantara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah Tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
2)       Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya, dengan ketentuan jika dikemudian hari ternyata dapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagai mestinya

E.     Skim Bai’ As Salam
Skim ini Dalam penjelasan pasal 3 peraturan Bank Indonesia No. 9/19/PBI/2007 tentang pelaksanaan prinsip bank syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bagi bank syariah disebutkan definisi dari salam yaitu “Salam adalah transaksi jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran tunai yang terlebih dahulu dibayar secara penuh.
Sedangkan definisi Salam menurut Muhammad Syafi’iAntonoi (2002:108) yaitu Bai’ As-Salam berarti pembelian barang yang diserahkan dikemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan dimuka.
Lebih lanjut, pembiayaan salam merupakan pembiayaan yang dengan prinsip syariah dengan menggunakan akad jual bali barang pesanan dengan penangguhan pengiriman oleh penjual dan pelunasannya dilakukan segera oleh pembeli sebelum barang  pesanan tersebut diterima sesuai dengan syarat-syarat tertentu.
Bank bertindak sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. Dalam transaksi ini kuantitas, kualitas, harga, dan jangka waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa Salam adalah pembelian barang dengan penyerahan (delivery) yang ditangguhkan sedangkan pembayaran dilakukan diawal, menurut syarat-syarat tertentu.Adapaun karakteristik salam sebagai berikut:
1)      Spesifikasi dan harga barang  →   disepakati di awal akad
Ø  Harga barang tidak dapat berubah selama jangka waktu akad
Ø  Bank sebagai pembeli → bank dapat meminta jaminan untuk menghindari resiko yang merugikan
2)      Barang pesanan disepakati antara penjual dan pembeli
Ø  Harus diketahui karakteristiknya secara umum seperti jenis, macam, kualitas, dan kuantitasnya.
Ø  Jika dikirim tidak sesuai dengan karakteristiknya, penjual harus bertanggung jawab
3)      Ketentuan tentang pembayaran
Ø  Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa barang, uang, atau manfaat.
Ø    Pembayaran harus dilakukan disaat kontrak disepakati
Ø   Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang.
4)      Ketentuan tentang barang
Ø  Harus jelas cirri-cirinya dan dapat diakui sebagai utang
Ø  Harus dapat dijelaskan spesifikasinya
Ø   Penyerahan dilakukan kemudian
Ø   Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan bardasarkan kesepakatan
Ø   Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya
Ø   Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan.
v  Rukun Bai’ As-Salam:
1)      Muslam (Pembeli)
2)      Muslamilai (penjual)
3)      Modal atau uang
4)      Muslamfiih (barang)
5)      Sighat atau ucapan
v  Syarat Bai’ as-Salam: 
1)      Berkaitan dengan modal transaksi bai’ as-salam, maka modal transaksinya harus diketahui dan berbentuk uang tunai serta pembayaran salam harus dilakukan di tempat kontrak.
2)           Berkaitan dengan barang, maka barang
Ø  Harus spesifik dan dapat diakui sebagai utang.
Ø   Harus bisa di identifikasi secara jelas
Ø  Kebanyakan ulama mensyaratkan penyerahan barang dilakukan dikemudian hari, namun mazhab Syafi’i membolehkan penyerahan barang segera.
Ø  Dibolehkan menentukan tanggal waktu dimasa datang untuk penyerahan barangnya.
Ø  Tempat penyerahan barang harus disepakati pihak-pihak yang berakad.
Ø  Tidak dibolehkan mengganti barang dengan barang lain yang berbeda. Tetapi jika barang tersebut diganti dengan barang lain yang memiliki spesifikasi dan kualitas yang sama, hal tersebut dibolehkan


BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1.      Skim Ba’i Al-murabahah adalah bentuk jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati, dalam ba’i Al- murabahah, penjual harus menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya.
2.      Skim IMBT dengan Hibah adalah Ijarah dengan janji untuk memberikan hibah pada akhir masa sewa.
3.      Skim Ijarah With Promise to Sell adalah Ijarah dengan janji akan menjual pada akhir masa sewa.
4.      Bai’alIstishna’ paraler adalah pembeli dapat mengizinkan pembuat barang menggunakan sub kontraktor untuk melaksanakan kontrak tersebut. Dengan demikian, pembuat barang dapat membuat kontrak istishna kedua untuk memenuhi kewajibannya pada kontrak pertama.
5.      Bai’ As Salam adalah transaksi jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran tunai yang terlebih dahulu dibayar secara penuh.






Daftar Pustaka
Setyanto, Budi, Satu ide untuk Optimalkan Murabahah, artikel di Tazkiaonline.com, 4 september 2003.
Syafi’I, Antonio, Muhammad ; Bank Syariah, Dari Teori ke praktik, Gema Insani Press. Jakarta, 2001
Zulkifli, Sunarto , Panduan praktis transaksi Perbankan Syariah, Zikrul Hakim. Jakarta, 2003
 Ir. Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada), 2008
Musyaiqih, SyaikhKholid bin Ali. Al Ijarah al Muntahia bit Tamlik. Zaid bid Tsabit Center. Terjemahan Eko Mas Muri. 2009









DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN................................................................................... 1
A.    LATAR BELAKANG.................................................. 1
B.     TUJUN........................................................................... 1
BAB II :PEMBAHASAN...................................................................................... 2
A.    Skim Ba’i Al-Murabahah............................................... 2
B.     Skim IMBT dengan hibah.............................................. 3
C.     Skim Ijarah With Promise to Sell................................... 5
D.    Skim Bai’ al-Istishna’ paraler......................................... 8
E.     Skim BAI’ AS SALAM.............................................. 10
BAB III : PENUTUP........................................................................................... 13
KESIMPULAN ................................................................................................... 13


DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 14

0 comments

SYARIAT ISLAM

KISAH NABI SULAIMAN A.S-Kisah Tauladan Para Nabi Allah KISAH NABI SULAIMAN A.S Allah s.w.t berfirman: "Dan sesungguhnya Kami...

Ikuti

Powered By Blogger

My Blog List

Translate

Subscribe via email