sejarah Maqasid Asy-Syar’iah.

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sejak masa Nabi Muhammad SAW, Maqasid asy-syar’iah telah ,enjadi pertimbangan sebagai landansan dalam menetapkan hukum. Upaya seperti itu seterusnya dilakukan pula oleh para sahabat. Upaya demikian terlihat jelas dalam beberapa ketetapan hukum yang dilakukan pula oleh Umar Ibnul Al KHattab. Kejadian Maqasid Asy-Syariah ini kemudian mendapat tempat dalam ushul fiqh, yang dikembangkan oleh para ushuli dalam beberapa qiyas, ketika berbica tentang masalik Al Allah. Kajian demikian terlihat dalam beberapa ushul fiqh, seperti Ar-risalah oleh As-Syafi’I, Al-Musthafa karya Al-Ghazali, Al-Mu’tamad karya abu Al-Hasan Al-Bashri, dan lain-lain. Kajian inimkemudian dikembangkan secara luas dan sistematis oleh abu Ishaq Al-Syathibi.
Dalam kelanjutannya, Maqasid Asy-Syariah malah menjadi bahasan yang kurang popular atau diabaikan dalam banyak buku referensi yang berbicara tentang ushul fiqh. Penelusuran tentang bahasan maqasid Asy-Syariah menjadi tidak mudah didapat. Selain ini pembahasan Maqasid Al-Syariah sering diidentikkan dengan abu ishaq al Shathibi.[1]
Sedikitnya kitab-kitab ushul fiqh salaf terutama dari ulama mazhab Safi’I yang membicarakan Maqasid asy-syariah atau bahkan mengabaikannya dalam bahasan mereka, tersebab keterkaitan bahasan ini dengan teologi yang diyakininya. Sebagaimana dijelaskan Shathibi, daktrin Maqasid asy-syariah menjelaskan bahwa tujuan akhir hukum adalah satu, yaitu mashlahah atau kebaikan dan kesejahteraan ummad manusia.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Sejarah Maqasid Asy-Syar’iah.?
2.      Bagaimana Pengertian Maqasid Asy-Syar’iah.?
3.      Bagaimana Seluk Beluk Maqasid Asy-Sya’iah.?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk Mengetahui sejarah Maqasid Asy-Syar’iah.
2.      Untuk Mengetahui pengertian Maqasid Asy-Syar’iah.
3.      Untuk Mengetahui seluk Beluk Maqasid Asy-Sya’iah.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Singkat Maqasid Asy-Syar’iah
Teori Asy-Syar’iah baru pertama dikenal pada abad keempat Hijria. Menurud Ahmad Raisuni, istilah tersebut pertama kali digulakan oleh Al Turmuzi Al Hakim dalam buku yang ditulisnya, yaitu: Al-Shalah waqasiduhu, al-Haj Wa Asraruh, Al-‘illah, ‘Illah Asr-Syar’iah danjugabukunya Al faruq yang kemudian diadopsi oleh imam Al Qarafi menjadi buku karangannya.
Setelah al hakim kemudian muncul Abu Manzur Al Maturudi dengan karyanya Ma’had Al-Syara’ kemudian disusul oleh Abu Bakar Al Qaffal Al-Syasyi dengan bukunya Ushul Fiqh dan mahasin Al-Syariah, setelah Al-Qffal kemudian muncul Abu Bakar Al-Abhari dan Al-Baqilany dengan masing-masing karyanya yaitu : Mas ‘alah Al jawab wa Al dalil Wa Al “Illah dan Al-Taqrib Wa Al Irsyad fi tartib turuq Al-Ijtihad.
Sepeninggalan Al Baqilany muncullah Al Juwainy, dalam beberapa karangannya beliau adalah orang yang pertama mengklasifikasikan Maqasid Asy-Syar’iah menjadi tida ketegori besar, yaitu: daruriyah, hajiyah dan tahsiniyah. Kemudian pemikiran beliau dikembangkan oleh Abu Hamid Al-Ghazali, Al-Razy, Al Amidy, Ibnu Hajib, Al-Baidawi, Al- Asnawi, Ibnu Subuki, Ibnu Abdissalam, Al tufi, Ibnu Taimiyyah Dan Ibnu Qayyim.
Adapun Menurut hamidi Al-Ubaidy, orang yang pertama membahas Maqasid Asy-Syar’iah adalah Ibrahi Al-Nakh’i seorang tabi’in sekaligus guru Abu Hanifah. Setelah itu kemudianmuncul Al-Ghazali, izzuddin Abdissalam, Najamuddin Al-Tifi dan terakhir imam Al-Syatibi. [2]
B.     Pengertian Maqashid Asy-Syari’ah
Maqashid asy-syaria’ah adalah tujuan daripada hukum, tujuan hukum tersebut dapat dipahami melalui penelusuran terhadap ayat-ayat Al-Qur’an dan as-sunnah. Penelusuran yang dilakukan oleh para ulama itulah menghasilkan kesimpulan bahwa tujuan asy-syari’ah menetapkan hukum adalah untuk kemaslahatan manusia, baik didunia maupun di akhirat. Seluk-beluk tersebut adalah Al-maslahah.
C.    Seluk Beluk Maqashid Asy-Syari’ah
1.      Pengertian al-maslahah
Pengertian al-maslahah mengandung dua unsur, yaitu: meraih manfaat dan menghindarkan kemudharatan. Dalam hal ini, definisi yang dibuat al-Khawarizmi sudah secara inkluisif mengandung pengertian tersebut.
Penjelasan pengertian al-maslahah dalam konsep hukum Islam di atas sekaligus menunjukkan, tidak tepat menerjemahkan kata al-maslahah dengan social welfare dalam bahasa inggris. Sebab, sebagai suatu konsep, social welfare hanya mengandung makna kebaikan di dunia semata, yaitu kesejahteraan masyarakat, sedangkan al-maslahah mencakup kesejahteraan di dunia maupun di akhirat sekaligus. Dengan kata lain, istilah social welfare hanya mampu menampung separuh majna yang terkandung dalam kata al-maslahah.
Kata al-maslahah setimbangan dengan maf’alah dari kata ash-shalah. Kata tersebut mengandung makna:
كَوْنُ اْلشّيْءِ عَلىَ هَيْئَةٍ كَامِلَةٍ بِحَسَبِ مَايُرَادُ ذَلِكَ الشّيْءِ
Keadaan sesuatu dalam keadaannya yang sempurna, ditinjau dari segi kesesuaian fungsi sesuatu itu dengan peruntukannya.
Misalnya, keadaan dan fungsi pena yang sesuai adalah untuk menulis. Sedangkan fungsi pedang yang paling sesuai adalah untuk menebas (memotong). Kata yang sama atau hampir sama maknanya dengan kata al-maslahah ialah kata al-khair (kebaikan), al-naf’u (manfaat) dan kata al-hasanah (kebaikan). Sedangkan kata yang sama atau hampir sama maknya dengan kata al-mafsadah ialah kata asy-syarr (keburukan) adh-dharr (bahaya) dan as-sayyi’ah (keburukan). Al-qur’an sendiri selalu menggunakan kata al-hasanah untuk menunjuk pengertian al-maslahah, serta kata as-sayyi’ah untuk menunjuk pengertian al-mafsadah.[3]
2.      Jenis-jenis al-maslahah
Ada bermacam-macam al-maslahah antara lain sebagai berikut:
a.      Ditinjau dari tingkat kekuatan al-maslahah
Seluruh ulama sepakat menyimpulkan bahwa Allah SWT. menetapkan berbagai ketentuan syaria’t dengan tujuan untuk untuk memelihara lima unsur pokok manusia (adh-dharuriyyat al-khams), yang biasa juga disebut dengan al-maqashid asy-syar’iyyah (tujuan-tujuan syara’). Sedangkan al-Ghazali mengistilahkannya dengan al-ushul al-khamsah (lima dasar).[4] Kelima unsur itu ialah, memelihara agama, jiwa, akal, keterunan, dan harta. Semua yang bertujuan untuk memelihara kelima dasar tersebut merupakan al-maslahah.
b.      Ditinjau dari segi pemeliharaannyaal-maslahah
Upaya mewujudkan pemeliharaan kelima unsur pokok tersebut, ulama membagi al-maslahah kepada tiga kategori dan tingkat kekuatan, yaitu: maslahah dharuriyyah (kemaslahatan primer), maslahah hajiyyah (kemaslahatan sekunder), dan maslahah tahsiniyyah (kemaslahatan tersier). Kemaslahatan yang pertama bersifat utama, sedang yang kedua bersifat mendukung yang pertama, sementara kemaslahatan yang ketiga bersifat melengkapi yang pertama dan kedua.
c.       Ditinjau dari cakupan al-maslahah
Dari sisi cakupan al-maslahah, jumhur ulama membagi al-maslahah kepada tiga bagian, yaitu sebagai berikut:
a)      Al-maslahah yang berkaitan dengan semua orang.
b)      Al-maslahah yang berkaitan dengan mayoritas orang, tetapi tidak bagi semua orang.
c)      Adapun yang berkaitan dengan orang tertentu. Hal ini sebenarnya jarang terjadi, seperti adanya kemaslahatan bagi seorang istri agar hakim menetapkan keputusan fasakh karena suaminya dinyatakan hilang (mafqud)
Dalam hal ini, jumhur ulama berpendapat, kemaslahatan yang lebih umum didahulukan atas kemaslahatan yang dibawahnya.
d.      Ditinjau dari ada dan tidaknya perubahan pada al-maslahah.
a)      Al-maslahah yang mengalami perubahan sejalan dengan perubahan waktu, atau lingkungan, atau orang yang menjalaninya.
b)      Kemaslahatan yang tidak pernah mengalami perubahan dan bersifat tetap sampai akhir zaman.

3.      Al-maslahah sebagai dalil kukum
Al-maslahah sebagai dalil hukum mengandung arti bahwa al-maslahah menjadi landasan dan tolak ukur dalam penetapan. Dengan kata lain, hukum masalah tertentu ditetapkan sedemikian rupa karena kemaslahatan menghendaki agar hukum tersebut ditetapkan pada masalah tersebut.
4.      Ruang lingkup penerapan al-maslahah sebagai dalil hukum
Semua ketentuan syara’ ditetapkan Allah SWT adalah untuk kepentingan manusia. Imam Asy-Syathibi, misalnya, menegaskan bahwa berdasarkan penelitian, semua hukum syara’ ditetapkan untuk kemaslahatan hamba-hamba Allah, baik kemaslahatan di dunia maupun di akhirat.
Jumhur membagi ketentuan-ketentuan syara’ kepada dua bagian; ibadah dan muamalah. Pembagian ini didasarkan atas perbedaan tujuan asy-syari’ dalam menetapkan hukum pada bidang ibadah dan muamalah. Penetapan hukum dibidang ibadah dimaksudkan menjadi hak Allah, sedang muamalah merupakan hak manusia. Semua bentuk ibadah dimaksudkan untuk memuliakan dan mengagungkan kebesaran Allah SWT dan untuk menyerahkan diri serta pasrah pada-Nya.
D.    Tujuan Maqasid Asy-Syar’iah
Tujan maqasid Asy-syar’iah itu adalah kesejahteraan ummat, kesejahteraan di dunia dan Akhirat seperti apa yang ingin dicapai dalam Al-Qur’an atau hadits. Maqasid Asy-syar’iah itu tujuan dari hukum itu sendiri, Syaiah itu diantara lain adalah hukum, jadi mengapa kita mematuhi hukum Syariah. Sedangkan tujuan itu sendiri tidak ada hukumnya. Kalau kita paksakan ada hukum menjadi wajib, tapi kita tidak bisa menyimpang dari hukum itu.
E.     Kehujjahan Maqasid Asy-Syar’iah
Mashlahah dalam bingkai pengertian yang membatasinya bukan lah dalil yang berdiri sendiri atas dalil-dalil Syara’ sebagaimana Al-Qur’an dan Hadits, Ijma’ dan Qiyas. Dengan demikian tidaklah munkin menentukan hukum parsial (juz’i/far’i) dengan berdasarkan kemashlahatan saja. Sesungguhnya maslahah adalah makna yang universal yang mencakup keseluruhan bagian-bagian hukum far’i yang diambil ari dalil-dalil Syar’i.
Bagi Abdul Wahab khallaf, Maqasdi Asy-Syar’iah adalah suatu alat bantu untuk memahami redaksi Al-Qur’an dan hadits, menyelesaikan dalil yang bertentangan yang menetapkan hukum terhadap kasus yang tidak tertampung dalam Al-quran dan hadits. Dari apa yang disampaikan Abdul Wahab Kallaf ini, menunjukkan Maqasid Asy-Syar’iah tidak mandiri sebagai dalil hukum tetapi merupakan dasar bagi penetapan hukum.





BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Maqhasid asy-syari’ah adalah tujuan daripada hukum. Tujuan asy-syari dalam bidang ibadah tersebut ingin mencapai tujuan, yaitu untuk memuliakan dan mengagungkan kebesaran Allah dan untuk menyerahkan diri kepada-Nya.
Seluk beluk dari maqashid asy-syari’ah adalah untuk meraih manfaat dan menghindarkan kemudharatan (bahaya).
B.     SARAN
Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan, dalam kajian yang kaitannya dengan ijtihad, urgensi dan perkembangannya. Kritik serta saran konstruktif selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah kami. Kami memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan maupun pemaparan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin.




DAFTAR PUSTAKA
Basri, Asafir jaya, Konsep Maqasid Asy-Syar’iyah menurut Al-Syatibi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996)
Izuddin bin Abdul Aziz bin Abdussalam, Qawa’id al-Ahkam fi Mashalih al-Anam, Juz I, Dar Al-Jail, ttp, tt,
Ali, Muhammad daut, Hukum Islam dan Pengantar Ilmu Hukum Dan tata hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989)




[1] Muhammad daut, Ali, Hukum Islam dan Pengantar Ilmu Hukum Dan tata hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm. 67.
[2] Asafir jaya, Basri, Konsep Maqasid Asy-Syar’iyah menurut Al-Syatibi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), hlm 123.
[3] Izuddin bin Abdul Aziz bin Abdussalam, Qawa’id al-Ahkam fi Mashalih al-Anam, Juz I, Dar Al-Jail, ttp, tt, hlm. 5
[4] Al-Ghazali, al-Mustafa, hlm. 286-287

0 comments

SYARIAT ISLAM

KISAH NABI SULAIMAN A.S-Kisah Tauladan Para Nabi Allah KISAH NABI SULAIMAN A.S Allah s.w.t berfirman: "Dan sesungguhnya Kami...

Ikuti

Powered By Blogger

My Blog List

Translate

Subscribe via email